PWI Jatim Gelar Kuliah Kilat Jurnalistik

oleh -413 Dilihat
oleh
PWI Jatim ketika menggelar Kuliah Kilat Jurnalistik

SURABAYA, PETISI.CO – Kewartawanan atau jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa untuk dipublikasikan kepada seluruh khalayak ramai.

Pengertian jurnalisme sendiri dalam konsep media, berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga dikemas dalam surat kabar. Jurnal pun berasal dari bahasa latin yaitu Diurnalis, yang artinya harian atau tiap hari.

Di negara kita, istilah ‘jurnalistik’ dulu dikenal dengan ‘publisistik’. Sedangkan dua istilah tersebut mulanya kerap saling tertukar, hanya berbeda asalnya saja. Namun pada beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat ke arah Eropa.

Ketua PWI Jatim ketika bersama para Mahasiswa Untag

Seiring berjalannya waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan istilah publisistik. Publisistik juga pernah digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.

Hal itu dikatakan oleh Lutfil Hakim selaku Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur, ketika menerima kunjungan dan memberikan Kuliah Kilat Jurnalistik bagi para Mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (Untag), Kamis (12/10/2023).

“Jurnalistik merupakan salah satu ilmu disiplin dalam Ilmu Komunikasi, yang mempelajari tentang kompetensi, kaidah, dan etika. Termasuk juga kode etik jurnalistik (KEJ),” katanya.

Menurut Pak Item (panggilan akrabnya), aturan kerja jurnalistik diatur dalam Undang-undang Pers No: 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Di dalamnya telah jelas mengatur seluruh rangkaian untuk seorang jurnalis atau wartawan agar bekerja profesional.

“Pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan memang mampu membentuk seseorang bekerja sebagai jurnalis dalam media massa. Baik Koran, Majalah atau berbasis online (Siber). Namun, etika dan kewajiban sebagai insan pers untuk bersikap netral atau memihak kepentingan publik belum tentu dimiliki setiap jurnalis tersebut,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Pak Item mengatakan, diperlukan pendidikan bagi seorang jurnalis, di tengah maraknya media yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers dan menjamurnya media online yang kurang proporsional serta tidak mendidik. Sehingga tak jarang menimbulkan berbagai spekulasi ditengah majemuknya bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, tradisi dan keanekaragaman lainnya.

“Hal ini untuk mengantisipasi adanya pemberitaan yang tidak sesuai (Hoax), ujaran kebencian (Hate Speech) ataupun tayangan yang memunculkan isu SARA. Dengan media yang telah terverifikasi dan adanya kualitas SDM yang bagus, maka seharusnya jurnalis tersebut dapat bekerja profesional dan sesuai aturan,” tegasnya.

Pak Item menambahkan, pendidikan memang tidak menjamin seseorang menjadi seperti apa yang diinginkan. Namun pendidikan menjamin seseorang mengetahui ilmu yang dipelajarinya.

“Pendidikan memang tidak menjamin seseorang menjadi seperti apa yang diinginkan, namun pendidikan menjamin seseorang mengetahui kewajiban dan larangan dalam menjalankan tugas. Sesuai kompetensi atau bidang keahlian yang dimiliki, salah satunya adalah jurnalistik,” pungkasnya. (riz)

No More Posts Available.

No more pages to load.