Diminta Pindah, Dua Penghuni Rusunawa Gedanganak Ungaran Kaget Didatangi Petugas PU dan Satpol PP

oleh -423 Dilihat
oleh
Agus Waluyo saat mengemasi barang-barang di kamarnya lantai 4 Rusunawa Gedanganak Ungaran

UNGARAN, PETISI.CO – Dua penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Gedanganak Ungaran Kabupaten Semarang bernama Agus Waluyo dan Purwono kaget saat didatangi beberapa petugas dari DPU dan Satpol PP yang meminta keduanya untuk segera pindah dari rusun tersebut karena dinilai terlambat melakukan pembayaran uang sewa kamar.

Agus Waluyo, penghuni kamar di lantai 4 Rusunawa Gedanganak saat diwawancarai awak media belum lama ini mengatakan, tindakan petugas yang menyuruhnya untuk segera pindah dianggapnya terlalu spontan.

“Aku dapat teguran pengosongan tanggal 29 Agustus, dan sampai saat inipun tidak ada lagi tembusan surat dan tiba-tiba tanggal 22 September langung spontan serentak dari Satpol PP, dan dari mana aja tuh kurang tahu juga sih saya untuk meminta kami segera pindah,” ucap Agus.

Agus mengaku siap bila diharuskan untuk melunasi tunggakannya asalkan masih diperbolehkan tinggal di Rusunawa tersebut. Namun, kata dia, meskipun akan dilunasi, petugas sudah tidak memperbolehkan dirinya untuk tinggal di tempat itu lagi.

“La itu kan posisi aku menunggak sampai bulan Agustus 3 kali, terus aku bayar 1, jadi kan otomatis untuk sampai Agustus kan cuma terlambat 2, dan untuk September ini kan berarti 3 lagi nunggaknya, dan itukan seharusnya ada tembusan lagi toh suratnya bukan langsung pengosongan serentak gitu,” ungkapnya.

Sementara Purwono, penghuni lainnya yang juga diharuskan pindah mengatakan kalau tindakan petugas saat mendatangi kamarnya kala itu dianggap tidak ada rasa kemanusiaan.

“Kita sebenarnya kan tidak tahu sama sekali kalau siang itu dari pihak PU bersama Satpol PP didampingi oleh satpam yang ada di rusun mendatangi tempat kami untuk melakukan pengosongan karena keterlambatan dari pihak kami yang terlambat bayar 3 bulan,” ungkap Purwono.

“Bahkan ketika kita minta toleransi supaya kita dikasih jeda waktu supaya kita bisa menentukan tempat tinggal untuk menaruh barang-barang, kita minta waktu sampai sore tidak diperbolehkan, dari pihak pengelola bilang nggak bisa. Di situ kan ada anak saya yang masih kecil-kecil. Ketika istri dan anak saya menangis dan minta tolong sama pihak pengelola dan tidak ditanggapi sama sekali. Bahkan tangisan anak istri saya tidak didengar,” ungkapnya.

Melihat situasi yang panas dan tegang, akhirnya Purwono saat itu langsung menghubungi LKMK Gedanganak untuk minta datang ke rusun supaya bisa memberikan solusi.

“Terjadilah disitu nego dan kesepakatan akhirnya disetujui dan dikasih waktu dua hari,” kata Purwono.

Ketua LKMK Gedanganak, Asrori yang hadir di dalam Rusunawa kemudian melakukan negosiasi kepada pengelola untuk minta diberikan kesempatan kepada kedua penghuni tersebut agar bersiap-siap mencari pengganti tempat tinggal terlebih dahulu.

Asrori berpendapat bahwa pihak pengelola rusun atau pihak-pihak pemerintah sendiri dalam penerapan kebijakan tersebut dinilainya terlalu kaku dan tidak menggunakan nilai-nilai kemanusiaan.

“Apakah ini istilahnya hotel atau istilahnya apartemennya perorangan atau siapa itu namanya, inikan rusunawa, milik pemerintah, yang saya maksud pemerintah itu siapa sih, dan dibuat untuk apa, katanya untuk menyejahterakan masyarakat yang notabenenya untuk tempat yang layak, ternyata di sini, panjenengan semua kan tahu, dengan kondisi perekonomian saat ini seperti ini, kondisi masyarakatnya ya seperti ini, namun pemerintah sendiri kurang berpihak kepada masyarakat yang intinya menelantarkan akibatnya, panjenengan kan tahu diusir dari sini kemudian pindah dimana, dia bertempat dimana, apalagi anaknya kecil-kecil, nilai nurani kemanusiaannya dimana,” ungkapnya.

“Mestinya pemerintah itu kan luwes sebagai pengabdi dan pelayan daripada masyarakat sebenarnya lebih santun, toh beliau-beliau itukan yang menggaji masyarakat bukan dia itu majikan, jangan memposisikan sebagai majikan, paling ampuh paling kuat paling berkuasa,” ucapnya.

Menanggapi adanya polemik di Rusunawa Gedanganak itu, Kepala DPU Kabupaten Semarang, Totit Oktoriyanto didampingi Sekretaris Dinas Fadjar EP dan Kepala UPTD Rusunawa, Rizki Halima di kantor PU mengatakan, sebelum meminta yang bersangkutan untuk melakukan pengosongan rusun, pihaknya sudah mengirimkan tiga kali surat peringatan agar segera melakukan pelunasan sewa.

“Jadi kami ini melaksanakan itu saya kira berproses ya, kejadian kemarin itu berproses sebelumnya  ketika ada situasi Covid, kebetulan ada Ombudsman kesini itu pak Bupati pernah membuat diskresi. Sehingga waktu itu pernah ada diskon 50 persen selama 3 bulan. Terus kemudian ada yang telat bayar sampai 8 bulan, kita sudah pernah menyikapi, deposit yang mestinya dipakai untuk cadangan sudah habis,” ujar Totit saat ditemui di kantornya, Kamis (29/9/2022).

Totit menerangkan, kejadian serupa sebelumnya juga sudah pernah dilakukan terhadap kedua penghuni tersebut dan mereka sudah hampir dikeluarkan.

“Ini sudah periode kedua sebenarnya, kepada yang bersangkutan ini kok begini terus lha kami kan susah ini, terus kalau itu tidak diselesaikan kan kami jadi repot, makanya kemarin ketika ada kejadian kalau memang mau minta kebijakan ya karena ini Perda ya bersurat kepada pimpinan kepada Bupati, barangkali ada diskresi lagi, tapi yang jelas semuanya melalui proses pak, peringatan satu, dua, tiga melalui proses itu,” lanjutnya.

Sehingga pada akhirnya, Dinas PU mengambil tindakan tersebut untuk menertibkan para penghuni rusun yang dianggap tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai aturan yang ditetapkan Peraturan daerah Pemerintah Kabupaten Semarang.

“Sesuai perda Nomor 11 tahun 2016 pasal 13 yang berbunyi, Penghuni rusunawa berkewajiban untuk membayar uang sewa dan jaminan uang sewa. Mengosongkan ruang hunian pada saat perjanjian sewa berakhir,” ucap Totit. (lim)

No More Posts Available.

No more pages to load.