Dituntut Dua Bulan, Nenek Siti Mendoakan yang Mengkriminalisasi Liang Kuburnya Sempit

oleh -77 Dilihat
oleh
Persidangan yang mengadili nenek. Hj Siti Asiyah di ruang Candra.

SURABAYA, PETISI.COSuasana haru terjadi di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketika seorang nenek, Hj Siti Asiyah (82), terdakwa kasus dugaan pemalsuan akta otentik, mengajukan pembelaan, Kamis (1/10/2020).

Nenek Siti yang dituntut dua bulan penjara itu, meyakini bahwa pintu keadilan masih terbuka di ruang persidangan PN Surabaya. Karenanya nenek Siti memohon majelis hakim diketuai Johanis Hehamony membebaskannya.

Terdakwa juga mendoakan kepada para pihak yang mengkriminalisasi dirinya, agar dipersempit liang kuburnya.

“Semoga para pihak yang mengkriminalisasi saya akan dipersempit liang kuburnya,” kata Hj Siti Asiyah dalam pembelaannya yang dibacakan oleh Penasihat Hukumnya, Sahlan Azwar.

Sebab, masih kata Sahlan, kejaksaan seperti bersemangat untuk memenjarakan kliennya. Dengan stigma jika terdakwa telah memalsukan akta otentik pada saat mengurus kehilangan surat tanahnya.

“Saya sebagai orang yang tidak memliki latar belakang ilmu hukum, saya yakin pintu keadilan di Pengadilan Negeri Surabaya belum tertutup,” tulis nenek Siti yang dibacakan Sahlan.

Terkait pembelaannya untuk kliennya, Sahlan memberikan judul “Dikebiri di Tanah Sendiri”.

Sahlan menyebutkan beberapa dalil, bahwa unsur-unsur dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti dari Kejaksaan Negeri Surabaya, tidak terpenuhi.

“Terdakwa tidak tahu menahu terkait surat-surat tanah baik Ipeda, Eigendom, sertifikat, Letter C, ataupun Petok D. Sepengetahuan terdakwa, dia hanya tahu punya sebidang tanah di Gayungsari,” jelas  Sahlan.

Sahlan menjelaskan, bahwa perkara pidana kliennya tersebut, sebenarnya masih ada sengketa perkara perdata. Sampai saat ini masih dalam tahapan banding di Pengadilan Tinggi Jatim.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 1956, dalam pasal 1 dinyatakan, apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan adanya suatu hal perdata, maka pemeriksaan dapat ditangguhkan.

“Untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkata perdata, tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu,” kata dia.

Terkait dengan surat keterangan kehilangan, Sahlan menerangkan bahwa secara syarat formil, sudah dipenuhi semua oleh terdakwa saat pengurusan.

Akan tetapi, surat keterangan kehilangan yang dikeluarkan oleh Polda Jatim bukanlah sebagai akta otentik.

“Berdasarkan analisis hukum kami, terhadap surat dakwaan dan surat tuntutan, terbukti JPU tidak cermat dan kurang teliti dalam penerapan pasal terhadap terdakwa,” tegas Sahlan.

Di akhir pembelaannya, Sahlan menyampaikan permohonan kepada majelis hakim yang diketuai oleh Johanis Hehamony, agar kiranya menyatakan terdakwa Hj Siti Asiyah dibebaskan dari segala tuntutan hukum sesuai dengan pasal 191 ayat (2) KUHAP.

“Memohon kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar sebagaimana disebutkan dalam dakwaan kedua yaitu pasal 263 ayat (2) KUHP,” kata Sahlan. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.