Pakar Pidana: Kasus PT Gudang Garam Murni Perdata

oleh -92 Dilihat
oleh
Situasi sidang perdata perkara sengketa PT Gudang Garam di PN Kota Kediri

KEDIRI, PETISI.CO – Kasus sengketa tanah milik PT Gudang Garam Tbk dengan mitra bisnisnya terus bergulir dan menjadi perhatian sejumlah pakar pidana. Salah satunya pakar pidana dari Universitas Merdeka (UNMER) Malang, Adami, SH.MH.

Pihaknya menilai kasus sengketa tanah antara PT Gudang Garam dengan mitra bisnisnya itu merupakan kasus perdata dan bukan masuk dalam ranah pidana. Sebab dalam KUH Perdata sudah dijelaskan tentang permasalahan sewa tanah.

“Menurut pengetahuan saya kasus sengketa tanah yang melibatkan PT Gudang Garam dengan mitra bisnisnya murni Perdata,” ujarnya, Selasa (6/6/2017).

Selain itu, dia menjelaskan jika masalah sengketa tanah tersebut saat ini juga sedang berlangsung sidang di dua pengadilan. Pertama, di PN Kota Kediri berlangsung sidang Pedata-nya dan kedua di PN Kabupaten Kediri juga sedang berlangsung sidang Pidana-nya.

Menurut dia, dengan berlangsungnya dua sidang tersebut yang inti pokok permasalahannya sangat berhubungan, maka untuk sidang pidana-nya harus diskorsing dan menunggu putusan sidang perdata.

“Pada masalah itu, seharusnya sidang Pidana yang ada di PN Kabupaten Kediri diskorsing terlebih dulu dan menunggu putusan Perdata menjadi tetap. Setelah itu jika nanti sudah menang, maka sidang pidana tersebut dibuka kembali untuk memutus lepas dari tuntutan hukum atau bebas. Dan jika kalah, sidang pidana dibuka kembali dan dilanjutkan untuk pembuktian, bisa lepas dari tuntutan hukum atau bebas di pidana tergantung hakim,” jelasnya.

Dia mencontohkan dalam proses penegakan hukum, pada dasarnya pengaturan tentang hal ini telah ditemukan pada Pasal 81 KUHP yang berbunyi “Penundaan penuntutan pidana berhubungan dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa”.

Artinya, ketika memperhatikan ketentuan Pasal 81 KUHP merupakan pasal lanjutan dan satu kesatuan Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80 KUHP, dimana maksudnya tenggang daluwarsa penuntutan tertunda atau tertangguhkan (geschorst) apabila ada perselisihan pra-yudisial, yaitu perselisihan menurut hukum perdata yang terlebih dulu harus diselesaikan sebelum acara pidana dapat diteruskan. “Hakim harus jeli melihat kasus ini. Kita bisa lihat pada Pasal 81 KUHP,” tuturnya.

Terpisah, Agustinus Jehandu, kuasa hukum terdakwa Dadang Heri Susanto mengaku pada dasarnya kasus pelanggaran sewa menyewa yanv dilakukan kliennya itu merupajan ranah Perdata. Bahkan, karena kliennya juga menjalani sidang Pidana atas kasus tersebut maka disini harus mengacu pengaturan tentang sengketa pra-yudisial (pre judicieele geschil) yang diatur dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 1956.

“Ini fakta dan memang ada aturannya. Masalah pelanggaran sewa itu masuk dalam kategori wanprestasi. Maka kasus ini merupakan kasus Perdata. Oleh sebab itu, kita ingin tetap fokus pada masalah ini. Dalam hal ini mudah-mudahan majelis hakim melihat bukti serta mempertimbangkan eksepsi kami yang salah satu isinya tentang adanya unsur prayudisal,” kata Agustinus.

Seperti diberitakan sebelumnya, Dadang Heri Susanto, warga Kuwak No 8 Kelurahan Ngadirejo, Kota Kediri yang merupakan mitra bisnis PT Gudang Garam, terlibat kasus sengketa tanah dengan pihak PT Gudang Garam Kota Kediri. Dadang yang menjadi mitra bisnis itu menyewa tanah sebanyak 53 bidang dengan luas 14 hektar milik perusahaan rokok terbesar di Kota Kediri.

Kemudian berjalannya waktu, ia dilaporkan ke Mapolres Kediri oleh PT Gudang Garam karena dinilai melanggar perjanjian sewa yang dibuat kedua belah pihak. Sebab, Dadang diketahui sudah menyewakan tanah tersebut ke pihak ketiga tanpa persetujuan PT Gudang Garam.

Dari masalah itu, ia akhirnya dijerat Pasal 385 KUHP tentang sewa menyewa oleh kepolisian. Namun, ia tidak ditahan karena dalam pasal tersebut tidak kuat untuk dilakukan penahanan. Namun anehnya, saat berkas perkaranya berada di Kejari Ngasem, ia justru ditahan pihak kejaksaan atas dasar juga terjerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Padahal, dalam berkas perkara miliknya pasal 372 KUHP tersebut sebelumnya tidak ada dan baru muncul saat berkas berada di Kejari Ngasem.

Tak hanya itu, dari masalah tersebut saat ini Dadang harus menjalani sidang di dua pengadilan. Diantaranya, sidang di PN Kota Kediri atas sidang Perdata, dan PN Kabupaten Kediri atas sidang Pidana dengan pokok perkara yang sama. (dun)