Ramai Soal Binary Option, Pakar: Edukasi di Masyarakat Masih Minim

oleh -95 Dilihat
oleh
Ilustrasi trading binary option

SURABAYA, PETISI.CO – Baru-baru ini media sosial kembali dihebohkan dengan beberapa orang yang mengaku korban trading abal-abal di salah satu aplikasi binary option. Kehebohan tersebut menyeret dua nama orang tajir di Indonesia, yakni Doni Salmanan dan Indra Kesuma  lantaran program afiliator dari aplikasi bernama Binomo.

Kedua orang tersebut dinilai mengeruk kekayaan dari hasil trading seseorang yang mendaftarkan diri lewat link mereka.

Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi dari UNAIR, Gigih Prihantono menyatakan hal ini terjadi karena masih kurang masifnya edukasi atau literasi masyarakat akan dunia perdagangan digital.

“Edukasi sepertinya belum berjalan dengan baik, sehingga ada banyak kasus serupa dengan ini seperti finansial bodong dan pinjol ilegal,” ungkap Gigih saat dihubungi via ponsel, Minggu (30/1/2022).

Gigih menjelaskan, tidak bisa dipungkiri bahwa di era digital ini semua ter-desentralisasi. Kontrol dari otoritas kebijakan sendiri menurutnya menjadi lebih lemah dibandingkan sebelum era digital.

“Dalam kasusnya dua orang ini (Indra Kesuma dan Doni Salmanan) bukan pemilik perusahaan yang bersangkutan. Mereka kan sebagai endorse, yang tentu saja hanya dibayar berdasarkan kontrak dan skenario yang diberikan,” ujarnya.

Ia mengatakan, dalam hal ini kedua orang tersebut tidak memiliki akses atau wewenang secara langsung dengan pihak perusahaan.

Menurutnya, fenomena digital yang sering terjadi saat ini seperti flexing (pamer kekayaan) sudah tidak jarang lagi. Hal tersebut akhirnya berdampak pada ‘insecure’ seseorang untuk mencari jalan pintas menggapai impian, salah satunya mengenai trading online.

“Nah trading binary option ini kan memang digerakkan oleh robot, yang melakukan probabilitas. Karena yang namanya probabilitas itu antara untung atau tidak untung. Nah sebenarnya kita bisa mereduksi kalau kita memahami dengan jelas apa yang akan kita trading-kan,” kata Gigih.

Ia menambahkan, terkait banyaknya orang-orang yang rugi di trading online tersebut, lantaran pihak endorse ataupun influencer yang mempromokan aplikasi tidak menjelaskan secara rinci soal resiko apa yang akan diterima oleh trader.

“Masih kurang dijelaskan saja resikonya. Meskipun resiko itu bisa dicover dengan bahasa marketing, tapi itu yang menjadi masalah,” paparnya.

Kendati demikian, Gigih menyampaikan dalam dunia trading sudah pasti ada yang namanya loss. Karena itu, hal paling mendasar saat seseorang ingin melakukan perdagangan digital alangkah baiknya untuk mempelajari dahulu dan tidak mudah tergiur akan kemewahan dan kekayaan seseorang.

“Contoh seperti kita mau beli saham. Kita harus tahu dulu produknya dan naik turun sahamnya seperti apa. Baru kita bisa memutuskan untuk membeli saham yang mana,” pungkas Gigih. (dwd)

No More Posts Available.

No more pages to load.