Korupsi Hakim, Menggugat Keberlanjutan Negara Hukum dan Tantangan Hukum Pidana Islam dalam Menghadapinya

oleh -183 Dilihat
oleh
R Arif Mulyohadi, Dosen Ilmu Hukum, Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil Bangkalan, Wakil Ketua Orda ICMI Bangkalan

KORUPSI HAKIM adalah salah satu masalah paling kritis yang dapat mengguncang kestabilan negara hukum. Keberadaan negara hukum, yang sejatinya diharapkan mampu memberikan keadilan yang setara bagi seluruh rakyat, bisa hancur jika salah satu pilar terpentingnya, yaitu lembaga peradilan, terlibat dalam praktik korupsi.

Hakim, sebagai bagian dari lembaga peradilan, memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam menjaga independensi dan objektivitas. Namun, ketika mereka terjerumus ke dalam dunia korupsi, maka nilai keadilan yang mereka emban akan tergoyahkan. Artikel ini akan membahas bagaimana korupsi hakim dapat mengancam negara hukum, dan bagaimana Hukum Pidana Islam menawarkan solusi yang lebih kuat dan tegas untuk menghadapinya.

Korupsi Hakim dan Ancaman Terhadap Negara Hukum

Korupsi hakim sering kali menjadi momok yang sangat merugikan bagi keberlanjutan negara hukum. Negara hukum didirikan dengan prinsip keadilan sebagai landasan utamanya, di mana semua individu harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Hakim yang terlibat dalam korupsi merusak prinsip dasar ini dengan memberikan vonis yang tidak adil, yang dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, uang, atau kekuasaan.

Ketika hakim menerima suap atau bertindak dengan bias, maka keputusan hukum yang mereka ambil bukan lagi berdasarkan kebenaran atau bukti yang ada, tetapi berdasarkan imbalan yang mereka terima. Dampaknya sangat besar, karena keadilan yang seharusnya diperoleh melalui proses hukum yang sah, malah bergantung pada siapa yang bisa membayar lebih.

Praktik korupsi ini juga dapat memperburuk ketimpangan sosial. Dalam banyak kasus, pihak yang lebih berkuasa atau lebih kaya dapat “membeli” keputusan hakim yang menguntungkan mereka. Sementara itu, mereka yang tidak memiliki kekuasaan atau sumber daya akan terus terpinggirkan dalam sistem peradilan yang tidak adil. Fenomena ini menciptakan jurang ketidaksetaraan yang semakin lebar antara mereka yang berada di atas dan mereka yang berada di bawah dalam struktur sosial. Keadilan yang diharapkan dari sistem hukum justru berubah menjadi sistem yang memperkuat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi.

Selain itu, korupsi hakim merusak integritas lembaga peradilan itu sendiri. Lembaga peradilan yang seharusnya menjadi tempat untuk menegakkan keadilan, malah dipandang sebagai tempat yang bisa dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Kepercayaan publik terhadap sistem peradilan akan terkikis, dan orang-orang mulai kehilangan keyakinan bahwa keputusan hukum bisa dijalankan dengan adil dan objektif. Akibatnya, kepercayaan terhadap negara hukum pun akan luntur, yang pada gilirannya mengancam stabilitas sosial dan politik suatu negara.

Hukum Pidana Islam: Pendekatan yang Tegas dalam Menghadapi Korupsi Hakim

Hukum Pidana Islam menawarkan pendekatan yang lebih tegas dan berbasis moral dalam menangani korupsi, termasuk korupsi hakim. Dalam Hukum Pidana Islam, prinsip al-‘adalah (keadilan) sangat dijunjung tinggi, yang mewajibkan setiap individu, termasuk hakim, untuk bertindak dengan integritas dan objektivitas. Ketika seorang hakim terlibat dalam korupsi, maka ia bukan hanya melanggar hukum positif negara, tetapi juga melanggar prinsip moral dan etika yang sangat dipegang oleh agama.

Hukum Pidana Islam menetapkan hukuman yang jelas dan tegas terhadap pelaku korupsi. Dalam Islam, korupsi dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela, dan mereka yang terlibat dalam praktik ini dapat dikenakan hukuman hadd atau ta’zir. Hadd adalah hukuman yang sudah ditetapkan oleh syariat untuk pelanggaran tertentu, seperti pencurian dan penipuan besar, sementara ta’zir adalah hukuman yang ditentukan oleh hakim berdasarkan pertimbangan maslahat umat. Dalam hal korupsi hakim, penerapan ta’zir dapat memberikan hukuman yang proporsional dengan beratnya tindakan yang dilakukan.

Penerapan sanksi ini diharapkan tidak hanya berfungsi untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memberikan efek jera yang kuat, sehingga mencegah terulangnya praktik serupa. Junaidy (2022) menjelaskan bahwa penerapan Hukum Pidana Islam dalam konteks korupsi hakim memberikan dua dimensi hukum, yaitu dimensi legal dan moral. Hukum Pidana Islam tidak hanya berfokus pada aspek legalitas dari suatu tindakan, tetapi juga memperhatikan dampak moralnya terhadap masyarakat. Oleh karena itu, Hukum Pidana Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif dalam menangani korupsi hakim.

Penguatan Pengawasan dan Transparansi dalam Sistem Peradilan

Selain penerapan Hukum Pidana Islam, solusi lain yang dapat mengurangi korupsi hakim adalah dengan memperkuat pengawasan dalam sistem peradilan. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung harus diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengawasi hakim, memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam praktik-praktik korupsi. Pengawasan ini tidak hanya mencakup pemantauan terhadap kinerja hakim dalam membuat keputusan hukum, tetapi juga terhadap integritas pribadi mereka.

Pengawasan eksternal yang melibatkan masyarakat juga sangat penting untuk menciptakan transparansi dalam sistem peradilan. Dalam Islam, prinsip hisbah mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi dan menegakkan keadilan. Implementasi prinsip hisbah dalam konteks peradilan akan membuat masyarakat lebih aktif dalam memastikan bahwa hakim dan lembaga peradilan beroperasi sesuai dengan standar etika dan hukum yang tinggi. Pengawasan sosial ini dapat membantu memperkuat transparansi dan akuntabilitas sistem peradilan, serta memastikan bahwa hakim tetap berpegang teguh pada integritas dan keadilan.

Rudiyansah (2024) juga menggarisbawahi pentingnya penguatan lembaga pengawas dalam menanggulangi korupsi hakim. Selain memberikan peran yang lebih besar kepada lembaga seperti Komisi Yudisial, penguatan pengawasan harus disertai dengan pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh hakim. Langkah ini penting untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih bersih dan lebih dipercaya oleh masyarakat.

Tantangan dalam Penerapan Hukum Pidana Islam di Negara Hukum Modern

Namun, penerapan Hukum Pidana Islam dalam menanggulangi korupsi hakim juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah kesulitan dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip syariah dengan sistem hukum negara yang sudah ada, terutama di negara-negara yang menganut sistem hukum positif. Pengadopsian prinsip-prinsip Hukum Pidana Islam dalam penegakan hukum di negara-negara dengan sistem hukum sekuler memerlukan adaptasi dan kompromi yang matang.

Di samping itu, perbedaan pemahaman dan interpretasi terhadap Hukum Pidana Islam juga dapat menjadi tantangan. Tidak semua masyarakat atau aparat hukum memiliki pemahaman yang sama tentang bagaimana prinsip-prinsip syariah dapat diterapkan dalam konteks modern.

Oleh karena itu, edukasi yang lebih luas tentang prinsip keadilan dalam Islam, serta penguatan lembaga-lembaga pengawasan, sangat penting untuk memastikan bahwa sistem peradilan berjalan dengan efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang diajarkan oleh agama.

Korupsi hakim adalah ancaman serius terhadap keberlanjutan negara hukum. Selain merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan, korupsi hakim juga merusak integritas lembaga peradilan dan memperburuk ketidaksetaraan sosial. Dalam menghadapi tantangan ini, penerapan Hukum Pidana Islam yang menekankan keadilan moral, sanksi yang tegas, dan pengawasan yang ketat terhadap hakim dapat menjadi solusi yang efektif.

Penerapan prinsip-prinsip syariah dalam sistem peradilan, yang didukung dengan penguatan lembaga pengawas dan pendidikan etika, akan membantu menciptakan sistem peradilan yang bersih, adil, dan transparan. Dengan demikian, negara hukum dapat berfungsi dengan optimal dan menciptakan keadilan yang sejati bagi seluruh masyarakat. (*)

*penulis adalah: R. Arif Mulyohadi, Dosen Prodi Hukum Pidana Islam, Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil Bangkalan dan Anggota ICMI Jawa Timur