Fraksi Gerindra DPRD Surabaya Berikan Catatan Terkait Perda Perubahan APBD 2023

oleh -291 Dilihat
oleh
Ajeng Wira Wati, S.Sos, MPSDM, Juru bicara Fraksi Gerindra DPRD Surabaya

SURABAYA, PETISI.CO – Terkait Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2023, Fraksi Gerindra DPRD Surabaya menyampaikan sejumlah catatannya dalam pandangan umum sidang Paripurna DPRD Surabaya di ruang utama lantai III.

Fraksi Gerindra memandang, ada ketergantungan dana transfer dari pemerintah pusat sangat besar. Sehingga berpengaruh pada kemampuan keuangan daerah.

Agar ketergantungan tersebut dapat diimbangi dengan peningkatan pendapatan asli daerah, maka Fraksi Gerindra mempertanyakan formulasi yang disiapkan oleh pemerintah Kota terkait hal tersebut.

“Mohon tanggapan!,” kata juru bicara Fraksi Gerindra Ajeng Wira Wati.

Fraksi Gerindra mendorong, agar peningkatan pendapatan dari aset yang dipisahkan yang ada di BUMD, semestinya harus ditingkatkan.

Menurutnya dibeberapa perusahaan BUMD di Surabaya pendapatannya tidak optimal dan lebih banyak merugi. Jika hal tersebut terus terjadi, maka akan berpengaruh terhadap siklus ekonomi di Surabaya.

“Sehubungan dengan hal itu, Fraksi Gerindra menanyakan upaya apa saja yang dilakukan Badan Usaha Milik Daerah tersebut untuk meningkatkan PAD?,” beber Ajeng.

Perihal sampah, pengelolaan sampah di Surabaya masih menjadi problem tak berujung, terutama volume sampah di TPA Benowo yang semakin hari semakin menumpuk.

Fraksi Gerindra menilai hal itu akan berdampak pada kesehatan udara di sekitar TPA.

“Dengan hal ini, Fraksi Gerindra meminta agar pemerintah segera menyelesaikan permasalahan tersebut menggunakan kesempatan anggaran yang tersedia,” papar Ajeng.

Fraksi Gerindra juga meminta, Pemerintah kota Surabaya lebih memaksimalkan penggunaan anggaran, agar tidak ada lagi sisa anggaran kegiatan di setiap OPD, karena tidak tercapainya target yang direncanakan.

“Beberapa kegiatan hampir di setlap OPD dari tahun ke tahun terjadi sisa anggaran yang menyebabkan Silpa, dan itu di anggap lumrah,” ujarnya.

Padahal anggaran yang telah di rencanakan setiap OPD menerapkan secara efektif dan diharapkan tepat penggunaannya.

“Mengapa hal tersebut masih saja terjadi setiap tahun anggaran?,” tanya Ajeng.

Fraksi Gerindra menyebut, diluar persoalan kebutuhan penyediaan infrastruktur, layanan administrasi, bantuan sosial, kesehatan dan pendidikan yang baik, Kota Surabaya juga dihadapkan pada persoalan over populasi tenaga kerja usia produktif terdidik akibat bonus demografi.

Kemudian terjadi pemutusan hubungan kerja diberbagai instansi, perusahaan, dan tempat-tempat usaha, serta meluasnya gaya hidup tenaga kerja usia produktif yg minimspirit usaha, merasa nyaman hidup dengan status menganggur.

“Dalam pandangan Fraksi Gerindra, fenomena ini adalah fenomena yang sangat menakutkan, karena mengkaji dari munculnya berbagai kasus justru menjadi pemicul munculnya berbagai macam persoalan,” tutur Ajeng.

“Agar hal ini tidak terus menerus menjadi beban kota yg luarbiasa, bisa di rubah menjadi potensi positif bagi pembangunan kota, dan masalah yang diakibatkan dengan sendirinya bisa selesai dan bisa diatasi, dengan pola pendekatan, skema, dan treatment policy serta performance politik anggaran seperti apakah pemerintah kota akan menyelesaikan?,” imbuh Ajeng.

Fraksi Gerindra juga menyoroti aksara Jawa dan aksara Nusantara lainnya, yang saat ini dinilai lebih asing dibanding dengan aksara asing. Kemudian, kota Surabaya akan menyongsong peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023.

Oleh karena itu, terkait dengan PAK APBD, Fraksi Gerindra menanyakan, upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah kota untuk membangkitkan dan merevitalisasi huruf Nusantara tersebut.

“Dan dengan program kegiatan apa lagikah budaya dan spirit juang untuk perbaikan kehidupan sosial, perekomomian dan kesejahteraan hidup seluruh lapisan masyarakat kota surabaya dapat ditingkatkan?,” tanya Fraksi Gerindra.

Di samping itu, Fraksi Gerindra mengharapkan Pemerintah Kota perlu melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan anggaran. Agar tidak terjadi kesalahan atau penyelewengan dalam laporan keuangan juga lonjakan Silpa, karena waktu efektif hanya 60 hari.

“Dan juga dalam pembahasannya agar mengedepankan efektifitas, prinsip kehati-hatian dan berpihak kepada masyarakat,” pungkasnya. (riz)

No More Posts Available.

No more pages to load.