Gegara Buat Teguran Tertulis, Direktur RS Mata Undaan Dimejahijaukan

oleh -73 Dilihat
oleh
Suasana sidang yang mengadili Direktur RS Mata Undaan di Pengadilan Negeri Surabaya.

SURABAYA, PETISI.CODirektur RS Mata Undaan Surabaya, dr Sudjarno, tersandung kasus pencemaran nama baik. Gegara, Sudjarno menjatuhkan teguran tertulis kepada dr Lidya Nuradiyanti, bawahannya. Dokter berusia 60 tahun ini, Selasa (19/5/2020), diadili di Pengadilan Negeri Surabaya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Willy dalam dakwaanya menjerat terdakwa dengan pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP.

Kasus ini bermula saat terdakwa memberi sanksi secara tertulis kepada dr Lidya Nuradianti. Pada sanksi tertulisnya, terdakwa menyebut saksi melanggar prosedur kerja dan etika profesi, dalam menangani seorang pasien yang melakukan operasi incisi hordeolum, 29 November 2107 lalu. Dimana operasi tersebut dikeluhkan oleh pasien, karena dilakukan oleh seorang perawat.

“Padahal terdakwa dalam kapasitasnya sebagai Direktur Rumah Sakit Mata Undaan tidak memiliki kewenangan untuk menilai pelaksanaan etik kedokteran, dan menyatakan adanya suatu pelanggaran etika profesi kedokteran,” kata JPU Willy membacakan surat dakwaannya.

JPU Willy juga menyebut tudingan pelanggaran etika profesi tersebut dilakukan secara sepihak, tanpa adanya pembuktian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Surabaya melalui Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).

“Sesuai keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Nomor: 06/MKEK/IDI-SBY/VII/2018 Tanggal 20 Agustus 2018, menetapkan saksi dr Lidya Nuradianti tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik,” terang Willy.

Usai pembacaan dakwaan, tim penasihat hukum terdakwa mengaku tidak mengajukan eksepsi. Majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana menunda persidangan selama dua pekan.

“Karena tidak mengajukan eksepsi, sidang lanjut ke pembuktian. Silahkan penuntut umum menghadirkan saksi saksi pada hari Selasa tanggal 2 Juni,” kata Hakim Cokorda, menutup persidangan.

Terpisah, Soemarso selaku penasihat hukum terdakwa mengatakan, perbuatan terdakwa bukan merupakan pelanggaran hukum.

“Menurut saya ini tindakan administrasi antara pimpinan dan bawahan,” jelasnya usai persidangan.

Terkait surat teguran yang ditudingkan dalam dakwaan jaksa, lanjut Soemarso, telah dicabut jauh sebelum proses hukumnya berlanjut ke pengadilan.

“Surat itu masa berlakunya 6 bulan dan sudah dicabut sejak 2017,” sambung dia.

Sementara rekan Soemarso, Nur Yahya mengatakan, surat teguran yang diberikan ke saksi pelapor telah sesuai dengan prosedur dan bukan kehendak terdakwa.

“Surat teguran itu diberikan berdasarkan keputusan komite medik,” tegas Nur Yahya.

Terkait keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang menyatakan saksi pelapor tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik, kata Nur Yahya, tidak dilakukan secara fair.

“Pasien yang mengeluhkan atas tindakan operasi tidak pernah diperiksa. Ini yang tidak fair, saya akan buktikan itu di persidangan,” tandas Nur Yahya. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.