Angka Stunting Desa Panti Tertinggi di Jember, UNEJ Sarankan Rubah Pola Pikir 

oleh -388 Dilihat
oleh
Ketua Tim Peneliti UMEJ, Asrumi Agustina Dewi setiyani

JEMBER, PETISI.CO – Perubahan Pola Pikir diusulkan sebagai upaya dalam mengatasi tingginya angka stunting Desa/Kecamatan Panti. Berdasarkan data yang ada, angka stunting di Desa Panti  Paling Tinggi se Kabupaten Jember.

Fakta itu terungkap saat Universitas Jember (UNEJ)  mengadakan Focus Group Discussion (FGD)  hasil Riset dan penelitian resolusi Pencegahan stunting.Terkait tingginya angka gizi buruk ibu hamil di Kecamatan Panti. Kamis (16/12/2021) siang.

Acara tersebut dilaksanakan di Balai Desa Panti diikuti oleh puluhan kader posyandu, Penggerak PKK Desa panti, Kepala Dinas DP3AKB Kabupaten Jember  Drs Supri Handoko.MM.

Menurut Ketua Tim Peneliti Unej, Asrumi Agustina Dewi Setiyani, pada tahun 2021 angka stunting di Kabupaten Jember sebesar 29,55%, lebih tinggi dari batas normalnya 20 %. Tetapi angkanya fluktuatif, menunjukkan pola penanganannya yang tidak efektif.

“Tingginya angka stunting itu sebenarnya ada di pola pikir masyarakat sendiri,” jelasnya.

Asrumi Agustina Dewi setiyani  yang juga  dosen Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember itu, untuk menanggulangi permasalahan stunting masyarakat harus merubah pola pikirnya, pola makannya, pola pikir anak dan ibu hamil, yang dapat dilakukan dengan pendekatan linguistik.

“Menggunakan istilah gizi, itu kan kedengarannya keren, tetapi masyarakat tidak mudeng (paham), mereka mengertinya ya bayem, tempe, karenanya tidak memenuhi gizi mereka, karenanya diganti saja dengan istilah amis – amis, kalau sudah amis – amis, pasti berprotein,” ujarnya.

Hubungan pendidikan dan stunting, menurut Asrumi tidak berkorelasi positif, karena ditemukan data bahwa yang terkena stunting bukan berpendidikan rendah, melainkan mereka yang berpendidikan SMP dan SMA.

“Ya memang hubungannya dengan pekerjaan, tetapi bebannya berat, jika dalam rumah tangganya harus menanggung banyak anggota keluarga, sehingga pendapatannya tidak mencukupi,” jelasnya.

Anak  juga dianggap sebagai titipan, kata Asrumi bukan sebagai kekayaan, sehingga asal saja memperlakukan anak.

“Sehingga tidak ada upaya perbaikan pemenuhan nutrisinya,” imbuhnya.

Karenanya, hasil risetnya, kata Asrumi diharapkan menjadi masukan bagi pemangku kebijakan untuk merubah terlebih dahulu esensi yang mendasar, sehingga sosialisasi dan penanganan yang akan dilakukan dapat kena sasaran.

“Di samping juga ada kendala budaya, misalnya orang hamil, orang menyusui tidak boleh makan ikan, karena air susunya bisa jadi amis. ya gak apa – apa asal bisa jadi memenuhi nutrisi,” katanya.

Budaya itu menjadi kontra produktif dengan penanggulangan stunting. Asrumi mencontohkan budaya yang berkembang, anak tidak boleh makan telor, makan ikan, karena bisa gatal-gatal.

“Ya malah kontraproduktif dengan program penanggulangan stunting,” tegasnya.

Solusinya, jika memang terjadi gatal-gatal,  kata Asrumi dapat ditanggulangi dengan minum obat-obatan tradisional.

“Minum kunir, kencur, atau jamu herbal lainnya, bisa juga buat mandi,” jelasnya.

Jika anak selera makannya turun, Asrumi menyarankan agar menggunakan bubur yang bisa membuat gemuk anak.

“Jika kurang vitamin juga ada, bisa diberikan vitamin agar selera makannya tumbuh,” katanya.

Demikian juga, terkait dengan pernikahan dini, Asrumi juga menekankan pentingnya perubahan pola pikir, bahwa untuk menikah juga harus umurnya cukup, bekerja dulu.

“Untuk itu diperlukan penyuluhan agar terjadi perubahan pola pikir,” ujarnya.

Pola pikir itu, menurut Asrumi termasuk tidak meracuni sungai, karena sungai menjadi sumber protein, bisa piara ikan lele, ayam dan sumber protein lainnya.

“Sehingga sumber protein dapat dipenuhi sendiri, dengan tidak selalu berharap adanya bantuan,” tandasnya.

Staf DP3AKB Hendro  menjelaskan bahwa terkait bantuan kepada keluarga stunting,  berikan selama kurun waktu 3 bulan.

“Bentuk bantuannya adalah pemberian sembako, susu, telor, beras,  yang pada prinsipnya untuk pemenuhan gizi buat ibu hamil, agar ibu dan bayi yang dilahirkan menjadi sehat dan normal,” jelas Hendro.

Dalam sambutanya, Kepala Dinas DP3AKB Drs Supri Handoko menyampaikan bahwa terkait penelitian Universitas Jember,  akan ditindak lanjuti sebagai rujukan Pemerintah Kabupaten Jember.

“Untuk tindak lanjut, DP3AKB  akan mengandeng Dinkes, dan kemenag untuk memberikan pelatihan kepada  tim pendamping yang sudah dibina oleh tim peneliti dari Unej, kita berharap program ini bisa berkelanjutan,” ujarnya.

Sedangkan menurut Hani Rasni, salah satu dosen Ilmu Keperawatan Unej, yang  juga salah satu peneliti tim FGD,  mengemukakan bahwa pihaknya juga sudah melakukan pelatihan kepada kader posyandu di beberapa kecamatan se Kabupaten Jember.

Di penghujung acara, Kepala Desa  Panti Suroso  berharapap  upaya yang sudah dilakukan  tim peneliti UNEJ di desanya dapat membantu menurunkan  angka stunting di desa panti.

“Kami ucapkan terima kasih atas bantuan bapak ibu, semoga semua upaya yang dilakukan dapat membantu kami dalam mengatasi penurunan angka stunting,” pungkasnya. (mmt)

No More Posts Available.

No more pages to load.