FGD Permasalahan Tanah Kota Surabaya, Ganyang Mafia Tanah

oleh -575 Dilihat
oleh
Albert Kuhon memandu FGD

SURABAYA, PETISI.CO – Ganyang mafia tanah, demikian yang disampaikan dalam pembahasan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Permasalahan Tanah di Kota Surabaya” yang digelar di Hotel Santika Gubeng, Selasa (21/5/24).

Menghadirkan pembicara Prof Dr Hotman M Siahaan (Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga), Dr Ronsen Pasaribu (mantan Direktur Konflik Badan Pertanahan Nasional), GA Guritno (Direktur PT Gatra Multimedia Utama), serta wartawan senior Surabaya, Lugas Wicaksono dan Jaka Wijaya dengan dipandu Albert Kuhon.

Albert Kuhon, praktisi hukum menjelaskan, FGD tentang mafia tanah diselenggarakan untuk menjawab keresahan akan maraknya persekongkolan jahat sekelompok mafia tanah yang mengangkangi hak pemilik tanah yang sah di wilayah Surabaya.

“Ada indikasi sekelompok ahli hukum dan pemodal yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memperalat warga dan merebut lahan secara licik dari pemiliknya yang sah,” kata Albert membuka FGD.

Lanjut Albert, kelicikan itu mulai dari membuat keterangan palsu melalui kerja sama dengan aparat kelurahan, kemudian menggunakan surat-surat palsu itu ke pengadilan. Hingga merekayasa kasus di pengadilan untuk merampas hak atas tanah dari pemiliknya yang membeli secara sah.

Sementara Profesor Hotman Siahaan menyampaikan, banyak kekerasan agraria yang mengalami kebuntuan di Indonesia. Bentuk kolusi berbagai pihak yang terdiri dari penjahat, pemilik modal perangkat hukum, penguasa, dan pihak lain seringkali bersikukuh menggunakan peraturan hukum yang melahirkan kekerasan agraria.

“Dalam berbagai sengketa, hasil kolusi komplotan mafia tanah sedang mengibarkan pertarungan yang tidak seimbang antara kekuatan hukum dengan kalangan masyarakat atau rakyat yang membeli tanahnya melalui proses yang benar dan dengan itikat baik,” jelas Hotman.

Kemudian wartawan Jawa Pos, Lugas Wicaksono memaparkan penulusuranya selama mendalami kasus-kasus sengketa tanah di Surabaya, banyaknya indikasi mafia tanah memanfaatkan celah hukum dan pencatatan tanah yang masih belum rapi untuk menguasai tanah secara sistematis, rapi, dan terencana.

“Mafia tanah bahkan bisa membuat pemilk tanah yang sah, pembeli beritikad baik, membayar pajak dan bahkan sudah memiliki sertifikat tanah bisa kehilangan haknya hanya karena gugatan orang lain yang mengaku sebagai ahli waris tanah yang memegang petok D. Pemegang petok D bisa menimbulkan ketidakpastian hukum,” ungkap Lugas.

Ronsen Pasaribu mengupas masalah akar permasalahan berupa penguasaan tanah adat. Bukan mustahil penguasaan tanah adat secara sah dilimpahkan kepada pihak lain. Lalu diperjualbelikan secara sah kepada pembeli beritikat baik.

“Mafia tanah adalah komplotan pihak-pihak yang lihai yang bisa saja merampas hak-hak dari pembeli yang beritikad baik. Mafia tanah bisa meminjam kekuasaan aparat pemerintah, termasuk lurah buat menerbitkan dokumen yang diperlukannya. Selain itu komplotan mafiabtanah juga bisa meminjam tangan hakim buat mendapatkan haknya atau merampas hak orang lain,” jelas Pasaribu.

Di akhir FGD, guritno mengulas kecurangan dan perampasan hak dari pemilik yangnsah atau pembeli beritikad baik sering terjadi berbelit-belit dan tidak mudah dilihat.

“Informasi tentang kecurangan itu harus dibuka kepada publik. Sehingga semua pihak bisa melihaf betapa busuknya konspirasi komplotan mafia tanah teraebut,” pungkas Guritno. (cah)

No More Posts Available.

No more pages to load.