Perang Tabuk Di Bulan Ramadlan, Perang Terakhir Rasulullah SAW

oleh -583 Dilihat
oleh
Lia Istifhama, Ketua Yayasan UNITA

Oleh: Lia Istifhama*

Perang Tabuk menjadi sejarah peperangan terakhir yang diikuti oleh Rasulullah SAW. Rasulullah memimpin langsung perang yang terjadi pada 630 M atau 9 H antara tentara Muslim dan pasukan Bizantium (Romawi Timur).

Perjalanan untuk menempuh perang memakan waktu 20 hari, disebabkan jarak Madinah menuju Tabuk adalah 800 km. Perjalanan Rasulullah Saw dan pasukan, penuh perjuangan. Bukan hanya karena jarak tempuh, melainkan juga karena keterbatasan bahan makanan serta panasnya gurun pasir. Perang ini bahkan dijuluki “Pasukan Jaisyul Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah berdiri di hadapan pasukan dan menyampaikan pidato yang penuh semangat, hingga membuat jihad prajurit semakin membara. Pasukan Romawi yang ditunggu-tunggu tak kunjung terlihat.

Rupanya mereka takut dan khawatir melihat keberanian pasukan Muslimin. Mereka lari berpencar di perbatasan wilayah. Kejadian ini membuat pasukan Muslimin semakin dihormati di Jazirah Arab.

Rasulullah didatangi oleh Yuhanah bin Rubbah dari Ailah untuk menawarkan perjanjian perdamaian. Rasulullah menulis selembar surat perjanjian dan memberikan kepada mereka. Akhirnya peperangan pun tidak jadi terjadi.

Berbagai kabilah yang dulunya tunduk pada Romawi berbalik mendukung kaum Muslimin. Sehingga wilayah kekuasaan pemerintah Islam semakin bertambah luas.

Setelah 30 hari meninggalkan Madinah, akhirnya umat Islam kembali ke Madinah tanpa terjadi peperangan. Rasulullah kembali dari peperangan pada tanggal 26 Ramadan, dan perang ini merupakan perang terakhir beliau.

Perang Tabuk pun menjadi kisah inspiratif tentang kesabaran, keteguhan, keoptimisan, dan kekompakan. Semua faktor itu menjadi semangat tawakkal dan berakhir sebagai bentuk jihad yang membawa kemenangan.

Bukan hanya makna-makna tersebut, beragam kisah penuh hikmah yang terjadi selama perang Tabuk juga dijelaskan dalam Shahih Bukhari.

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ حَائِطًا وَاَمَرَنِيْ بِحِفْظِ بَابِ الْحَائِطِ فَجَاءَ رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَاِذَا اَبُوْ بَكْرٍ, ثُمَّ جَاءَ اَخَرُ يَسْتَأْذِنُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَاِذَا عُمَرُ, فَجَاءَ رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فَسَكَتَ هُنَيْهَةَ ثُمَّ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى سَتُصِيْبُهُ فَاِذَ عُثْمَانُ بِنْ عَفَّانَ. وَزَادَ فِيْهِ عَاصِمٌ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ قَائِدًا فِيْ مَكَانٍ  فِيْهِ مَاءٌ قَدْ انْكَشَفَ عَنْ رُكْبَتَيْهِ اَوْ رُكْبَتِهِ فَلَمَّا دَخَلَ عُثْمَانُ غَطَّاهَا.

Artinya: dari Abu Musa ra. sesungguhnya Nabi Saw. masuk di sebuah kebun dan menyuruhku menjaga pintu kebun tersebut, lalu datanglah laki-laki meminta izin. Beliau bersabda: “Izinkan dia dan sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga.” Ternyata dia adalah Abu Bakar.

Kemudian datanglah laiki-laki lain meminta izin. Beliau bersabda: “Izinkan dia dan sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga.” Ternyata dia adalah Umar. Kemudian datanglah seseorang yang lain meminta izin. Beliau diam sebentar lalu bersabda: “Izinkan dia dan sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga atas cobaan yang menimpanya”.

Ternyata dia adalah Usman bin Affan. ‘Ashim menambahkan di dalam hadis tersebut, “Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw duduk di tempat yang ada airnya sambil terbuka kedua lututnya. Kemudian ketika Usman masuk, Maka beliau menutupnya.

Hadis nomor 3512, dijelaskan tentang jaminan surga bagi para pejuang Islam, yaitu Abu Bakar ar., Umar Bin Khattab ra., dan Utsman bin Affan ra., ketiganya seyogyanya menjadi teladan kita.

Perang Tabuk juga menjelaskan tentang sikap dermawan Ustman bin Affan yang bersedia menggali sumur rumah ketika hal tersebut menjadi kebutuhan pasukan muslim. Perang Tabuk menjadi pertaruhan tentang kesabaran pasukan yang meski sempat mengeluh, namun kemudian memutuskan untuk berjihad bersama Baginda Rasul.

Ada sebuah sabda Rasulullah Saw yang begitu menjadi kesan mendalam pasukan saat itu, bahkan menjadi kesedihan bagi yang mendengarnya (Shahih Bukhari, hadis nomo 4198). “Wallahu laa ahmilukum ‘alaa syai’in”. (Demi Allah saya tidak akan membebani kalian atas sesuatu).

Sekitar lima bulan setelah perang Tabuk, Rasulullah kemudian wafat tepat pada hari Senin, 8 Juni 632 atau 12 Rabiul Awwal 10 H di rumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, di kamar yang kini menjadi makam Muhammad. Rasul terakhir yang sangat kita cintai tersebut, wafat pada hari, tanggal dan bulan yang sama dengan kelahirannya.

*penulis adalah Ketua Yayasan UNITA