Rakor SPMB dan Bosda, DPRD Sidoarjo Tekankan Siswa Afirmasi Mendapat Prioritas

oleh -209 Dilihat
oleh

Sidoarjo, petisi.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo, Melalui Komisi D melaksanakan fungsi kontrol sekaligus pengawasan terhadap proses pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025. Harapannya Sistem ini bisa berjalan konsisten dengan tetap mengedepankan prinsip keterbukaan, integritas, merata dan berkeadilan.

“SPMB merupakan nama baru dari sistem sebelumnya yakni Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Meski telah berubah nama, Kita berharap prinsip yang diemban tetap Istiqomah atau konsisten dalam menjalankan keterbukaan, integritas, pemerataan dan memenuhi rasa keadilan bagi semua,” ungkap ketua Komisi D, Moch. Dhamroni Chudlori M.Si, saat membuka rapat koordinasi (rakor) dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di gedung DPRD Sidoarjo, Rabu (14/5/2025).

Ketua Komisi D Moch Dhamroni Chudlori berharap kuota SPMB jalur afirmasi diperbesar hingga 24,5%

Hadir dalam pemaparan rakor antara lain Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Sidoarjo Dr. Tirto Adi M.Pd didampingi sejumlah Kepala Bidang, Ketua Dewan Pendidikan Sidoarjo Abdul Mukhlis dan Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman RI Jatim Agus Muttaqin.

“Saat ini, proses seleksi SPMB yang tengah berjalan adalah jalur afirmasi. Pendaftaran jalur afirmasi telah dimulai terhitung hari ini Rabu tanggal 14 Mei hingga Jum’at 16 Mei 2025. Jika tahun lalu kelompok afirmasi yang diterima 15 persen, tahun ini meningkat 22 persen atau sekitar 2.947 calon murid dari jalur afirmasi termasuk disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),” papar Tirto.

Wakil ketua komisi D Bangun Winarso harapkan bantuan Pemda hadir untuk siswa afirmasi sekolah swasta

Merespon data yang disampaikan itu, Dhamroni menekankan pentingnya sosialisasi agar tiga hari masa pendaftaran jalur afirmasi bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para calon murid dari keluarga miskin .

“Kita lihat tiga hari ke depan, jika yang daftar jalur afirmasi sedikit. Berarti sosialisasinya kurang bisa sampai ke sasaran secara maksimal,” kata Dhamroni.

Anggota komisi D Usman usulkan Dikbud membentuk tim verifikasi Bosda

Pria Kelahiran asli Sidoarjo ini bilang jangan sampai ada siswa yang benar-benar dari keluarga miskin justru tidak diterima di sekolah negeri. Seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya.

“Kita berharap siswa keluarga miskin mendapat prioritas di jalur afirmasi. Sehingga tidak ada lagi yang mengadu ke DPRD seperti tahun lalu, yang ternyata masih ada siswa betul-betul dari keluarga tidak punya, diketahui tidak bisa tertampung di SMP Negeri. Ini kan miris,” tutur Dhamroni.

Rakor Komisi D DPRD Sidoarjo dengan OPD terkait SPMB dan Bosda

Sementara sisi lain, Ia berpendapat kuota pendidikan yang diberikan untuk anak-anak dari kalangan keluarga miskin sebesar 22 persen dirasakan kurang cukup. Harusnya tercover lebih besar dibandingkan jalur lain, mengingat calon murid baru dari kelompok afirmasi jumlahnya sangat banyak di Sidoarjo.

“Tadi Pak Tirto menyampaikan data SPMB dari 46 SMP Negeri di Sidoarjo ditambah 11 SMP swasta daya tampungnya 13.399 siswa baru dengan 2.947 diantaranya untuk afirmasi. Calon murid afirmasi di Sidoarjo, saya yakin jumlahnya lebih dari itu. Seharusnya kuota afirmasi dinaikan menjadi 24,5 persen,” terangnya.

Dhamroni menawarkan alternatif kuota yang bisa digunakan untuk kelompok afirmasi dari jalur lain. Seperti mutasi, jika minim peminat dan tidak terisi bisa dimasukan calon murid dari afirmasi.

“Jalur mutasi 3 persen jika sepi peminat atau tidak terisi bisa langsung di alokasikan ke jalur afirmasi. Ini sudah diatur dan di jelaskan di aturan Permen dikbudasmen,” tuturnya.

Ia juga menggarisbawahi data Dinas Pendidikan Sidoarjo mencatat total ada  3.671 calon murid pra sejahtera. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.947 siswa diproyeksikan masuk jalur afirmasi. Sedangkan sisanya 724 siswa keluarga terancam tidak mendapat kuota masuk jalur afirmasi. Hal seperti ini, harus cepat diantisipasi dengan dicarikan solusi yang tepat.

“Jangan hanya karena gara-gara tidak diterima di sekolah negeri akhirnya tidak melanjutkan studi. Anak tidak sekolah (ATS) ini jangan sampai terjadi. Jika sudah pegang data 724 calon murid dari keluarga miskin tidak masuk cover jalur afirmasi. Harus segera ada solusi. Kalaupun masuk SMP swasta, harus dengan catatan ada kebijakan khusus, terkait biaya. Jangan sampai membebani,” imbuh politisi senior asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Mempertegas masukan itu, Wakil Ketua Komisi D, Bangun Winarso mengatakan siswa dari keluarga yang ekonominya kurang mampu dan tidak berhasil masuk SMPN Sidoarjo, harus ada bantuan biaya sekolah dari pemerintah daerah jika akhirnya pilihan pendidikan jatuh pada SMP swasta.

“Pasal 51 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, meminta upaya Pemda membebaskan biaya pendidikan bagi calon murid dari keluarga kurang mampu. PP Ini mengamanatkan supaya siswa miskin tetap bisa melanjutkan pendidikan, meski akhirnya bersekolah di SMP swasta yang membuka jalur afirmasi,” tegasnya.

Berdasarkan data dikbud yang disampaikan ke DPRD, Ada sebanyak 11 SMP swasta di Sidoarjo yang berpartisipasi secara online dalam pelaksanaan SPMB 2025. Dari jumlah tersebut, 10 SMP swasta diantaranya membuka jalur afirmasi dan 8 membuka jalur domisili.

“Data yang disampaikan Dikbud Sidoarjo, SPMB 2025 dilaksanakan di 46 SMPN dan 11 SMP Swasta. Sementara data calon siswa miskin ada sekitar 3.671. Dari jumlah ini, sebanyak 2.947 yang masuk jalur afirmasi SMP Negeri dan swasta tadi,” kata dia.

Maka, lanjutnya, ada selisih 724 anak didik dari keluarga kurang mampu yang akhirnya harus masuk sekolah swasta di luar jalur afirmasi. Sehingga Pemda harus hadir membantu biaya pendidikan mereka.

“Solusinya, afirmasi pendidikan melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) sangat tepat bagi anak-anak kelompok marginal yang secara ekonomi kurang mampu,” ucapnya.

Dengan demikian, diharapkan mereka tetap mendapat ruang akses pendidikan sebagai wujud prioritas. Afirmasi Bosda menjadi tepat sasaran jika digunakan untuk membiayai siswa kurang mampu meski bersekolah di swasta hingga tamat tanpa dipungut biaya.

“Termasuk untuk biaya seragam, Pemda sudah menganggarkan buat murid-murid kurang mampu ini. Anggaran seragam gratis tahun ini untuk anak sekolah kurang mampu sekitar Rp. 3,2 miliar,” terang politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Lebih jauh, Ia meminta agar Dinas Pendidikan tidak salah dalam menakar Bosda sesuai dengan tingkat kebutuhan sasaran. Harapannya sekolah yang besar tidak semakin besar dan kaya. Sedangkan sekolah yang miskin justru makin terpuruk.

“Intinya Kita sepakat bersama yang ada di ruangan ini bahwa Bosda semata tidak distributif namun komutatif. Untuk sekolah besar yang sudah profit akan dikaji ulang besaran penerimaan Bosda. Demi memenuhi rasa keadilan, sekolah kecil yang tidak dapat Bosda, akan diusulkan. Ini tentu harus didukung data-data yang akurat,” ujarnya.

Memperkuat alasan itu, anggota Komisi D, Usman M.Kes menyampaikan kritik kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dalam menentukan Bosda di tiap Sekolah yang belum sepenuhnya memberikan rasa keadilan. Sehingga ada sekolah yang tidak mendapat Bosda terpaksa menarik biaya ijazah kepada murid dari keluarga tidak mampu.

“Saya sering menggunakan uang pribadi untuk menolong para siswa tidak mampu ini dalam mengambil atau menebus ijazah dan keperluan lainnya di sekolah. Termasuk juga terkait perbaikan sekolah yang rusak, mereka menunggu begitu lama bantuan lantaran tidak mendapat Bosda,” ulas Usman.

Ia berharap Dinas Pendidikan lebih berani mengambil sikap dalam memilih serta memilah sekolah mana yang berhak mendapat Bosda lebih banyak. Keputusan yang diambil itu tentunya didasari pada penghitungan cermat dengan mempertimbangkan semua aspek.

“Adil itu memang tidak harus sama. Jika ada sekolah swasta yang memiliki nama besar, apakah pantas dapat Bosda lebih banyak. Sementara sekolah yang muridnya sedikit, Bosda-nya juga kecil.  justru jika diteruskan bisa mematikan sekolah kecil,” tandas politisi asal PKB ini.

Usman mengusulkan Dinas Pendidikan menyiapkan dana taktis yang diambilkan dari alokasi Bosda untuk keperluan yang bersifat memberi rasa keadilan bagi semua pihak yang memang membutuhkan.

“Seperti dialami SMPN 2 Sedati yang mendapat surat dari kepala desa buncitan untuk membongkar jembatan sekolah demi normalisasi saluran sungai. Otomatis sekolah bingung, karena tidak ada dana untuk perbaikan jembatan. Demikian pula guru-guru di daerah terpencil yang berjuang mengajar, tidak ada salahnya jika diberikan uang transport diambilkan dari dana taktis Bosda, ” urai Usman penuh harap.

Ke depan, ia mengusulkan Dinas pendidikan membentuk tim verifikasi yang bertugas menilai dan menentukan sekolah layak mendapatkan Bosda atau tidak.

“Tim verifikasi ini bisa beranggotakan dari Dikbud, dewan pendidikan atau jika memungkinkan dewan melakukan peran pengawasan agar dana Bosda tidak salah sasaran. Sehingga prioritas bagi siswa afirmasi maupun sekolah rusak bisa dapat dana Bosda,” pungkasnya. (luk/adv)

No More Posts Available.

No more pages to load.