Penyelenggara Berintegritas Kunci Pemilu Berkualitas

oleh -121 Dilihat
oleh
Janie Triangga LP

Oleh : Janie Triangga LP*

Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Prinsip ini tercantum dalam Undang Undang-Dasar 1945.

Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan perlu dibentuk lembaga-lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu) yang dilaksanakan secara demokratis dan transparan (keterbukaan).

Pemilihan Umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintah negara yang dibentuk melalui pemilu itu adalah yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat.

Hanya kekuasaan pemerintah negara yang memancarkan kedaulatan rakyatlah yang memiliki kewibawaan kuat sebagai pemerintahan yang amanah. Pemerintahan yang dibentuk melalui suatu pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat.

Pemilu sebagai agenda nasional yang biasa disebut sebagai pesta demokrasi dimana peserta pesta tersebut adalah seluruh warga negara haruslah dapat dihadirkan secara berkualitas dan menggembirakan.

Hal ini menjadi penting, pasalnya sebagai negara yang tak lagi muda, Indonesia telah melewati berbagai dinamika kebangsaan dan meniti jalan yang tak mudah untuk menuju perwujudan demokrasi yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia.

Tak jarang dipemilu acap kali terjadi kegaduhan dan pembelahan dimasyarakat pada dewasa ini, namun secara prinsip pemilu sejatinya adalah instrumen integrasi bangsa, bukan instrumen pemecah belah atau sebab tercerai-berainya persatuan dan kesatuan warga masyarakat. Maka dari itu pesta demokrasi harus dapat menggembirakan tanpa ada pengecualian golongan tertentu.

Demi mewujudkan pemilu yang berkualitas dan menggembirakan maka hal yang sangat penting dilakukan adalah terus memperbaiki input penyelenggara pemilu. Setidaknya hal ini akan menjadi deep evaluation terhadap penyelenggaraan pemilu, terlebih penyelenggara pemilu adalah frontline keberhasilan pelaksanaan pemilu tahun 2024.

Salah satu aspek penting dalam penyelenggaran pemilu adalah pengawasan pemilu itu sendiri. Dalam hal ini pengawasan pemilu ditanggungjawabkan pada BAWASLU (Badan Pengawas Pemilu).

BAWASLU sebagai pemegang kepercayaan publik maka juga harus mengalami deep evaluation secara input keanggotaannya. Evaluasi tersebut adalah pada sisi integritas anggota BAWASLU.

Integritas akan menjadi satu-satunya parameter yang mampu menjaga kepercayaan publik terhadap jalannya pemilu yang sesuai azas LUBER JURDIL (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil).

BAWASLU harus menjadi garda terdepan bahkan satu-satunya penjamin kepercayaan publik melalui fungsi pengawasan pemilu. Sehingga integritas akan jadi kunci pemilu berkuliatas.

Secara etimologis, integritas berasal dari bahasa latin integer yang berarti keseluruhan atau lengkap (Fachrudin, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah kualitas, sifat, atau keadaan yang menunjukkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan untuk memancarkan wibawa dan kejujuran.

Seorang individu yang memiliki integritas memperlakukan orang lain sebagaimana pribadi tersebut ingin diperlakukan, tetapi tidak mengharapkan timbal balik. Membantu orang lain dilakukan untuk alasan altruistic (fokus pada kesejahteraan orang lain), bukan untuk alasan egois (penghargaan pribadi seperti kemajuan karier, pengakuan sosial).

Integritas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2016) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor psikologis individu yaitu individu yang memiliki integritas tinggi antara fungsi jasmani dan rohaninya.

Adapun fungsi integritas sendiri terbagi menjadi dua, yaitu fungsi kognitif dan afektif, yang mana pengertiannya adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif (cognitive function) adalah fungsi yang meliputi moral dan diri sendiri. Yang mana integritas bermanfaat untuk memelihara moral, akhlak atau karakter seseorang dan mendorongnya untuk memiliki pengetahuan yang luas.

  1. Fungsi Afektif

Sedangkan, fungsi afektif (affective function) adalah fungsi yang meliputi hati nurani dan harga diri. Yang mana integritas dapat dijadikan pembeda antara dirinya dengan hewan, karena secara biologis manusia dan hewan sama-sama memiliki hati nurani.

Kedua fungsi integritas tersebut merupakan hal terpenting yang pada keberlanjutannya akan menjadi guideline dalam mencapai tujuan integritas itu sendiri. Adapun ciri-ciri sesorang memiliki integritas sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut :

  1. Mereka yang tidak memakai kedok dalam melakukan suatu tindakan dan mengemban tugas.
  2. Mereka yang bertindak sesuai dengan ucapan dan menjunjung tinggi kejujuran dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
  3. Mereka yang sama di depan dan dibelakang, selalu berlaku transparan dan objektif dalam melihat segala sesuatu.
  4. Mereka yang selalu konsisten dengan apa yang diimani dan perilakunya, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari tetapi dalam menyelesaikan pekerjaan juga.
  5. Mereka yang selalu konsisten antara nilai hidup yang dianut dan hidup yang dijalankan, mereka juga memiliki komitmen yang tinggi untuk selalu mengemban tanggung jawab.

Ciri tersebut dapat menjadi acuan dalam menilai input dari lembaga yang akan mengawasi jalannya pemilu. Sehingga tidak ada pilihan lagi untuk kesuseksan pemilu yang berkualitas haruslah berbanding lurus dengan penyelenggara yang berintegritas.

Maka dari itu juga dibutuhkan suatu parameter yang merupakan tolok ukur komponen berguna dalam mengidentifikasi suatu sistem atau objek. Parameter integritas penyelenggara pemilu telah diatur dalam kode etik penyelenggara pemilu yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggara dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan wewenangnya.

Lembaga penegak kode etik Pemilu adalah DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Namun untuk pelanggaran kode etik di badan ad hoc (penyelenggara yang bersifat kepanitiaan) dapat diselesaikan di tingkat KPU kabupaten/kota atau di Bawaslu kabupaten/kota. Setiap penyelenggara pemilu memegang teguh prinsip moral dan etika dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelengarakan pemilu.

Muara dari integritas penyelenggara pemilu akan melahirkan wibawa kelembagaan dan kepercayaan publik (public trust) sebagai elemen utama yang mendasari legalitas administrasi public. Tanpa adalanya kepercayaan niscaya pemilu juga tidak akan terjadi.

Maka setidaknya standarisasi yang dapat digunakan oleh penyelenggara dalam menunjukkan integritasnya sebagai penyelenggara adalah dengan mentaati dan tunduk terhadap kode etik penyelenggara pemilu, serta PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kode etik penyelenggara pemilu tersebut akan berfungsi sebagai satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan.

Adapun tujuan kode etik ini adalah untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu, yang sesuai dengan Prinsip Penyelenggaraan Pemilu, yaitu: (1) mandiri; (2) jujur; (3) adil; (4) berkepastian hukum; (5) tertib; (6) terbuka; (7) proporsional; (8) profesional; (9) akuntabel; (10) efektif; dan (11) efisiensi.

Maka masyarakat luas pun juga akan menjadi sebenar-benarnya pengawas yang akan mengawasi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh BAWASLU dengan tetap mengacu pada kode etik penyelenggara pemilu. Penyelenggara Berintegritas Kunci Pemilu Berkualitas.

*penulis adalah pemerhati politik pemerintahan, pengurus KAHMI jatim