Sidang Pemalsuan Akta Autentik, Fahmi: Pelapor Malah Diuntungkan

oleh -57 Dilihat
oleh
Suasana persidangan akta autentik di Pengadilan Negeri Surabaya.

SURABAYA, PETISI.CO – Ahli pidana dari Unair Surabaya dihadirkan sebagai saksi, dalam sidang perkara akta autentik dengan terdakwa Ariel Topan Tubagus, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (10/3/2021).

Di hadapan majelis hakim diketuai Parno, saksi ahli Prof Dr Nur Basuki Minarno menjelaskan, penggunaan pasal 263 tentunya ada yang dirugikan.

“Pelapor melaporkan seseorang tentunya pelapor merasa dirugikan,” kata ahli dari Unair tersebut.

Penasihat hukum terdakwa, Fahmi Bahmid, mempertanyakan mengenai persoalan unsur pasal 263, akibat hukumnya terhadap seseorang seperti apa.

Dicontohkan Fahmi Bahmid, dia melaporkan seseorang tapi dia tidak dirugikan. Justru diuntungkan dengan menggunakan surat tersebut untuk mengambil kredit di bank. Makna unsur yang terkandung dalam pasal 263 itu seperti apa?

“Saya yang melapor dan saya juga mengambil keuntungan. Bagaimana pemahaman pasal 263 ayat 2 tersebut,” tanya Fahmi.

Ada seorang pelapor melaporkan orang lain, dimana orang lain itu diduga memasukkan pemalsuan.

“Akan tetapi surat yang diduga ada pemalsuan itu, tapi dia juga menggunakan surat itu untuk kepentingan diri sendiri. Berarti secara tidak langsung dia mengakui bahwa surat itu tidak terjadi kepalsuan,” jelas saksi ahli Nur Basuki Minarno.

Manakala, lanjut Basuki, surat yang dianggap dipalsu maka si pelapor yang menggunakan surat itu. Tentunya melanggar tindak pidana, maka pelapor juga bisa dimintai pertanggung jawaban.

Jawaban ahli itu diperjelas oleh hakim Parno, dia melaporkan seseorang yang katanya memalsukan surat, padahal pelapor juga tidak tahu siapa yang memalsukan. Di samping itu pelapor juga mengambil keuntungan dalam surat itu.

“Apakah seorang direktur selaku penanggung jawab dalam suatu PT, bisa dilaporkan untuk pemalsuannya, padahal belum tahu siapa yang memalsukan,” tandas Hakim Parno.

Saksi ahli pun menjelaskan, manakala kalau dia menggunakan surat itu juga, yang menurut dirinya surat itu mengandung unsur tidak benar.

“Di dalam pasal 263 ayat (2) juga dijelaskan jika menggunakan surat palsu juga ada ketentuan pidananya. Namun siapa yang melakukan tentunya harus ada alat bukti,” jawab ahli.

Seusai sidang, Fahmi Bahmid mengatakan, dari keterangan ahli tadi sudah jelas, bahwa di dalam sebuah kasus, yang ada di dalam pemalsuan itu tidak bisa ada unsur penggelapan.

Terkait dengan orang yang menuduh pemalsuan atau memalsukan sebuah dokumen, ternyata dia juga menggunakan.

“Itu patut diduga bahwa dokumen tersebut adalah benar atau asli karena apa, dia juga menggunakan. Nah itu disitu unsurnya,” kata Fahmi.

Terpenting, lanjut Fahmi, dari semua keterangan itu adalah unsur dari kerugiannya. Di dalam persoalan ini ternyata pelapor sendiri diuntungkan, karena dia menggunakan dokumen-dokumen tersebut untuk mengambil kredit dan sebagainya.

Terkait dengan bukti labfor, menurut ahli, pemahaman identik tidak mesti palsu. Artinya kalau non identik bukan berarti palsu harus ditelusuri lagi.

“Apalagi fakta-fakta pelapor ini menggunakan. Pelapor ini juga yang mengambil kredit, pelapor juga yang menggunakan dokumen tersebut,” kata dia.

Artinya pelapor membenarkan bahwa dokumen tersebut itu adalah asli. Hanya persolan lain, persoalan di luar hukum.
Mungkin persoalan sakit hati.

“Kalau pasal persoalan sakit hati diadili di persidangan ini, rusak negara ini. Jadi jelas bahwa kasus ini murni pemalsuan yang tidak bisa dibuktikan. Karena apa, yang menggunakan justru yang melaporkan,” jelas Fahmi.

Dan yang melapor justru diuntungkan. Apalagi kejadian itu sebelum orang tuanya meninggal. Jadi kasus akte jual beli zaman orang tuanya hidup, terus diberikan kepada anaknya.

Ditambahkan, anak ini tidak tahu menahu tapi dia bertemu di beberapa pertemuan, itu terungkap di persidangan sebelumnya. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.