Pesan Menko PMK, Songsong Indonesia Emas dengan Bebas Stunting

oleh -69 Dilihat
oleh
Muhadjir Effendy pada acara Dialog Percepatan Penurunan Stunting

MALANG, PETISI.CO – Percepatan penurunan angka stunting di Indonesia merupakan salah satu bentuk untuk menyosong Indonesia emas di tahun 2045 mendatang. Dengan bebas dari stunting diharapkan pada masa bonus demografi tersebut Indonesia bisa menjadi negara yang maju karena didukung dengan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengungkapkan selama Pandemi Covid 19 selama dua tahun terakhir, angka stunting di Indonesia telah mengalami penurunan.

“Angka stunting turun dari angka 27,6 persen menjadi 24,6. Turun kira-kira 1,7 persen pertahun selama dua tahun covid,” kata Muhadjir Effendy pada acara Dialog Percepatan Penurunan Stunting, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Konsorsium Perguruan Tingga dan Tim Pendamping Keluarga di Balai Diklat KKB Malang, Jl, Raya Singosari no 7, Malang, Minggu (20/03).

Muhadjir menjelaskan untuk menurunkan angka stunting akan tepat sesuai dengan arahan bapak Presiden. Salah satu arahannya adalah urusan stunting dialihkan dari pelaku utama, pelaksana di lapangan dari Kementerian Kesehatan ke BKKBN, jadi stunting sudah tidak lagi disebut dengan penyakit tapi ini berkaitan dengan pembangunan keluarga, yaitu sesuai dengan UU no 52 tahun 2009.

“Sekarang ini semua pendamping keluarga di desa-desa termasuk lurah sudah diberi aplikasi. Sistem yang bisa memberikan laporan secara langsung ke pusat secara real time, dan untuk biaya pulsanya sudah diberi bantuan dari BKKBN, jadi mereka bisa mengirim pesan perkembangan stunting di masing-masing daerahnya dari tingkat yang paling bawah yaitu di tingkat desa. Dari laporan tersebut, kita bisa segera membuat langkah -langkah strategisnya,” paparnya.

Program prioritas saat ini, jelas Muhadjir dari Provinsi lalu di break down dalam Kabupaten/Kota, di tiap Kabupaten/Kota akan dilihat di tiap Kecamatan mana yang paling tinggi angka stuntingnya. Data dari Kecamatan inilah yang akan dijadikan skala prioritas untuk penanganan stunting. Yang menjadi dasar adalah angka absolut dan angka prevalensi di masing-masing Provinsi tersebut. Ada Provinsi yang angka prevalensinya kecil tapi penduduknya banyak sehingga angka absolutnya menjadi banyak walaupun angka prevalensinya kecil, tetapi ada juga Provinsi yang angka prevalensinya tinggi tapi angka absolutnya kecil karena penduduknya tidak banyak. Meskipun jumlah penduduknya tidak banyak tetapi karena angka prevalensinya tinggi maka tetap menjadi prioritas. Namun ada juga Provinsi yang baik angka absolut maupun angka prevalensi sama-sama tinggi, satu provinsi yaitu NTT dan ini tentunya menjadi prioritas.

Di tempat yang sama, Wakil Bupati Malang, Didik Gatot Subroto mengatakan budaya kerja harus dirubah jangan hanya asal bapak senang, tetapi harus dengan open data. Open data ini sangat penting untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam mengatasi permasalahan yang ada.

“Saat ini kita tidak lagi bisa menyembunyikan data dan pasti akan ketahuan oleh publik. Sebab, saat ini media sosial itu sulit dibendung,” ungkapnya.
Untuk itu, diharapkan keterbukaan data agar bisa segera dilakukan langkah strategis serta treatment terhadap persoalan yang terjadi sehingga bisa segera diatasi.

sementara itu Deputi 3 Kemenko PMK, drg. Agus Suprapto, M.Kes menjelaskan untuk capaian stunting yang paling penting adalah penguasaan lapangan dan jangan ada yang disembunyikan.

Sumber daya yang ada di Kabupaten/Kota , mulai anggaran hingga SDMnya serta dukungan dari Perguruan Tinggi akan sangat membantu dalam program percepatan penurunan angka stunting.

“Masalah stunting bukan hanya masalah dua tahun saja, tetapi masalah jangka panjang. Mengapa sampai ITS turut dilibatkan karena stunting juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya kebutuhan air bersih, masalah sanitasi dan lainnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Camat Singosari, Drs. Eko Wahyu Widodo menyebutkan Kecamatan Singosari merupakan Kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak di Kabupaten Malang, dengan jumlah bayi kurang dari dua tahun (baduta) sebanyak 3000 balita, ibu hamil sebanyak 1060 orang dan ada empat desa yang menjadi fokus stunting di tahun ini.

“Dengan bekerjasama dengan Universitas Brawijaya, melalui KKN. Dari data yang didapat, Kepala Desa, Tim Pendamping Keluarga dan PKB turun untuk melihat kondisi dan didapatkan bahwa faktor lain yang menyebabkan stunting terkait sanitasi, buang air besar sembarangan. Untuk itu, kami lombakan bebas buang air sembarangan,” ujarnya.

Dalam kegiatan ini, Menko PMK juga meminta beberapa Tim Pendamping Keluarga menceritakan bagaimana kondisi keluarga di desa yang mereka dampingi, apakah ada temuan-temuan yang harus mendapatkan perhatian lebih. Tidak hanya Tim Pendamping Keluarga, dalam kegiatan ini juga diundang beberapa pasangan calon pengantin. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah calon pengantin sudah mendapatkan pendampingan sebelum menikah dan hamil.

Sebagai informasi, Dialog Percepatan Penurunan Stunting bersama Menko PMK, PIC Konsorsium dari 18 Perguruan Tinggi Jawa Timur dan Tim Pemdampig Keluarga merupakan acara yang digelar Perwakilan BKKBN Propinsi Jawa Timur. Acara tersebut juga turut dihadiri oleh Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Nyigit Wudi Amini, S.Sos., M.Sc., Kepala DPPKB Kabupaten Malang, Kementerian Agama Kabupaten Malang, Camat Singosari, Kepala Desa, Pendamping Keluarga, Kader hingga Calon Pengantin. (guh)

No More Posts Available.

No more pages to load.