PWI Jatim Gelar Orientasi Kewartawanan dan Keorganiaasian Angkatan VII Tahun 2023

oleh -147 Dilihat
oleh
OKK dibuka Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim

SURABAYA, PETISI.CO – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur menggelar Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK) yang dilaksanakan di Gedung Graha Wartawan A Azis PWI Jatim, Jl. Taman Apsari 15–17 Surabaya, Sabtu (27/5/2023).

Sebanyak 43 wartawan, baik dari kota Sueabaya dan luar Surabaya hadir sebagai peserta dalam acara tersebut. Sementara pada kegiatan OKK kali ini, hadir sebagai narasumber Ketua PWI Jatim Luthfil Hakim, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jatim Machmud Suhermono, M. Sholahudin dari Jawa Pos.

Acara di buka langsung oleh Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim, dalam sambutannya pihaknya menyampaikan, bahwa insan pers merupakan elemen penting dalam kehidupan Bangsa dan Negara. Maka dari itu, menurutnya profesi Wartawan harus dijalani dengan sebuah totalitas, baik dari segi wawasan, kode etik dan jejaring.

Dalam kegiatan tersebut, Luthfil Hakim juga menjelaskan tentang tanggung jawab moral kepada publik terkait dengan pemberitaan, edukasi kepada masyarakat, harus paham secara detail, hukum, HAM, Kebhinekaan dan juga memperjuangkan, melindungi dari berita hoax yang dapat merugikan masyarakat umum dan kehidupan bangsa, serta memahami profesi secara profesional dengan cara meningkatkan skil dan pemahaman.

Selain itu, Ketua PWI Jawa Timur ini mengatakan, bahwa OKK tersebut juga merupakan syarat dan sebagai tahapan untuk wartawan yang ingin menjadi anggota muda PWI. Namun demikian, masih terdapat syarat syarat lain yang harus dilalui menjadi anggota PWI.

“Sesuai Ketentuan PWI pusat, saat ini untuk menjadi anggota muda salah satunya harus mengikuti OKK terlebih dahulu. Tapi OKK ini juga bukanlah satu satunya syarat bisa menjadi anggota PWI, masih ada syarat lain yang harus dilalui,” ujar Luthfil.

Menurut Luthfil, profesi kewartawanan itu tidak mudah, tidak bisa didapatkan dengan tiba-tiba. Selain bisa menulis, banyak proses dan tahapan yang harus dilalui.

“Jadi wartawan itu harus serius dan paham secara detail, tidak bisa paham setengah-setengah. Karena wartawan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap publik dan Undang-undang pers, maka tidak boleh sembarangan, harus serius,” ujarnya.

Seperti halnya minggu kemarin masih berprofesi lain, lanjut Luthfil, kemudian minggu berikutnya tiba-tiba sudah jadi wartawan.

“Dengan hadirnya saudara dalam acara OKK ini sebagai bukti bahwa saudara mendukung PWI. Oleh karenanya, saya meminta keseriusannya harus serius dalam menjalankan profesi sebagai wartawan,” pesan Ketua PWI Jatim.

Selanjutnya, Wakil Ketua bidang Organisasi PWI Machmud Suhermono, menyampaikan, kemajuan teknologi saat ini, diantaranya, informasi dapat diakses dari segala platform media, baik media pers maupun media sosial (non pers) merupakan informasi.

Media Non Pers atau media sosial merupakan produk Informasi yang tanpa melalui proses verifikasi, rawan hoax dan dapat mengandung unsur ujaran kebencian dan lain lain.

Namun berbanding terbalik dengan produk berita dari media pers yang merupakan produk jurnalis, yang tentunya telah diuji keakuratan informasinya melalui proses verifikasi dari berbagai sumber yang berbeda, klarifikasi dengan melakukan check and ricek, dan balance (berimbang) atau cover both side.

“Saya kira itu yang harus dipertahankan di masa sekarang ini,” ujarnya.

Mahmud Suhermono saat memberikan materi

Masih Machmud, terkait penegakan hukum dan penyelesaian kasus bagi wartawan tidak perlu khawatir selama karyanya merupakan produk jurnalis, dan berpegang teguh pada kode etik jurnalis.

“Sudah dilakukan MoU antara Dewan Pers dengan Polri sejak tahun 2012, 2017 dan 2022. Ditambah lagi dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) bersama Kabareskrim Polri di tahun 2022, Surat Edaran Mahkamah Agung tahun 2008, dan Surat Keputusan Bersama (SKB) UU no 19 tahun 2016 tentang ITE terkait Pers oleh Menkominfo, Kapolri dan Jaksa Agung di tahun 2021, itu cukup memberikan perlindungan bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya dan kode etik jurnalis,” jelasnya.

Machmud juga menerangkan, terkait dengan PPRA (Pedoman Pemberitaan Ramah Anak), Regulasi Hukum UU no 40 tahun 1999, pasal 64 no 35 tahun 2014 terkait perlindungan anak, kode etik jurnalistik, pasal 19 no 11 tahun 2012 (SPPA), ancaman hukuman bagi wartawan dan aparat melanggar pasal 19 no 11 tahun 2012 (pasal 97).

“Dalam pasal 5 kode etik jurnalis diatur bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan, menyiarkan Identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Jadi wartawan harus menghindari penyiaran identitas anak anak yang bersentuhan dengan hukum, baik anak sebagai pelaku atau korban, yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia,” jelas Machmud.

Sementara, M. Sholahuddin dari Jawa Pos, menambahkan, terkait penulisan berita. Menurutnya, karena jurnalis bukan cuma hanya sekedar profesi tapi juga pengabdian, dimana berita adalah informasi dan laporan penting (fakta) yang disampaikan melalui media (surat kabar), bertujuan untuk memberikan info yang aktual.

“Yaitu informasi, edukasi, transparansi dan rekreasi, untuk proses berita cari bahan, menulis bahan, menyunting dan menyiarkan. Diantaranya terdapat juga rukun iman berita, penting dan menarik dimana dalam berita tersebut juga ada nilai berita, jika didalam isi berita itu ada mengandung aktual, dampak, kedekatan, konflik, unik dan ketokohan,” terangnya.

Selain itu, Wartawan Senior Jawa Pos tersebut juga menjelaskan terkait dengan human interest, struktur berita, gaya penulisan (jelas, lugas dan mudah, hindari kata rumit, untuk kalimat tidak panjang, kutipan tidak mengulang kalimat tidak langsung, membaca kembali) selanjutnya baca kembali dan sunting (editing, akurasi dan trust). (bah)

No More Posts Available.

No more pages to load.