Sederet Biaya di SMAN 1 Sumenep, Kepala Dinas Pendidikan Jatim: Tak Boleh Menarik Apapun dari Orang Tua Siswa

oleh -277 Dilihat
oleh
Wahid Wahyudi, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

SUMENEP, PETISI.CO – Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Jatim) menyatakan, bahwa tidak boleh melakukan penarikan biaya apapun dari orang tua siswa. Akan tetapi faktanya, di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sumenep, Jawa Timur, terjadi sederet penarikan biaya.

“Kasek tidak boleh menarik apapun dari ortusis (orang tua siswa-red),” terang Wahid Wahyudi, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur saat dihubungi wartawan petisi.co, dikonfirmasi polemik sederet penarikan biaya yang terjadi di SMA Negeri 1 Sumenep, seraya di awal dalam percakapannya menyarankan untuk mengkonfirmasi langsung ke kaseknya, Selasa (5/1/2021).

Namun, setelah lebih lanjut disampaikan, kalau konfirmasi kepada kepala sekolah dan pihak terkait lainnya sebelumnya itu telah dilakukan serta dengan dikirimkan sejumlah pemberitaan yang pernah dimuat petisi.co, Wahid Wahyudi, Kepala Dinas Pendidikan Jatim, hingga kini belum memberikan tanggapannya kembali.

Diberitakan sebelumnya, rupanya sederet catatan sejumlah penarikan biaya pada siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sumenep, Madura, Jawa Timur, yang belakangan ini menjadi sorotan publik, khususnya orang tua siswa atau wali murid kini terkuak, ternyata itu ulah dari kebijakan kepala sekolah yang sebelumnya.

Pasalnya, berdasarkan keterangan dari Kepala Sekolah di Jl. Payudan Timur, Desa Pabian, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep yang baru, saat ini pihaknya hanya melanjutkan dari kebijakan kepala sekolah sebelumya.

BACA JUGA : Gubernur Khofifah: SPP SMA/SMK Negeri di Jatim Gratis

Diketahui, sebagai Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru saat ini yakni Sukarman. Sebelum Sukarman, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep dijabat oleh Syamsul Arifin, yang saat ini tengah menjabat Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Sumenep.

Sukarman, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru menegaskan, sejatinya pihaknya hanya melanjutkan dari kebijakan kepala sekolah sebelumya.

“Jadi kan saya melanjutkan kebijakan dari kepala sekolah yang sebelumnya,” terang Sukarman memberikan pengakuannya pada petisi.co, saat di konfirmasi ihwal biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) pada siswanya baru-baru ini.

Sederet catatan sejumlah uang yang dibebankan pada para siswa di SMA Negeri 1 yang telah diberitakan petisi.co sebelumnya. Penarikan biaya yang terjadi di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini yang sangat berdampak pada pendapatan ekonomi masyarakat yang terpuruk.

Mulai dari biaya PPDB 2020 yang berkedok pembelian seragam dan atribut sekolah hingga untuk pengadaan tanah yang juga dibebankan kepada siswa atau orang tua wali yang dimintai setiap tahun dengan besaran sampai kisaran jutaan rupiah yang sebelumnya diberitakan petisi.co.

Bahkan terbaru, di SMA Negeri 1 Sumenep ini juga melakukan penarikan uang ratusan ribu rupiah untuk biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) pada siswa berdasarkan yang diungkapkan oleh salah satu wali murid atau orang tua siswa pada petisi.co.

Menurut orang tua siswa, JRO (inisial), dengan besaran biayanya itu senilai Rp 500 ribu, yang terhitung selama lima bulan. Apabila tidak membayar itu dikatakannya ada sanksi, konsekuensi yang diterima oleh siswa.

“Ketika tidak bayar namanya itu dicoret, tidak boleh ikut ujian yang dilaksanakan secara daring. Karena saat mau ikut ujian online itu harus menunjukkan kartu,” terangnya sambil memperlihatkan bentuk bukti pembayarannya.

Sehingga dengan demikian, orang tua dari salah satu siswa ini menyatakan, pola penerapan kebijakan itu tidak bisa dibiarkan. Supaya selaras dengan perspektif masyarakat akan citra SMAN 1, satu-satunya sekolah negeri favorit di Kabupaten Sumenep.

“Karena jelas itu sifatnya paksaan dan wajib membayar untuk bisa ikut ujian. Padahal untuk SPP itu kan sudah ada kebijakan dari Ibu Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk SPP bagi seluruh siswa SMA/SMK Negeri di seluruh Jatim itu gratis,” ungkapnya seraya menyebut berarti SMAN 1 Sumenep tidak mengindahkan kebijakan program dari Gubernur guna meringankan beban masyarakat sekaligus meminimalisir jumlah anak putus sekolah di wilayah Jawa Timur.

Sukarman, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru terkait demikian, Ihwal biaya yang disebutkan untuk SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) tersebut menyatakan bahwa, adalah BPMPP.

“BPMPP, bantuan, panjang lupa saya Mas,” demikian jawaban Sukarman, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru ini saat ditanya BPMPP yang dimaksud.

Untuk biaya yang disebutkan untuk SPP tersebut, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep itu mengaku, istilahnya bukan fardhu ain.

“Tetapi siapapun yang minta keringanan, minta bebas monggo dipersilakan tidak ada masalah bagi saya. Yang penting anak harus sekolah,” kata Sukarman.

Menurut Sukarman, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru ini, yang jelas berbeda pimpinan berbeda kebijakan. Seperti kebijakan pimpinan lain dengan dirinya.

“Kebijakan pimpinan yang lain dengan saya tentu berbeda,” ucap Sukarman.

Akan tetapi pihaknya menegaskan, bahwa tidak memerintahkannya. Apalagi dalam hal adanya sanksi, konsekuensi pada siswa tersebut.

“Cuman yang dimaksud oleh (orang tua siswa-red) itu, saya tidak memerintahkan seperti itu mas,” tegas Sukarman.

Ketika disinggung kalau memang dirinya, selaku kepala sekolah saat ini di SMA Negeri 1 Sumenep tidak memerintahkan kebijakan demikian tersebut, lantas siapa?

“Ya itulah. Gimana ya mas, saya kan masih baru disini, tiba-tiba muncul seperti itu. Padahal saya sudah berkali-kali menyampaikan,” jelas Sukarman panjang lebar.

“Sebenarnya pada intinya saya tidak memerintahkan seperti itu,” tegas Sukarman seraya mengaku karena ingin menjadi pelayan yang baik.

Mengingat dalam penarikan biaya SPP sebagaimana yang disebut oleh orang tua siswa atau wali tersebut, tertera melalui Komite SMA Negeri 1 Sumenep.

Sukarman, Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru ini menyatakan, bahwa terdapat kerjasama.

“Iya ada kerjasama antara sekolah dan komite. Ada kerja sama yang baik. Karena segala sesuatunya itu memang harus koordinasi antara pihak sekolah dan komite,” demikian kata dia.

Sementara hasil penulusuran petisi.co, dari Kepala Komite SMA Negeri 1 Sumenep diperoleh keterangan.

“Kan gini, jadi bantuan dari provinsi itu kan Rp 70 ribu. Dan untuk operasional disana itu untuk penataran dan sebagainya itu, program-programnya itu ada kekurangan dan itu disetujui,” demikian terang Soengkono Sidik.

Sementara Syamsul Arifin, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Sumenep, di konfirmasi petisi.co, ihwal adanya penarikan biaya SPP di SMA Negeri 1 Sumenep pada siswa menyebutkan, kalau SPP di SMAN 1 Sumenep, bukan Rp 500 ribu, 130 ribu.

“Tapi bukan SPP, SPP sudah tidak ada. Melainkan BPMPP, Biaya Penunjang Peningkatan Mutu Sekolah. Iya dulu SPP tapi nominalnya bukan 500, 130,” kata Syamsul Arifin.

Syamsul Arifin menyatakan, kalau SPP di SMA Negeri 1 Sumenep, kurang benar kalau Rp 500 ribu, yang benar Rp 130 ribu.

“Jadi bukan 500, tapi 130 perbulan,” terang Syamsul Arifin. Rp.130 ribu itu diakui Kacabdin Jatim Wilayah Sumenep ini, waktu dirinya masih menjabat kepala sekolah di SMAN 1 Sumenep seraya menyebut mulai barusan turun ke Rp 100 ribu.

Setelah ditanya BPMPP yang dimaksud disebutkan itu untuk pembiayaan apa?  Syamsul Arifin menyatakan, ada RKAS-nya di sekolah, Rencana Kerja Anggaran Sekolah.

“Banyak kebutuhannya itu, diluar angggaran BOS dan BPOPP. SMA 1 sudah lama itu, bahkan sebelum saya sudah ada SPP,” akunya.

Setelah disinggung bukannya untuk SPP alias Sumbangan Pembinaan Pendidikan ada program dari Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, untuk SPP bagi seluruh siswa SMA/SMK Negeri di seluruh Jatim itu gratis.

Karena dapat disimpulkan, BPPMP yang dimaksud yang disebutkan itu adalah sebetulnya SPP yang hanya berubah penyebutan nama saja.

Syamsul Arifin, Kepala Cabang Dinas Pendidikan ini menyebut, bagi sekolah yang masih membutuhkan sesuai RKS boleh meminta partisipasi kepada orang tua siswa. Menurutnya, di Undang-undang sistem pendidikan nasional itu disebutkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah masyarakat dan orang tua.

“Saya sudah menjelaskan ke ombudsman RI tentang ini. Ombudsman RI ini keputusannya boleh bagi sekolah-sekolah yang masih membutuhkan, tetapi tidak semua siswa diwajibkan membayar,” kata Syamsul Arifin.

Ketika disinggung bahwa itu sifatnya disamaratakan bahkan ada konsekuensi bagi yang tidak membayar, Kacabdin Jatim Wilayah Sumenep menyebut kalau orang tua mampu itu iya, tapi yang tidak mampu bisa mengusulkan ke sekolah untuk mendapat pembebasan.

“Ada yang free sama sekali bebas. Waktu saya mimpin 20 persen lebih orang tua siswa tidak bayar SPP kok,” ucap Syamsul Arifin.

Saat disinggung bahwa Kepala SMA Negeri 1 Sumenep yang baru saat ini tersebut, ada pressure.

“Saya ndak pernah menekan, silahkan mau narik SPP boleh, tapi musyawarahkan antara orang tua siswa dengan bersama komite. Sekolah harus punya RKAS untuk apa itu peruntukannya,” kata Syamsul Arifin, Kacabdin Jatim Wilayah Sumenep, yang sebelumnya menjabat kepala SMAN 1 Sumenep.

Berdasarkan yang diperoleh petisi.co, itu tertera BPPMP, berdasar dari bukti pembayaran. Hanya saja di bukti pembayaran yang dikeluarkan melalui Komite SMA Negeri 1 Sumenep pada table uraian yang ada tidak dijelaskan yang dimaksud, sehingga penuh tanda tanya.(ily)

No More Posts Available.

No more pages to load.