SURABAYA, PETISI.CO – Komisi C DPRD Kota Surabaya, meminta Satpol PP untuk menghentikan atau menunda penggusuran ratusan rumah warga di Kelurahan Kalisari, yang direncanakan pada hari ini Selasa (10/3/2020) sampai DPRD melakukan penelitian, sidak, dan pembahasan dengan Pemkot.
Penggusuran itu dilakukan sebagai upaya dari Pemerinta Kota agar tidak terjadi banjir menggenangi Perumahan warga sekitar.
Rencana penertiban itu berawal dari Permintaan Dinas PU Bina Marga dan Pematusan, kepada Balai Besar BBWS Brantas. Sebelum terjadi penggusuran, warga lantas mengadu ke Komisi C DPRD Kota Surabaya.
BACA JUGA : Warga Tuding Pakuwon City Jadi Biang Banjir
Warga yang menempati tanah yang diklaim sebagai bekas tanggul Sungai Kalisari Kalidamen, oleh BBWS itu menolak klaim BBWS. Bahkan perumahan mereka bukan biang banjir. Melainkan akibat pembangunan Perumahan Elit di sekitar kawasan itu.
Baktiono, Ketua Komisi C DPRD Surabaya, menegaskan dari penyampaian tomas, perwakilan, pengacara warga, serta pihak terkait dalam hearing (dengar pendapat), dengan Komisi C menghasilkan keputusan yakni merekomendasikan agar Satpol PP menghentikan rencana penertiban. Langkah itu diambil, sebagai langkah paling urgen dan mendesak untuk menyelamatkan warga dari penggusuran.
“Dari aspirasi warga tadi, Komis C belum bisa memberi keputusan. Tetapi langkah kami paling urgent adalah menyelamatkan warga dari penggusuran. Kami rekomendasikan kepada Satpol PP untuk menghentikan sementara, sampai ada penelitian,” ujar Baktiono, peraih suara tertinggi di DPRD Kota Surabaya ini.
Sempat terjadi adu mulut di ruang Komisi C sebelumnya antara Perwakilan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS), dengan Basyir, tokoh masyarakat Kalidamen dan Kalisari Gang Makam ini, terkait sejarah pembangunan tanggul sungai versi warga.
Menurut BBWS, tanah yang ditempati rumah warga itu adalah rangkaian Tanggul sungai milik BBWS Brantas, yang dibangun sejak 1976 sepanjang 14 kilometer (Km). Tapi menurut sesepuh warga, tanah yang ditempati warga itu tanah negara bekas sudetan yang dibikin warga untuk mengairi persawahan. Sekaligus memisahkan air tawar dan air asin.
Sementara itu, menurut Lurah Kalisari, Suhartono, akan ada banyak persoalan jika diteliti di kawasan setempat. Banyak warga yang memang asli penduduk setempat, berjumlah 45 KK, sedangkan sisanya dari 170 KK itu banyak pendatang (warga Surabaya dan domisili).
“Kalau di Gang Makam dan Kalidamen, memang belum ada surat kepemilikan tanah. Benar bahwa ada beberapa yang bangunan di situ dibisniskan,” ujarnya.(kim)