IKA UINSA Lamongan Sayangkan Penetapan Tersangka Imam Nahrowi

oleh -52 Dilihat
oleh
Mahrus Ali (paling kiri), Sekretaris IKA UINSA Lamongan

LAMONGAN, PETISI.CO – Kesan terburu-buru atau seperti dipaksakan, atas penetapan tersangka kepada eks Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi, diungkap Sekretaris IKA UINSA (Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) Surabaya, Lamongan Mahrus Ali, dalam pers rillis sikap IKA UINSA, Sabtu (21/9/19) di Cafe Barata 73.

Seperti kita ketahui, Imam Nahrowi dituding korupsi dana hibah dari Kemenpora ke KONI sebesar Rp 26,5 miliar tahun anggaran 2018, namun jangan lupa dengan kasus kasus lain yang terbengkalai.

Banyak kasus besar yang mengendap di KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), mulai dari kasus korupsi BLBI, Century, Simulator SIM. “Kasus-kasus tersebut, hingga saat ini belum tahu kejelasannya,” ujarnya.

Nurul Faizin anggota IKA UINSA Lamongan

Lebih lanjut Mahrus mengungkapkan, seperti salah satu tokoh reformasi 98, Amien Rais yang juga diduga menerima aliran dana terkait korupsi kasus Alat Kesehatan, serta kita ketahui penyidik KPK juga telah menetapkan tersangka terhadap mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino sebagai tersangka dugaan korupsi.

Hampir 2,5 tahun, namun belum muncul kemajuan pada penyidikan.

Bahkan penyidik KPK tidak melakukan upaya penahanan terhadap RJ Lino, yang diduga terlibat korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) oleh PT Pelindo II pada 2010. Lino terindikasi menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.

Pengadaan QCC tahun 2010 diadakan di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC itu sekitar senilai Rp 100 miliar.

“Sama halnya, KPK juga belum menahan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) yang telah ditetapkan tersangka sejak Januari 2017,” ujar Faizin yang juga Sekretari DPC PERADIN Lamongan.

Emirsyah juga diduga menerima suap terkait pengadaan mesin Rolls-royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. Nilai suap itu lebih dari Rp 20 miliar, dalam bentuk uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia, kembali lagi kasus kasus besar itu tidak ada tingkat kemajuan yang berarti.

“Bagaimana tidak terkesan terburu-buru, kami menduga ini ada skenario besar di belakang ini semua agar tidak terkuak. Sedangkan kita ketahui bagaimana kasus-kasus besar tersebut di atas masih mandeg alias menguap tidak jelas ke mana arah eksekusinya,” tambahnya lagi.

“Sikap kami jelas tetap mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia, akan tetapi jangan tebang pilih dalam mengungkap kasus korupsi yang sudah menggurita di segala lini birokrasi Indonesia,” tandasnya.(ak)