Demi Kelestarian Cagar Budaya, DPRD Surabaya Dorong Perda Baru Pemasangan Reklame

oleh -131 Dilihat
oleh
Komisi A DPRD Surabaya ketika pembahasan Raperda Reklame

SURABAYA, PETISI.CO – Komisi A DPRD Kota Surabaya melakukan pembahasan Raperda Reklame sebagai penyempurna dari Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame.

Pansus yang mengundang Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) ini terkait dengan diperbolehkan atau tidak kawasan cagar budaya dipasang reklame. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian cagar budaya dan juga keindahan kota Surabaya.

Tim Ahli Cagar Budaya ketika di Komisi A DPRD Surabaya

Arif Fathoni, S.H., selaku Ketua Pansus Raperda Reklame menyatakan, bahwa Kota Surabaya masih banyak bangunan atau kawasan cagar budaya yang harus dilestarikan. Menurutnya, masyarakat Surabaya berhak menikmati cagar budaya secara utuh. Dengan perda yang baru nantinya diharapkan pemasangan reklame akan diklasifikasikan berdasarkan tempat atau kawasan, agar tidak sembarangan memasang reklame.

“Jadi ada rekomendasi dari TACB terkait kawasan yang diperbolehkan maupun tidak, karena merupakan kawasan cagar budaya. Seperti kawasan Tunjungan dan Tugu Pahlawan yang masuk dalam kriteria utama cagar budaya, sehingga tidak boleh ada papan reklame,” katanya, Selasa (28/02/2023).

Politisi Partai Golkar ini mengatakan, rekomendasi TACB tersebut akan menjadi rujukan dalam merampungkan perda yang telah digodok ini. Fathoni mengaku, selama ini memang masih banyak kawasan yang masuk dalam cagar budaya terpasang reklame.

“Tidak semua tidak boleh. Ada klasifikasi cagar budaya yang tadi dijelaskan, yakni pratama, madya, dan utama. Kalaupun ada kawasan yang boleh harus mendukung kawasan itu. Asalkan tidak merusak cagar budaya,” ujarnya.

Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini mengaku, bahwa pansus raperda reklame sudah lima kali melakukan pembahasan. Dengan hadirnya Tim Ahli Cagar Budaya, akan menjawab keraguan masyarakat selama ini terkait pemasangan reklame, yang boleh atau dilarang memasang reklame di kawasan cagar budaya.

Untuk saat ini, Kota Surabaya telah memiliki kawasan cagar budaya sebanyak 22 kawasan, 1 situs cagar budaya dan 266 bangunan cagar budaya.

Fathoni menambahkan, dengan perda baru ini pemkot harus bisa genjot perolehan PAD dari retribusi pemasangan reklame. Juga mencegah kebocoran pajak, karena selama ini ada ribuan titik reklame yang tersebar di Surabaya, namun sumbangan untuk PAD masih minim.

Seperti diketahui, target pajak reklame mencapai Rp 140 miliar. Turun dari tahun lalu yang mencapai Rp 148 miliar, namun capaian yang dihasilkan Rp 128 miliar.

“Namun tidak dipungkiri tahun lalu masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Oleh karena itu di tahun ini pendapatan di sektor reklame harus digenjot, apalagi dengan hadirnya perda baru ini,” tegasnya.

Ditempat yang sama, Retno Hastijanti selaku Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) mengatakan, area yang tidak diperbolehkan untuk pemasangan reklame pada cagar budaya dengan klasifikasi utama. Karena kawasan itu berkaitan dengan peristiwa 10 November maupun kesejarahannya.

Misalnya di jalan Pahlawan, Tunjungan maupun Darmo sebagai kawasan cagar budaya bertipe utama. Sedangkan untuk cagar budaya bertipe madya seperti di Jalan Bubutan maupun Diponegoro.

“Yang boleh untuk pemasangan reklame yakni cagar budaya madya dan pratama,” jelasnya.

Retno mengatakan, dengan melibatkan TACB dalam pembahasan Raperda Reklame, maka nantinya diharapkan tidak menimbulkan polemik ketika ada kawasan cagar budaya yang dipasang reklame. Semua sudah clear, karena ada kajian dan pembahasannya.

“Ini menjadi masukan untuk memperkuat kerangka perda,” ucapnya.

Disamping itu, Prof Johan Silas selaku anggota TACB memberikan masukan kepada pansus Raperda Reklame, agar pemasangan reklame di jalan tidak lebih atau kurang dari 45 derajat. Menurutnya sangat membahayakan pengguna jalan ketika fokus melihat reklame.

“Banyak videotron atau reklame yang tegak lurus jalan. Padahal idealnya harus 45 derajat. Jadi saat ini masih banyak reklame yang membahayakan pengguna jalan. Termasuk reklame yang berjalan menggunakan mobil,” ungkapnya.

Prof Johan Silas sebagai Pakar tata kota itu mengaku, bahwa pemasangan reklame juga tidak lepas dari strategi marketing untuk mendapatkan PAD kota Surabaya, tetapi juga jangan sampai mengabaikan nilai estetikanya.

“Semakin hari reklame semakin bertambah. Dan itu memang harus ditata. Agar keindahan kota ini juga terlihat jelas. Yang penting, jangan merusak estetika kota,” terangnya.

Sementara itu, Maskur selaku Kasi Perundang-undangan Bagian Hukum Pemkot Surabaya menyatakan, selama pemkot Surabaya di dalam pemasangan reklame selalu berkomunikasi dengan tim cagar budaya. Setelah mendapatkan rekomendasi, pihaknya memberikan ijin pemasangan, utamanya bangunan itu menjadi aset pemkot.

“Di kawasan cagar budaya memang ada larangan, kecuali apabila ada rekomendasi dari TACB. Karena mesti dikomunikasikan dulu,” tandasnya. (riz)

No More Posts Available.

No more pages to load.