Miris, Sekeluarga Warga Gubeng Terlantar, Imam Syafi’i: Negara Harus Hadir

oleh -159 Dilihat
oleh
Rozi dan Ayu bersama dua anaknya saat didatangi oleh Imam Syafi'i, Anggota DPRD Surabaya

SURABAYA, PETISI.CO – Pasangan Suami Istris (Pasutri)  Rozi (23) dan Ayu (20), bersama dua putra-putrinya Dava (2) serta Diva (3), tinggal di jalan Gubeng Kertajaya V-D/16a Kelurahan Airlangga, sama tidak menyangka kalau akan kedatangan tamu istimewa.

Pasalnya, rumahnya tiba-tiba didatangi Imam Syafi’i anggota DPRD Surabaya yang didampingi juga oleh Tina, koordinator KSH (Kader Surabaya Hebat).

Ekspresi haru tampak terpancarkan  dari pasutri ini saat Imam Syafi’i didampingi Tina yang tiba-tiba mendatangi rumah tak layak huni yang selama 4,5 tahun tak dialiri listrik.

Menurut informasi warga sekitar, rumah yang ditinggali ini nampak kurang layak. Apalagi dalam keadaan gelap, tanpa kipas  angin, tanpa televisi, atau alat elektronik lain. Sehingga ketika semua rumah sudah menanak nasi dengan listrik, namun keluarga ini masih menggunakan dandang di atas kompor.

“Kalau sudah malam, kita pakai senter. Kadang lilin. Pernah juga pakai lampu ublik, tapi sekarang sudah rusak,” ungkap Ayu yang mempunyai nama lengkap Ayu Aura Alfasyah Listiana ketika menceritakan kisah pilunya kepada Imam Syafi’i dan Tina koordinator KSH.

Selain tak teraliri listrik, rumah pasangan muda itu juga tak dilengkapi  aliran air PDAM. Sementara ini agar bisa mendapat  air bersih, keluarga ini membayar Rp 30 ribu per bulan kepada tetangga. Sedangkan untuk ngecharge telephon seluler (ponsel), mereka harus membayar Rp 2,500,- per sekali charge ponsel.

Dalam cerita sedihnya, Ayu mengaku rumah peninggalan orang tuanya tersebut kondisinya sudah rusak, bocor sana-sini. Sedangkan Ayu pun tak mengetahui dimana tepat orang tuanya tinggal.

“Kabarnya ayah ada di Sidoarjo, sedangkan ibu katanya tinggal di Kalimantan. Meninggalkan rumah sudah lebih dari setahun lalu, ndak tau sudah cerai atau belum,” kata Ibu muda ini.

Terkait penghasilan, Rozi suami Ayu, sehari-hari bekerja sebagai karyawan salah satu rumah makan dengan gaji Rp 1,2 juta per bulan. Sementara Ayu hanya bekerja freelance sebagai sales promotion girl (SPG). Pendapatan keduanya dikatakan pas-pasan dan hanya bisa untuk makan sehari-hari.

“Hidup seadanya, yang penting ada makanan untuk anak-anak. Mereka kadang makan nasi sama telur ceplok dengan kecap. Alhamdulillah selama ini masih tercukupi,” kata Ayu.

Dari pengakuan Ayu, dirinya bersama keluarga sejak setahun ini belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah, baik BLT maupun PKH, terlebih kepada anak-anaknya, Dava dan Diva yang masih balita.

Padahal, keduanya bisa dikatakan gizi buruk atau lebih parahnya stunting yang pertumbuhannya tidak sesuai dengan usia.

“Kami sedih melihat anak-anak sering sakit, apalagi ketika udara sedang panas. Dava dan Diva kesulitan untuk dapat beristirahat dengan nyenyak di tengah teriknya kota Surabaya,” terang Ayu.

“Pernah nggak tidur semalaman pas sakit panas. Akhirnya kita pakai selembar kardus buat kipasin anak-anak supaya  tidak sumuk,” imbuhnya.

Sejatinya, rumah berukuran 5 meter x 15 meter itu pernah teraliri listrik pascabayar. Namun diputus oleh PLN. Sebab, ada tunggakan yang mencapai puluhan juta.

Lalu, juga pernah dipasang token listrik. Namun hanya bertahan sebulan. Kemudian diblokir juga. Lantaran tunggakan listrik pascabayar melewati batas waktu pembayaran.

“Pernah ada listrik. Tapi karena ada tunggakan banyak, diputus. Mama sama ayah saat itu pernah nyicil, tapi terus nggak kuat, akhirnya nunggak lagi. Sampai sekarang belum dibayar, karena nggak punya uang sebanyak itu,” urai Ayu.

Di lokasi, Imam Syafi’i mengaku berterima kasih kepada tokoh kampung, karena berkat merekalah terdeteksi ada sebuah keluarga yang kesannya terlantar.

“Sehingga kami turun, dan memang keluarga ini harus dibantu,” ucap mantan wartawan senior Jawa Pos ini.

Legislator Partai NasDem ini menjelaskan, ini adalah produk broken home, yaitu bapak ibu berpisah, sementara anaknya menikah siri dan sudah mempunyai 2 anak.

Memang, kata Imam Syafii, sesuai informasi sudah ada yang dilakukan oleh pihak kelurahan, termasuk saat ini pengurusan administrasi kependudukannya.

“Ini adminduknya sedang diproses, dan kami siap membantu percepatannya. Sehingga secepatnya pemerintah kota bisa mengintervensi,” katanya.

“Tapi tentang listriknya, terus terang bisa kita ambil hikmahnya,” sambungnya.

Listrik dan Air bersih, kata Imam, adalah kebutuhan dasar manusia dan mestinya mulai dipikirkan.

“Selain bantuan misalnya pangan, pemerintah kota juga harus memikirkan bantuan masalah air dan listrik,” tegasnya.

Kalau air, memang kedepan ada wacana penggratisan, namun untuk listrik yang merupakan produk dari institusi lain, diharapkan Pemkot mempunyai solusi.

“Saya yakin, seperti mbak Ayu ini banyak di Surabaya. Karena beban yang berat, sehingga tidak mampu membayar listrik,” ujar Imam.

“Paling tidak, saat Pemkot menjalankan program – program mercusuarnya, jangan melupakan kebutuhan – kebutuhan dasar warga. Kalau itu tidak terpenuhi karena kemiskinannya, berarti pemerintah atau negara harus hadir mencarikan solusi,” tambahnya.

Disisi lain Imam juga melihat masalah rumah yang tidak layak.

“Kalau memang ada alasanya rutilahu bisa masuk tapi kalau tidak ada alasannya, kami berharap Baznas bisa masuk,” terang Imam.

Yang ironis, Imam menyayangkan bahwa lokasi ini dekat sekali dengan kampus UNAIR yang dikenal mempunyai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

“Saya dengar UNAIR sering memberikan bantuan ke tempat-tempat yang jauh. Menurut saya, orang itu akan berdosa besar kalau tetangga dekatnya menderita. Untuk apa memberi bantuan ke jauh-jauh meski besar, sedangkan di dekatnya tidak terurusi,” kata Imam.

“Maka dari itu, sebagai alumni, saya mengetuk hati para alumnus Unair untuk ikut memperhatikan warga sekitarnya,” jelas Imam Syafi’i.

Sementara itu, Wakil Ketua RW 3 Harno menyampaikan, bahwa hidup serba keterbatasan warganya itu sudah seringkali dilaporkan ke kelurahan dan kecamatan. Namun, sampai saat ini tak ada intervensi yang nyata dari Pemerintah Kota Surabaya.

“Sering kita laporkan, tapi upaya dari kelurahan kurang maksimal,” ungkapnya.

Sementara itu menurut informasi, bahwa Evi Andriani, Lurah Airlangga telah melakukan outreach ke lokasi. Hal tersebut setelah pihaknya mendapatkan laporan dari warga.

“Kami dapat laporan dari Bapak Soeheli selaku KIM Airlangga dan langsung kita tindaklanjuti dengan outreach ke lokasi. Hasilnya sudah kami laporkan ke Kecamatan Gubeng untuk diteruskan ke Baznas,” jelasnya.

Adapun berdasarkan hasil Outreach, diharapkan dapat memperoleh program Rutilahu, pemasangan listrik, hingga dibuatkan akta kematian nenek Ayu, dan dua anak Ayu dapat terinput ke dalam kartu keluarga (KK).

“Ayu dan suami status menikah sirih dan sudah memiliki dua orang anak yang belum masuk KK. Sedangkan dua orang anak tersebut juga menderita stunting,” terang Lurah Evi.

“Lalu listrik rumah Ayu padam sejak 2018 karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk membayar tagihan listrik. Sedangkan rumah Ayu yang memiliki tiga kamar tidur ada yang rusak dengan dua kamar tidur memerlukan perbaikan,” tandasnya.(zal)

No More Posts Available.

No more pages to load.