Tebus Ijazah 729 Pelajar SMA/SMK, Komisi B DPRD Jatim Apresiasi Langkah Wali Kota Surabaya

oleh -64 Dilihat
oleh
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Agatha Retnosari

SURABAYA, PETISI.CO – Komisi B DPRD Jawa Timur menyatakan apresiasinya kepada Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi bersama jajarannya. Hal ini, lantaran meski SMA/SMK sederajat sudah bukan menjadi kewenangan Pemkot Surabaya, namun kepedulian terhadap dunia pendidikan tetap dilakukan.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan anggota Komisi B DPRD Jatim, Agatha Retnosari. Menurutnya, apa yang dilakukan Eri Cahyadi dalam membantu pembebasan biaya ijazah 729 siswa SMA/SMK di Kota Surabaya patut diapresiasi.

“Karena memang di masa pandemi ini banyak sekali orang tua yang kesulitan melunasi tunggakan sekolah. Ada yang tadinya orang tua bekerja tapi di PHK, sehingga tidak bisa mendapatkan pemasukan. Sehingga tindakan yang dilakukan Pemkot Surabaya, Mas Eri Cahyadi dan jajarannya sangat saya apresiasi,” ungkap Agatha saat dihubungi awak media pada Senin (20/6/2022).

Agatha mengungkapkan, uang senilai Rp1,7 miliar yang digunakan menebus 729 ijazah pelajar SMA/SMK sederajat berasal dari zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) pemkot yang dibayarkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Surabaya. Tentu saja zakat yang terkumpul dari ASN itu dinilainya sangat bermanfaat bagi masyarakat.

“Saya berharap ke depan untuk Pemprov, tentunya karena SMA/SMK menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, supaya ada terobosan yang lebih berani dan bisa dilakukan oleh Gubernur. Dalam hal ini, untuk bisa membantu anak-anak kita yang di SMA/SMK supaya tidak sampai putus sekolah,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan itu mengakui, sejak SMA/SMK sederajat di bawah pengelolaan provinsi, banyak sekali wali murid maupun siswa yang mengeluh. Pasalnya, kata dia, sebelum dikelola provinsi, sekolah negeri SMA/SMK sudah gratis dan bahkan untuk swasta SPP-nya tidak setinggi sekarang.

“Sejak masuk kewenangan provinsi, hasil pantauan saya waktu periode lalu itu SPP yang ada di SMA/SMK Kota Surabaya yang swasta naik dua kali lipat. Akibat mereka tidak lagi menerima Bosda (Bantuan Operasional Sekolah Daerah) yang dulu biasanya diterima dari Kota Surabaya,” kata Agatha.

Karena sekarang, lanjutnya, SMA/SMK sederajat di Surabaya tak lagi menerima Bosda dari pemkot, sehingga kemudian biaya operasional sekolah itu dibebankan kepada siswa. Hal tersebut dinilai Agatha sangat memberatkan orang tua siswa.

“Yang selama ini misal bayar SPP mungkin Rp 100-150 ribu menjadi Rp200 – 300 ribu. Itu satu anak, kalau dua anak juga pasti akan berat,” paparnya.

Terlebih lagi, beberapa kali ketika Agatha terjun langsung ke Surabaya, juga menemukan adanya anak yang sampai terancam putus sekolah. Meski pihak sekolah sendiri, kata dia, sudah berusaha untuk bisa mempertahankan muridnya supaya tetap bisa bersekolah.

“Bahkan untuk ujian itu ada yang tidak bisa membayar terus diancam tidak bisa ikut ujian. Itu beberapa sekolah juga akhirnya membolehkan mereka ikut ujian. Tapi ya pada akhirnya itu tadi, saat mereka lulus, banyak ijazah yang terpaksa ditahan,” ucap Agatha.

Ia menyadari betul, bahwa keputusan pihak SMA/SMK swasta sederajat menahan ijazah siswa dikarenakan juga memiliki tanggung jawab operasional dan gaji guru. Artinya, pembayaran SPP atau uang gedung yang dibayarkan para siswa itu juga sangat dibutuhkan pihak sekolah.

“Ini juga jadi dilema, kalau kita dari satu sisi ingin menolong, kemudian memberatkan kehidupan para guru,” tuturnya.

Dirinya juga menyatakan, dalam ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan anggaran, ketika tidak ada dalam aturan memang tidak bisa dilakukan. Oleh sebabnya, ketika dahulu pemkot ingin mengajukan kewenangan pengelolaan SMA/SMK sederajat tidak disetujui oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi kalau misal (SMA/SMK) mau dialihkan lagi ke Surabaya, itu tidak memungkinkan. Maka yang saya dengar dari pemkot, mereka berencana memberikan (intervensi) bentuknya beasiswa kepada siswa-siswi SMA/SMK yang ber-KTP atau KK Surabaya,” jelasnya.

Dia berdalih, melalui program beasiswa itulah yang paling memungkinkan bagi pemkot untuk memberikan intervensi bagi siswa SMA/SMK sederajat di Surabaya.

“Cuma mungkin kita harus menunggu untuk pelaksanaannya, karena kan harus juga dengan DPRD Kota Surabaya menurut saya,” urai Agatha.

Kendati demikian, ketika program beasiswa pemkot untuk pelajar SMA/SMK sederajat itu terlaksana, tentu saja akan sangat membantu anak-anak Surabaya. Khususnya dari keluarga kurang mampu atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“Misalnya itu bisa terlaksana, tentu akan sangat membantu anak-anak kita dari Surabaya yang dari keluarga kurang mampu. Sehingga mereka tidak perlu memusnahkan mimpi untuk bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi,” pungkas Agatha. (dvd)

No More Posts Available.

No more pages to load.