Pelabuhan Kalimas Riwayatmu

oleh -92 Dilihat
oleh
Oleh : Oki Lukito*

Kesan kumuh tersirat di Kawasan Pelabuhan Kalimas, Tanjung Perak Surabaya. Tidak banyak kapal rakyat (Pelra) yang melakukan bongkar muat barang di Pelabuhan cagar budaya itu selama 10 tahun terakhir.

Selama ini Kalimas dikenal sebagai Pelabuhan kapal rakyat (Pelra). Tempat sandar kapal kayu dan kapal kecil. Angkutan logistik laut tersebut melayani barang kebutuhan pokok Surabaya-Indonesia Timur.

Kapal Kalimas tulang punggung arus perdagangan dari Surabaya ke pulau-pulau kecil di wilayah Jawa Timur termasuk dengan luar Jawa (Kalimantan- Lombok- Maluku-Sulawesi-Papua-Makassar) dan beberapa daerah terpencil, terdepan, terluar dan perbatasan. Kapal Kalimas tetap eksis meskipun dihimpit pertumbuhan kapal petikemas yang siknifikan.

Kesibukan di Pelabuhan Kalimas kini sudah berganti. Sederetan truk trailer berbaris parkir di seberang dermaga. Bukan mengangkut atau menurunkan muatan yang mau dikapalkan. Ada pekerja diantaranya yang sedang membongkar mesin dan roda truk trailer. Pelabuhan Kalimas sudah berubah fungsi merangkap dermaga parkir kendaraan berat dan bengkel insidentil.

Bengkel insidentil

Sementara puluhan truk lainnya memenuhi lahan kosong bekas bongkaran gedung lama yang merupakan bagian dari rencana revitalisasi. Diujung sebelah utara dermaga masih terlihat aktivitas bongkar muatan tetapi bukan kapal rakyat. Muara kalimas dipadati kapal kapal besi berbagai ukuran.

Entah ulah instansi mana yang memberi izin, yang jelas tidak senafas dengan program pembenahan Pelabuhan Kalimas. Selain Pelindo ada Otoritas Pelabuhan dan Syahbandar yang menjadi operator dan regulator di Tanjung Perak.

Bobot kapal besi ada yang mencapai 1000 DWT terkadang menghalangi alur dan menggangu lalu lintas kapal yang keluar masuk dermaga. Umumnya kapal kapal tersebut menghindari rapat antrean di Dermaga Mirah. Konon mereka memanfaatkan Pelabuhan Kalimas yang idle capacity, lebih leluasa, mengurangi cost serta prosedur yang tidak ribet.

Pompa air membawa lumpur

Agak ke tengah sekitar pos 5 dan pos 3 tempat sandar kapal Pelra tampak lengang hanya terlihat dua sampai tiga kapal yang beraktivitas. Padahal waktu masih berfungsi penuh, sedikitnya 100 kapal per hari dari berbagai daerah sarat muatan rempah dan hasil bumi lainnya, termasuk kayu olahan.

Pendangkalan menjadi momok, kedalaman hanya 2-3,5 meter. Mereka  harus menunggu air pasang untuk berolah gerak. Dalam satu bulan tercatat hanya sekitar 30-40 kapal yang labuh di Pelabuhan Kalimas.

Sebaliknya, kapal yang akan berangkat ke berbagai tujuan diantaranya Kalimantan, Nusatenggara, Maluku dipenuhi dengan kebutuhan pangan sembilan bahan pokok selain pupuk, bahan bangunan. Itu dulu. Bahkan kepadatan sampai di bawah jembatan Petekan yang saat ini dibangun Dine Riverside. Kapal-kapal kecil membawa muatan ikan, garam, pindang kendil dan buah buahan dari Madura dan Bawean langsung dijual di pasar petekan yang berada di pinggir dermaga.

Di bagian selatan dermaga, di sebelah lokasi River Side Dine yang kedalamannya kurang dari 2 meter saat ini berdiri bangunan bendungan air merangkap rumah pompa dan pintu air dilengkapi menara pengawas yang dibangun Pemkot Surabaya di atas lahan 2.500 meter persegi.

Hal ini tidak singkron dengan program revitalisasi Pelabuhan Kalimas yang digagas Pelindo III. Tidak bisa dihindari Pompa air akan menggelontorkan jutaan kubik lumpur dan dipastikan akan memperparah pendangkalan di alur pelayaran sepanjang dua kilometer itu.

Kehadiran kapal besi dan pendangkalan alur menjadi penyebab kapal-kapal rakyat enggan lagi memanfaatkan dermaga kalimas. Lebih dari seratus kapal hengkang ke Pelabuhan Gresik, sebagian lagi ke Tanjung Tembaga Probolinggo.

Kapal besi lebih dominan di Pelabuhan Kalimas

Marwah Pelabuhan Kalimas sebagai Pelabuhan Rakyat yang legendaris suram sinarnya. Senyampang kedalaman alur sungai tidak dinormalisasi, muara sungai tidak dibebaskan dari kapal besi, revitalisasi Pelabuhan Kalimas akan menjadi proyek Mercu Suar.

Siapa yang bertanggung jawab soal pengerukan alur yang berbentuk palung di tengah sungai selebar 35 meter itu masih jadi polemik. Menurut Undang Undang Pelayaran No 17 tahun 2008 kewenangan ada di Otoritas Pelabuhan.  Sebagai catatan PT. Alur Pelabuhan Barat Surabaya (APBS) pada Tahun 2019 melakukan pengerukan agar bisa digunakan kapal rakyat berlabuh, bersandar dengan maksimal.

Pekerjaan ini dihentikan karena terjadi insiden. Dermaga tua sepanjang 75 meter ambrol akibat kesalahan teknis pengerukan. Bibir dermaga tidak mampu menyanggah kendaraan berat pengeruk lumpur yang idealnya dilakukan oleh kapal keruk mengingat kondisi sungai yang berbentuk palung itu.

Rencana revitalisasi yang dicangkan Pelindo tidak menyentuh kedalaman sungai. Terminal Kalimas akan dibagi menjadi tiga zona dengan kedalaman yang berbeda. Zona 3 akan digunakan untuk kegiatan Pelayaran Rakyat (Pelra) sedangkan zona 1 dan 2 yang lebih dangkal akan dimanfaatkan sebagai zona wisata. Rencana tahun ini akan dibangun apron sepanjang 1200 meter dari utara keselatan.  Dermaga juga akan dilengkapi perangkat elektrik untuk kapal yang sandar agar tidak lagi menghidupkan jenset kapal.

Pelabuhan Kalimas adalah bagian dari Surabaya Kota Maritim yang layak dijadikan fishing port, sarana rekreasi air dan sentra pendidikan kemaritiman.(#)

*) penulis adalah Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan