Dekan FKM Unej: Kawasan Tanpa Rokok Wajib Diterapkan di Kampus

oleh -380 Dilihat
oleh
Dr. Farida Wahyu Ningtyias, SKM.,M.Kes, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember menyerahkan sertifikat

JEMBER, PETISI.CO – Kawasan Tanpa Rokok (KTR) wajib diterapkan di lingkungan kampus Universitas Jember (UNEJ). Demikian disampaikan Dr. Farida Wahyu Ningtyias, SKM.,M.Kes, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember (Unej) dalam sambutannya di Seminar Nasional dengan tajuk “Optimalisasi Penerapan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok: Kepatuhan dan Tantangan” di Aula Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, Selasa (12/12/2023).

Dr. Farida Wahyu Ningtyias, SKM.,M.Kes, mengatakan, para Peneliti di FKM Universitas Jember memotret implementasi penerapan Perbup 87 tahun 2021.

dr. Koeshar Yudyaryo, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jember

“Jauh sebelum Perbub ini ada, FKM UNEJ sudah menjadi kawasan tanpa rokok sejak tahun 2013 dan merupakan tantangan tersendiri bagaimana perokok itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat serta menjadi kebiasaan tendik dan dosen di lingkungan FKM. Dimana selama 8 jam di tempat kerja meminta mereka untuk tidak merokok di kawasan kampus,” katanya.

Menurutnya, dengan adanya seminar ini, para pemateri akan menyajikan hasil penelitiannya sehingga dapat diketahui tantangan dan hambatannya, dari hal tersebut tentunya akan menghasilkan solusi bagaimana menerapkan kawasan tanpa rokok.

Foto bersama setelah acara

“Apa yang menjadi hasil seminar nasional ini dapat bermanfaat dan bisa menciptakan KTR-KTR baru, dan Perbup bisa diiplementasikan dengan baik, tidak sebatas wacana saja, tapi masih ada yang belum mematuhinya,” harapnya.

Sementara tingkat kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 57.000 orang setiap tahunnya dan 4.000.000 kematian di dunia setiap tahunnya. Pada Tahun 2030 diperkirakan tingkat kematian di dunia akibat konsumsi tembakau akan mencapai 10.000 orang tiap tahunnya, sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Hal tersebut diungkap Taufan Asrisyah Ode, S.KM., M.Kes. dosen FKM Universitas Jember kala memaparkan, Data Riskesdas 2013 dan 2018 tentang prevalensi merokok pada penduduk umur 10 tahun ke atas mengalami penurunan dari 29,3% menjadi 28,8%.

Namun begitu, penduduk usia remaja 10-18 tahun yang merokok meningkat dari 7,2% menjadi 9,1%, Dan Data Riskesdas 2013 dan 2018 untuk Jawa Timur pada penduduk umur 10 tahun ke atas mengalami peningkatan yaitu 28,1% menjadi 28,9% sedangkan Jember menjadi kabupaten peringkat kelima untuk kategori perokok setiap hari pada penduduk ≥10 tahun yaitu 27,88%.

“Faktanya sendiri Jember menjadi penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur. Tahun 2015 produksinya mencapai 18.511 ton. Bahkan mencapai 31.284 ton pada tahun 2012 (BPS Jawa Timur, 2020) Rata-rata produksi potongan tembakau di kota ini menyentuh angka 600 juta per tahunnya. Tercatat, pada tahun 2017 Jember mengeskpor tembakau cerutu senilai Rp 1,5 triliun, Tembakau sebagai trademark Kabupaten Jember, yakni “Kota Tembakau”,” paparnya.

Dirinya menyebut, persoalan ini merupakan tantangan yaitu secara sosial ekonomi masyarakat yang mayoritas sangat bergantung pada komoditas tembakau, Secara historis dan filosofis, Jember sangat erat terikat secara kultur dengan tembakau.

Perlu dilakukan sebuah penelitian yang komprehensif sebagai dasar evaluasi implementasi Perbup Nomor 87 tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Jember dan juga sebagai gerakan advokasi, negosiasi dan mobilisasi yang terstruktur dan ilmiah dalam menginisiasi lahirnya Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Jember.

Sementara itu, dr. Koeshar Yudyaryo, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jember ditemui usai kegiatan seminar tersebut mengatakan, Dinas Kesehatan merupakan leading sector untuk penerapan Kawasan Tanpa Rokok ini, tentunya skala prioritas yaitu sector Kesehatan seperti Rumah Sakit dan Puskemsas, lalu di sector pendidikan seperti di sekolah.

“Jadi kalo Puskesmas, insya Allah 100% telah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok, dan Dinas Pendidikan seperti sekolah-sekolah semuanya telah menerapkannya, semuanya butuh waktu, butuh pengawasan untuk bisa menerapkan, hanya saja untuk kepatuhan hanya 20%, memang beda antara puskesmas dan sekolah penerapan ini, itu karena Sekolah tertutup lebih mudah bagi meraka untuk menerapkannya, namun untuk rumah sakit dan Puskesmas mereka terbuka dari pengunjung dari pasien, sehingga dalam penerapan ini angka kepatuhan lebih kecil,” katanya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, perlu adanya tindakan yang lebih intensif untuk menjadikan kawasan tanpa rokok, persentasenya akan meningkat jika ditambahkan petugas yang senantiasa selalu mengingatkan, sehingga memerlukan waktu untuk menyeseuaikan kawasan tanpa rokok ini.

“Bentuk sosialisasi untuk eksternal, puskesma malakukan penyuluhan terutama di Sekolah dan pesantren dikaitkan dengan penyuluhan reproduksi dan bahaya merokok serta masalah Kesehatan lainnya,” jelasnya.

Dalam Seminar Nasional ini, Nurul Ulya Luthfiyana, S.ST., M.KM. Ketua Panitia mengatakan, hadir sebagai pemateri dr. Koeshar Yudyaryo, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, menjelaskan tentang Implementasi Perbup Nomor 87 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Taufan Asrisyah Ode, S.KM., M.Kes., Dosen FKM UNEJ menjelaskan tentang Evaluasi Implementasi Perbup Nomor 87 Tahun 2021 tentang KTR di Kabupaten Jember: Kepatuhan dan Tantangan.

Kemudian hadir Hibryd pemateri Dr. Abdillah Ahsan, SE., ME., Dosen FEB Universitas Indonesia menjelaskan tentang Regulasi dan kebijakan kawasan Tanpa Rokok di Indonesia, sebagai moderator Dr. Dewi Rokhmah, S.KM., M. Kes. Dosen FKM Universitas Jember. (cah/is)

No More Posts Available.

No more pages to load.