Penerapan Restoratif Justice, Tantangan dan Kendala

oleh -997 Dilihat
oleh
Oleh: Moh. Munir, S.H,.S,IP,.M.Si*

Restoratif Justice/keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Ketentuan penerapan restoratif justice tersebut dituangkan dalam peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2021 dan ditandatangani pada tanggal 19 Agustus 2021.

Peraturan Kapolri ini disambut baik oleh segenap pihak terutama oleh pencari keadilan yang memimpikan penerapan hukum dan menginginkan penyelesaian sengketa hukum  dengan cara yang sederhana, murah dan tidak bertele-tele namun tetap memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak. Restoratif justice menjadi harapan baru bagi masyarakat untuk memperoleh keadilan tanpa proses yang panjang dan melelahkan.

Dalam kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya melek hukum kehadiran pola penyelesaian melalui restoratif justice menjadi alternatif  baru dan membuka ruang bagi penegak hukum untuk memilih jalan yang lebih simpel dan cepat. Sebab keseimbangan perlindungan serta kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pemidanaan merupakan suatu kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif harus memenuhi persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum berlaku pada kegiatan penyelenggaraan fungsi reserse kriminal, penyelidikan, atau penyidikan, sedangkan persyaratan khusus hanya berlaku untuk tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif pada kegiatan penyelidikan atau penyidikan.

Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kapolri tersebut  persyaratan umum penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif  meliputi persyaratan materiil dan formil.

Pendekatan restoratif bisa dilakukan jika memenuhi syarat  materiil antara lain, tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, bukan jenis pidana  radikalisme dan sparatisme, bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan dan bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi dan tindak pidana terhadap nyawa orang.

Sedangkan pesyaratan formil yang bersifat umum bisa dilakukan pendekatan restoratif jika memenuhi unsur  perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian, pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa pengembalian barang, ganti kerugian, ganti  biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan dikecualikan bagi tindak pidana narkotika.

Persyaratan khusus, dalam penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif, merupakan persyaratan tambahan untuk tindak pidana lainnya, diantaranya tindak pidana informasi dan transaksi elektronik; tindak pidana narkoba dan tindak pidana lalu lintas.

Persyaratan khusus penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif untuk jenis  pidana informasi dan transaksi elektronik, paling sedikit meliputi pelaku tindak pidana yang menyebarkan konten ilegal, bersedia menghapus konten yang sedang diunggah, diserahkan kepada penyidik dalam bentuk soft copy dan hard copy, menyampaikan permohonan maaf melalui video yang di unggah di media sosial disertai dengan pemintaan untuk menghapus konten yang telah menyebar dan pelaku bersedia bekerja sama dengan penyidik Polri untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Sedangkan untuk tindak pidana narkoba berlaku persyaratan khusus antara  lain, pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba yang mengajukan rehabilitasi, pada saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti narkotika pemakaian satu hari dengan penggolongan narkotika dan psikotropika dan tidak ditemukan barang bukti tindak pidana narkoba namun hasil tes urine menunjukkan positif narkoba, tidak terbukti terlibat dalam jaringan tindak pidana narkoba, pengedar, dan/atau bandar, telah dilaksanakan asesmen oleh tim asesmen terpadu dan pelaku bersedia bekerja sama dengan penyidik Polri untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Untuk tindak pidana lalu lintas berlaku persyaratan khusus antara lain, kecelakaan lalu lintas yang disebabkan pengemudi kendaraan bermotor mengemudi dengan cara membahayakan yang mengakibatkan kerugian materi dan/atau korban luka ringan atau kecelakaan lalulintas di jalan yang karena kelalaiannya mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Dalam peraturan Kapolri tersebut juga diatur prosedur tentang  penghentian penyelidikan dan penyidikan dengan cara yang cukup simpel, yakni dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis, yang dibuat oleh pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban atau pihak lain yang terkait dengan dilengkapi surat persyaratan perdamaian dan bukti telah dilakukan pemulihan hak korban. Pengajuan ditujukan kepada Kabareskrim Polri pada tingkat Mabes, Kapolda pada tingkat Polda, sedangkan untuk tingkat Polres dan Polsek ditujukan kepada Kapolres

Berdasarkan surat permohonan tersebut, penyidik akan melakukan penelitian kelengkapan dokumen, klarifikasi kepada para pihak, melaksanakan gelar khusus dan jika semua persyaratan  terpenuhi maka akan diterbitkan surat perintah dan penetapan  penghentian penyelidikan.

Begitu pula  dalam kegiatan penyidikan, apabila hasil terpenuhi maka akan diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan surat ketetapan penghentian penyidikan. Dengan alasan demi hukum berdasarkan keadilan restoratif, penyidik akan mengirim surat pemberitahuan penghentian dengan melampirkan surat ketetapan penghentian penyidikan kepada Jaksa penuntut umum.

Secara substansi peraturan Kapolri tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif sudah memberikan peluang terhadap penyelesaian kasus tindak pidana sebelum berlanjut ke tahap penuntutan. Namun dalam implementasinya nampaknya masih akan menjumpai sejumlah kendala.

Belum adanya undang-undang yang mengatur secara tegas tentang restorative justice  menjadi kendala tersendiri dan hanya bisa diterapkan pada pelaku yang mengakui perbuatannya, aparat penegak hukum yang berperan didalamnya adalah polisi, jaksa, dan hakim, jika sebagian besar dari mereka masih berfikiran retributive (penghukuman), maka restoratif justice akan sulit terwujud.

Tingkat melek hukum masyarakat yang masih rendah tentu juga  akan menjadi tantangan dan  kendala tersendiri. Oleh karena itu sosialisasi yang lebih masif oleh aparat penegak hukum bersama stake holders di berbagai tingkatan menjadi agenda utama yang harus dilaksanakan.

Mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Prof. Mahfud MD yang mengungkap tentang semakin maraknya mafia hukum bahkan hukum yang di industrikan pasca gelombang reformasi, maka pendekatan restoratif oleh sebagian oknum aparat justru akan dianggap mempersempit peluang untuk “bermain”. Resistensi internal potensial terjadi.  Sehingga internalisasi secara nyata di lingkup aparat penegak hukum menjadi hal yang urgen.

Selain itu penerapan pola penyelesaian restoratif justice akan menghadapi tantangan berupa  penyakit sosial yang muncul belakangan ini. Fenomena sosial yang muncul karena polarisasi politik membuat masyarakat terbelah dan memunculkan sensitifisme sosial yang bermuara pada fenomena saling lapor dengan latar belakang  dendam, kebencian antar kelompok, suku dan ras. Fenomena tersebut dipastikan menjadi kerikil penyelesaian hukum berdasarkan keadilan restoratif.

Pada prinsipnya pendekatan restoratif justice dilakukan untuk mereformasi criminal justice system yang selama ini masih mengedepankan hukuman penjara. Perkembangan sistem pemidanaan tidak lagi semata-mata  bertumpu pada pelaku, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana tersebut. Sehingga membawa dampak positif terhadap iklim penegakan hukum secara keseluruhan menjadi efektif, efisien dan lebih bermanfaat bagi masyakat.(#)

*)penulis adalah Pj. Kepala Bidang Pengembangan SDM – BKPSDM Kab. Bondowoso

No More Posts Available.

No more pages to load.