Pimpinan DPRD Soroti Dugaan Oligopoli di Pasar Induk Sidotopo Surabaya

oleh -73 Dilihat
oleh
Drs. A. Hermas Thony, M.Si., Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya

SURABAYA, PETISI.CO – Kebijakan Pemkot Surabaya untuk menjadikan Pasar Induk Sidotopo Surabaya (PISS) sebagai satu-satunya pusat distribusi dan transaksi komoditas sayur-mayur serta buah di Kota Surabaya, mendapatkan sorotan dari Pimpinan DPRD Kota Surabaya.

Apalagi ada kabar bahwa Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya akan merazia kendaraan yang mengangkut komoditas pasar dari petani asal Batu dan Kabupaten Malang, agar tidak menyuplai barang ke pasar lain selain di PISS.

Menyikapi hal ini, salah satu unsur pimpinan di DPRD Kota Surabaya, Drs. A. Hermas Thony, M.Si., mengatakan jika fenomena sistem distribusi seperti itu terjadi di Surabaya, akhirnya akan ada pengendalian yang sangat kuat oleh para pelaku pasar atas komoditas barang-barang pokok yang secara ‘distribusi’ itu dibuat tersentral.

“Akhirnya ada istilah Oligopoli, yakni keadaan pasar dengan suatu komoditas yang hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan. Dan itu akan terjadi,” ungkapnya, Selasa (28/03/2023).

Pada gambaran potret ini, menurut A.H. Thony (panggilan akrabnya), memberikan suatu gambaran bahwa perekonomian, terutama distribusi barang atau bahan-bahan pokok komoditas pasar itu dikendalikan hanya beberapa segelintir orang saja.

“Bahkan, mengatasnamakan kelompok tertentu tetapi sesungguhnya hanya beberapa orang saja. Sedangkan peran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya seharusnya bisa menyelesaikan ini,” ujarnya.

Oleh karena itu, politisi Partai Gerindra ini menawarkan perlunya Pemkot Surabaya atau PD Pasar Surya membuat sebuah kontrak dengan daerah-daerah dengan melakukan pembinaan kepada para petani.

Selanjutnya, menurut A.H. Thony, para petani ini dikonektivitaskan dengan gudang atau depo-depo yang disiapkan oleh PD Pasar Surya berdasarkan distrik atau wilayah. Semisal untuk Surabaya Utara, Selatan Barat, Timur, dan Tengah.

“Dengan begitu distribusi barang itu lebih merata berdasarkan sesuai kebutuhan dan bisa dikendalikan, baik harga maupun kuantitas ketersediaan pasar,” kata A.H. Thony.

Hanya saja, A.H. Thony melihat Pemkot Surabaya belum sampai memikirkan sejauh itu. Terbukti dengan munculnya beberapa pasar (seperti PISS) yang sebetulnya secara tata ruang tidak memberikan dukungan.

Lebih jauh, A.H. Thony menyatakan, tata ruang pasar itu kan semestinya ditentukan Pemkot Surabaya berdasarkan zonasi-zonasi yang ditetapkan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah). Tapi kemudian ada pihak tertentu yang sengaja mendirikan pasar dengan branding sektor private, kemudian melakukan monopoli Oligopoli komoditas.

“Lha kalau itu yang terjadi, maka sulit bagi pemerintah untuk bisa mengendalikan harga dan jumlah distribusi tersebut. Selain itu, juga tidak ada lagi distribusi,” ucapnya.

“Secara distribusi itu kelihatan normal, tapi ini kan distribusi berdasarkan hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang akan menang. Kita sih inginnya sebuah distribusi yang memberikan pemerataan,” tegas A.H. Thony.

A.H. Thony melihat ada banyak pelaku-pelaku UMKM yang dibentuk Pemkot Surabaya. Kalau sistem (monopoli Oligopoli) ini dilestarikan, maka impossible UMKM-UMKM ini bisa berkembang merata.

Sementara itu, ketika ditanya soal kabar Pemkot Surabaya diminta menertibkan pedagang buah di Pasar Tanjungsari, namun Thony menegaskan, agar tidak melakukan itu. Karena menurutnya di sana sudah ada kegiatan perputaran ekonomi.

“Lha, kalau di situ (Pasar Tanjungsari) tidak diperbolehkan, lalu mereka akan ditempatkan di mana? Kalau dimasukkan ke PISS, ya ini namanya pemkot jadi makelar atau bahasa kerennya diperalat. Akhirnya pemkot akan jadi bagian sistem (monopoli Oligopoli) itu,” beber A.H. Thony.

“Jadi, kalau masuknya pada kawasan itu (PISS) kan berarti secara tidak langsung aparatur pemkot itu memfasilitasi terhadap munculnya sistem monopoli Oligopoli,” pungkas Drs. A. Hermas Thony, M.Si., selaku Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya. (riz)

No More Posts Available.

No more pages to load.