Pilkada Serentak di Jatim, 15 Ribu Petugas KPPS Reaktif Covid-19

oleh -204 Dilihat
oleh
Choirul Anam saat diwawancarai wartawan.

SURABAYA, PETISI.CO – Sekitar 15 ribu petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di 19 Kabupaten/Kota di Jawa Timur (Jatim) yang menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020, dinyatakan reaktif virus Corona (Covid-19).

“Kami sudah melakukan testing 470.000 orang lebih kepada seluruh petugas KPPS. Yang reaktif sekitar 15.000 lebih,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, Choirul Anam kepada wartawan usai menghadiri vidcon dengan Mendagri bersama Gubernur, Forkompimda dan Bawaslu terkait kesiapan Pilkada Jatim di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (8/12/2020).

Secara rinci Anam menjelaskan, dari 15 ribu petugas KPPS yang reaktif Covis-19 itu, tertinggi angka reaktifnya ada di Pasuruan 10,1 persen. Tempat kedua diduduki Jember 9 persen.

“Sebenarnya, angka itu tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan jumlah petugas KPPS 470.000 orang. Hanya 2 persen yang reaktif. Karena, masing-masing Kabupaten/Kota berbeda persentasenya,” ujarnya.

Meski puluhan ribu petugas KPPS reaktif Covid-19, Anam menyatakan eaktif ini bukan diartikan positif Covid-19. Ada yang reaktif, namun setelah dilakukan tes swab, hasilnya negatif.

“Kalau ada yang semacam ini kita lakukan mitigasi dengan rapid test ulang. Kalau tetap reaktif maka kita lakukan swab tes,” paparnya.

Bagi petugas KPPS yang dinyatakan positif Covid-19 hasil swab, pihaknya sudah meminta KPU Kab/Kota untuk bekerja sama dengan lembaga pendidikan setempat untuk bisa menggantikan. Petugas dari lembaga pendidikan ini bisa langsung dilantik. “Ini opsi pertama,” sergahnya.

Opsi kedua, lanjutnya, ada regulasi semacam transfer KPPS. Misalnya, TPS 1 masih utuh 7 orang, sedangkan TPS 2 tinggal 4 orang karena lainnya positif (misalnya), maka 1 atau 2 orang dari TPS 1 bisa dipindahkan ke TPS 2.

“Tapi, sejauh ini belum kami lakukan, karena sampai saat ini kami belum menemukan KPPS yang reaktif yang jumlahnya lebih dari 3 orang. Opsi ini akan dilakukan berdasarkan persentase bukan berdasarkan jumlah,” tuturnya.

Anam menegaskan untuk pasien Covid-19, KPU tidak boleh menghalangi hak konstitusional, tapi harus memfasilitasi. Khusus yang sakit nyoblos bukan kewajiban. Karena ini muncul isu KPU memaksa untuk nyoblos.

“Kalau misal ada pasien Covid-19 tidak ingin menyalurkan suaranya. Itu tidak dilarang. Tapi kalau ingin menggunakan hak pilihnya, KPU setempat harus berkoordinasi dengan tim kesehatan pada masing-masing daerahnya,” jelasnya.

Menurutnya, KPU akan memberikan dua opsi. Pertama, petugas mendatangi pasien yang ingin menyalurkan hak surabaya dengan menggunakan baju hazmat.

Opsi kedua, yakni pasien bisa mewakilkan ke perawat. “Ini jelas regulasinya. Nah kalau untuk pasien yang melakukan regulasi mandiri di rumah, harus disetujui pengawas TPS dan saksi,” tandasnya.

Saat ditanya apakah boleh pemilih membawa ponsel saat ke TPS, Anam mengatakan yang tidak boleh adalah memotret hasil pilihannya karena sifatnya rahasia. Karena itu, tidak salah jika petugas KPPS meminta pemilih untuk meletakkan ponselnya terlebih dulu.

“Ini bisa mengganggu kerahasiaan yang bersangkutan. Selain itu juga bisa dijadikan cara untuk proses money politik dengan menunjukkan apa yang dicoblos,” tuturnya. (bm)

No More Posts Available.

No more pages to load.