Masalah Papua, Ditinjau dari Aspek Hukum Hoaks

oleh -39 Dilihat
oleh
Oleh : Fery Setiawan, drg*

Dewasa ini, berita yang menjadi trending topik di khalayak ramai, baik di media massa ataupun media televisi adalah masalah Papua, yang diduga terdapat unsur politik dan unsur pidana, jika ditinjau dari aspek hukum, yaitu aspek penyebaran berita yang belum teruji kebenaran (Hoaks). Didalam ilmu forensik membahas tentang “Komputer Forensik” yang di dalamnya berisi tentang materi kejahatan yang dilakukan di era modern saat ini (cyber crime).

Perlu kita pahami, bahwa sesuai dengan kemajuan zaman, maka akan terjadi kemajuan yang bermakna pada kejahatan itu sendiri, bahwa kemajuan teknologi itu seperti “Pedang bermata dua”.

Di satu sisi, kemajuan teknologi berdampak positif, yaitu: dengan adanya fasilitas “mata online” lewat aplikasi GoJek, Grab, dan masih banyak lagi dan juga fasilitas belanja Online, seperti: aplikasi Bli-Bli dot com, Lazada dot com.

Saya sebut fasilitas “mata online” yaitu sesuai dengan ungkapan salah satu dosen saya ketika memberikan kuliah di Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, karena aplikasi tersebut menggunkan bantuan internet atau dampak kemajuan teknologi dengan menggunakan HP.

Dahulu, warung didatangi oleh orang secara konvensional, namun dengan adanya fasilitas “mata online” tersebut, maka produk dari suatu warung lah yang mendekati para konsumen melalui aplikasi Gojek, Grab, dan fasilitas lainnya.

Hal tersebut adalah suatu dampak positif dari kemajuan teknologi. Namun, di balik dampak positif tersebut, terdapat pula dampak negatif yang merongrong di balik kemajuan teknologi. Dalam hal ini, yang saat ini sedang aktual adalah kasus Papua.

Saya tidak tahu secara pasti duduk perkara, yang saya ingin kaji di dalam opini ini adalah masalah hoaks yang seakan tidak pernah berakhir di manapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Indonesia telah mempunyai suatu payung hukum yang berhubungan dengan Undang-Undang Informasi dan Elektronika, atau dikenal dengan UU ITE.

Salah satu hal yang paling menonjol di dalam kasus Papua adalah adanya provokasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin mengadu domba antara satu pihak dengan pihak lainnya, sehingga terjadi perbedaan pendapat yang berujung dengan pertikaian kedua kelompok.

UU ITE telah mengatur secara jelas tentang sanksi, ancaman hukuman, dan bentuk pelanggaran yang dikategorikan melanggar. Hal ini tentunya sangat membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tentunya, setiap warga negara memiliki kebebasan yang terbatas yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Indonesia, khususnya pada pasal 28, yang berhubungan dengan kebebasan untuk mengutarakan pendapat, baik di dalam ranah Media Sosial (Medsos) ataupun di dalam ranah apapun.

Hal ini seharusnya menjadi suatu peringatan atau himbauan agar para pengguna atau lazimnya dikenal dengan netizen lebih bijak di dalam menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana alat bantu untuk menyatakan kebebasan dalam berpendapat. Namun di balik kebebasan tersebut, tentunya harus dipahami bahwa hendaknya tidak melakukan hal-hal yang dapat bersinggungan dengan Suku, Agama, Ras atau yang dikenal sebagai SARA.

Para penegak hukum Indonesia, khususnya POLRI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki suatu badan khusus yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kejahatan yang termasuk di dalam ranah dunia maya, atau dikenal dengan sebutan “cyber crime”, dengan hampir setiap saat pasti ada yang berurusan dengan POLRI akibat kasus “cyber crime” tersebut.

Seakan hoaks di negeri ini tidak pernah berhenti, yang salah satu hal diakibatkan oleh sumber daya manusia yang masih belum dapat mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membatasi proses penyebaran hoaks adalah dengan memblokir atau membatasi jaringan internet yang terdapat di suatu wilayah, dalam hal ini adalah di Papua.

Hal tersebut tidak 100% salah, namun juga tidak 100% betul. Pemblokiran akses di dunia maya, dalam era teknologi reformasi saat ini sangat-sangat menyakitkan, sebab setiap orang di dunia pasti membutuhkan dan menggunakan sarana informasi yang beragam di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembatasan akses internet mungkin saja dapat mematikan mata pencaharian pelaku-pelaku industri ekonomi kreatif atau pelaku usaha yang menengah.

Di era reformasi saat ini, kita sebagai Bangsa Indonesia hendaknya mulai mendewasakan diri dalam hal membantu penghentian penyebaran hoaks yang seakan tidak pernah berakhir dan terus bermunculan. Apalagi, Bangsa Indonesia yang baru saja merayakan HUT Kemerdekaan RI yang ke-74, dan terdapat slogan yang diberikan oleh para pemimpin bangsa, yaitu: membangun SDM unggul, hendaknya selalu kita ingat bahwa SDM unggul adalah salah satu aspek dalam kekuatan bangsa Indonesia.

Papua adalah saudara kita sebangsa dan setanah air, oleh karena itu hendaknya kita hentikan segala bentuk penyebaran hoaks yang berhubungan dan yang menyakiti perasaan rakyat Papua, karena bagaimanapun mereka adalah saudara kita, saudara sebangsa dan setanah air, yaitu Bangsa Indonesia.#

*)Penulis  adalah mahasiswa S2 Ilmu Magister Forensik, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) – Surabaya, 60286