Ketidakjelasan Kasus MAS Akibat Ketidakprofesionalan RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep

oleh -148 Dilihat
oleh
dr Erliyati didampingi Dr Utomo saat menjadwalkan awak media petisi.co, untuk konfirmasi

SUMENEP, PETISI.CO – Ketidakjelasan kasus MAS (inisial), orang yang mengalami gangguan jiwa tersangka atau terdakwa pasal 114 Ayat 1 362 KUHP No 35 Tahun 2009 Narkotika di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, berawal dari dugaan ketidakprofesionalan Rumah Sakit Plat Merah milik Pemerintah setempat, Rabu (20/1/2021).

Pasalnya hingga kini hasil pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan oleh RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep terhadap MAS (inisial) pihak keluarga yakni orang tuanya sendiri tidak mendapatkan hasilnya, kendati sudah berupaya memohon mendatangi Rumah Sakit yang ada di jalan DR Cipto itu.

Bahkan saat dikonfirmasi oleh awak media petisi.co, dengan melibatkan pihak keluarga orang tua yang bersangkutan untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian, RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep, memberikan keterangan yang cenderung berubah-ubah.

Singkatnya, pada Selasa (20/1/2021) saat pihak RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep mengagendakan menjadwalkan awak media petisi.co, untuk konfirmasi langsung pada yang menangani yaitu Dr Utomo atas permintaan dr Erliyati, Direktur Rumah Sakit Plat Merah tersebut. Tapi malah Direktur dr Erliyati melarang awak media petisi.co untuk merekam.

Sehingga jelas itu menjadi tanya besar yang mengindikasikan bahwa ada ketidakprofesionalan pihak RSUD Dr. H. Moh. Anwar milik Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam kasus MAS (inisial) tersebut yang patut diungkap.

Gak boleh merekam. Sampean bukan penyidik Mas, jadi gak boleh ngerekam. Kan ini minta konfirmasi, etikanya gak boleh merekam,” demikian kata Direktur RSUD Dr H Moh Anwar Sumenep, dr Erliyati.

Pihaknya juga menyebut karena itu kasus jadi tidak boleh direkam. Sehingga semakin memperjelas kalau itu kasus berarti ada dugaan penyimpangan.

“Ini kan kasus, jadi jangan ngerekam,” sebutnya.

Bahkan juga Direktur Rumah Sakit Plat Merah milik Pemerintah Kabupaten Sumenep itu terkesan mengintervensi awak media petisi.co untuk pemberitaan.

“Tolong untuk media sampean mau dimediakan, ini kasus polisi ya mas, beda dengan lain. Sampean itu media itu mau masukkan media atau ndak,” tanyanya.

Bahkan yang aneh, Direktur RSUD Dr H Moh Anwar Sumenep menyebut bahwa hasil test itu oleh dokter spesialis jiwa sudah disampaikan pada orang tua atau keluarga bersangkutan. Disebutkannya itu disampaikan lewat lisan.

Namun berdasarkan pengakuan pihak keluarga, dokter yang menangani kala itu hanya menyampaikan kalau akan dibantu. Hingga sekarang pun pihak keluarga tidak mendapatkan hasil pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan oleh RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep.

Disebutkannya, untuk hasil itu meskipun dalam hal ini orang tuanya sendiri, harus ada surat kuasa dari yang bersangkutan yang diperiksa yakni MAS (inisial). Padahal yang bersangkutan diperiksa karena indikasi mengalami gangguan jiwa.

Pihak keluarga ingin hasil itu secara tertulis. Karena diperlukan untuk langkah selanjutnya untuk memperjelas posisi MAS (inisial) di jalur hukum atau sesuai dengan undang-undang yang berlaku, KUHAP dan KUHP.

“Kalau secara tertulis itu namanya rekam medik, kalau yang visum sudah diserahkan kepada polisi atas permintaan polisi. Kalau hasil kesehatan atas nama MAS (inisial) tertulis itu nanti kalau rekam itu ada wewenangnya tidak boleh sembarang orang minta rekam medik. Rekam medik yang boleh minta adalah instansi yang punya wewenang, contoh kepolisian, kejaksaan. Instansi yang punya wewenang sesuai aturan yang berlaku undang-undang,” demikian sebut Direktur.

Jika merujuk pada pengaturan mengenai rekam medis dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran) yang mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Adapun mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis (Permenkes 269/2008). Pasal ini mengatakan bahwa isi rekam medis merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam medis.

Lebih lanjut, dalam Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dijelaskan bahwa ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Dari bunyi pasal Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dapat diketahui bahwa yang berhak mendapatkan ringkasan rekam medis adalah: a. Pasien, b. Keluarga Pasien,  c. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien, d. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien.

Permenkes 269/2008 ini tidak mengatur siapa saja yang dimaksud dengan keluarga di sini. Aturan tersebut tidak mengatakan siapa anggota keluarga yang bisa mendapatkan ringkasan rekam medis atau yang dapat memberikan persetujuan tertulis kepada orang lain untuk mendapatkan ringkasan medis tersebut.

Akan tetapi, untuk mengetahui anggota keluarga yang dimaksud dapat mengacu pada UU Praktik Kedokteran dalam pasal yang mengatur tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”

Menurut penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under curatele), persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.

Sehingga apabila kedudukannya termasuk dalam kategori keluarga terdekat seperti disebutkan penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran di atas, maka ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy.

Sehingga awak media petisi.co, terkait ketidakjelasan dan ketidakprofesionalan RS Plat Merah milik Pemkab Sumenep ini akan diulas lebih lanjut di pemberitaan selanjutnya. Termasuk terus melakukan investigasi/penelusuran lebih lanjut pada pihak-pihak terkait lainnya untuk menyampaikan mengungkapkan pada publik.(ily)

No More Posts Available.

No more pages to load.