Penyakit Mulut dan Kuku Berlalu, Produksi Susu Kembali Melimpah

oleh -2039 Dilihat
oleh
Dua petugas vaksinator menyuntik sapi di Koperasi SAE, Pujon, Kab Malang.

BATU, PETISI.CO – Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, hanyalah dusun kecil di kaki Gunung Banyak. Namun siapa sangka tempat terpencil ini merupakan salah satu produsen susu terbesar di Jawa Timur.

Produksi susu sapi di dusun ini melimpah. Sebelum badai Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menyerang, produksi susu sapi di Dusun Brau bisa mencapai 5.000 liter per hari, yang dihasilkan dari populasi 1.500 ekor sapi. Itu berarti setiap 1 ekor sapi  rata-rata memproduksi 15 liter susu.

Akibat badai PMK pada pertengahan tahun 2022 lalu, warga Brau harus menerima kenyataan pahit. Banyak di antara mereka yang harus kehilangan sapi ternaknya. Dampaknya, produksi susu sapi perah ikut mengalami penurunan drastis.

Namun seperti cerita film, “Badai Pasti Berlalu”, selepas musibah PMK, semangat masyarakat Brau kembali bergolak. Mereka yang sebelumnya alih profesi sebagai “buruh tani”, setelah PMK berlalu kembali menjalani profesi awal sebagai “pemerah susu”.

Potensi produksi susu sapi segar di dusun ini memang cukup tinggi. Betapa tidak,  hampir semua warga Brau memiliki sapi.  Bahkan, rata-rata warga Brau memiliki 2 hingga 3 ekor sapi.

Berdasar data dari Kepala Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji, Batu, Fendi Tri Hermawan, tahun 2022 lalu jumlah penduduk Dusun Brau meningkat. Dari semula 500 jiwa, bertambah menjadi 680 jiwa. Sedangkan jumlah sapi sekitar 1.500 ekor. Artinya, populasi sapi di dusun ini lebih banyak dari jumlah penduduknya.

“Di Brau, memang banyak warga yang ternak sapi. Makanya dapat julukan preman susu dari sebelumnya preman tani,” katanya saat ditemui petisi.co di Koperasi Margo Makmur Mandiri Desa Gunungsari, Batu, akhir Agustus 2023 lalu.

Preman tani Brau ini, menurut dia, sifatnya manakala ada yang membutuhkan. Mereka baru bekerja jika ada warga dusun lain yang membutuhkan jasa bercocok tanam. Sebaliknya, jika tidak ada yang membutuhkan tenaga tani, praktis warga Brau menganggur dan tidak ada penghasilan sama sekali.

“Mereka cenderung berada di lingkup Brau, itu yang menyebabkan pola pikir mereka ada sisi negatifnya, yakni Kampung Preman. Tapi, bukan preman sesungguhnya,” jelas Fendi Tri Hermawan.

Perilaku warga Brau mulai berubah di tahun 2012. Mereka berangsur pindah ke ternak sapi, setelah bisa merasakan hasilnya. Kondisi itu, juga tidak lepas dari upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Batu bersama kepala dusun dan desa setempat yang terus memberikan pemahaman dan sosialisasi akan manfaat beternak sapi.

Edukasi dan sosialisasi terkait dengan ternak sapi digencarkan aparat pemerintahan setempat. Memang belum semua langsung beralih ke peternak sapi. Sebab, dari petani pun mereka sebenarnya juga peternak. Mereka punya lahan untuk kandang dan pakan sapi.

Dalam rentang waktu 2 tahun, perubahan ekonomi warga terbilang cukup baik. Mulai 2010 hingga 2012. Dari ternak sapi menghasilkan susu yang disetorkan ke Koperasi Margo Makmur Mandiri Desa Gunungsari, Batu dan mendapat imbalan setimpal  juga. Satu orang bisa setor susu antara 15-30 liter/hari ke koperasi. Harga 1 liter susu Rp 7.300.

Ketua Koperasi Margo Makmur Mandiri Desa Gunungsari, Batu, Munir Khan mengungkapkan suasana Dusun Brau sekarang berubah drastis dibanding sebelum tahun 2010  lalu. Perubahan dari preman tani menjadi preman susu terjadi sekitar tahun 2012.

Animo warga untuk berubah jadi preman susu sangat tinggi. Warga Brau menyadari betul hasil yang didapatkan dari ternak sapi. Pertama, pendapatan dari susu. Pendapatan warga dari susu tidak sama. Tergantung dari jumlah ekor sapi yang dimilikinya.

Munir Khan memerah sapi di kandang sapi miliknya

Di Brau, ada satu warga yang punya dua ekor sapi, lima ekor hingga 10 ekor sapi. “Rata-rata produksi susu dalam sehari lebih dari 15 liter/ekor. Harga 1 liter susus Rp 7.300. Kalau dinilai dengan uang ada perputaran uang Rp 40 juta dalam satu hari di Brau,” ucap Munir yang juga peternak sapi di Brau.

Pendapatan kedua, sebut Munir, warga punya tabungan di pedet. Dulu warga disini tidak langsung punya sapi. Warga memiliki sapi melalui proses panjang.

Uang dari hasil buruh tani disisihkan untuk beli ayam dan dikembangkan. Setelah berkembang bisa dibelikan kambing. Lalu, kambing dikembangkan. Hasil pengembangan kambing bisa beli sapi hingga akhirnya dapat memproduksi susu.

“Dari sapi perah, pertama menghasilkan susu. Setiap hari produksi susu, otomatis ada pendapatan. Dari pada jadi preman tani yang sifatnya tidak pasti, manakala ada yang membutuhkan dan memerlukan buruh tani,” jelasnya.

Tabungan pedet warga Brau dilakukan dengan sistem bagi hasil atau kerja sama. Yakni, warga beli pedet, namun dipelihara orang lain. Perjanjiannya, kalau nanti sapinya sudah bunting 7-8 dibagi dua. Misalnya beli pedet Rp 5 juta, lalu dipelihara sekitar dua tahun sampai jadikan bunting 7-8.

“Sekarang sapi bunting  harganya sekitar Rp 25 juta. Jadi, ada pendapatan sekitar Rp 20 juta. Sedangkan sisanya Rp 5 juta dikembalikan ke pemilik sapi tersebut. Sementara uang Rp 20 juta dibagi jadi dua. Uang yang saya terima Rp 10 juta bisa saya belikan 2 pedet,” paparnya.

Ketiga, lajut Munir, pemanfaatan limbah. Warga diuntungkan dengan pemanfaatan kotoran sapi yang diolah menjadi gas. Limbah dari biogas bisa dijadikan pupuk. Untuk pengetahuan teknologi pemanfaatan limbah ini, menjalin kerja sama dengan Universitas Brawijaya Malang dan perguruan tinggi lain.

“Disini ada 35 titik pemanfaatan biogas. Ini jadi salah satu faktor mengurangi ketergantungan sama gas. Untuk pakan sapi, warga tidak perlu khawatir. Di dusun ini, kebutuhan rumput lebih dari cukup,” katanya.

Selain warga menanam rumput di lahan miliknya sendiri, ada kerja sama dengan Perhutani. Warga diberi kebebasan untuk melakukan penghijauan di wilayah perhutani. “Disisi lain, tanaman ini bisa menahan resapan air, bisa menahan longsor dan bisa mensupport kebutuhan air warga di bawah,” ujarnya.

Panik

Sepuluh tahun warga Brau menikmati hasil jerih payah ternak sapi, di Indonesia tiba-tiba muncul wabah PMK pada April 2022. Sebaran PMK di beberapa daerah cukup masif. Di Brau, penyebaran PMK berlangsung sekitar 3 bulan lamanya. Mulai Juni hingga 2022 lalu.

Perekonomian warga Brau kembali terusik. Dampak PMK dirasakan betul oleh warga Brau. Awal munculnya wabah PMK, banyak warga panik. Wajar saja. Sebab, Dusun Brau tidak pernah diserang wabah PMK. Warga Brau tidak tahu cara untuk mengatasi PMK.

Bayang-bayang kematian sapi menjadi kenyataan. Selama 3 bulan penyebaran PMK di Brau, tercatat ada 300 ekor sapi yang jadi korban wabah PMK dari total jumlah populasi sapi 1.500 ekor. 300 sapi tersebut, ada yang mati, dipotong paksa dan  dijual warga karena panik. “Sekarang tinggal 1.200 ekor,” kata Munir.

Pria berusia 53 tahun itu, juga kehilangan 5 ekor sapi akibat PMK. Empat sapinya meninggal dan 1 sapi lagi dipotong paksa, karena ada gejala PMK. Di awali mulut sapi keluar lendir berlebihan, berbusa, kuku mengelupas, suhu badan tinggi dan nafsu makan berkurang. “Itu gejala sapi yang kena PMK,” tandasnya.

Tak hanya sapi meninggal, akibat PMK produksi susu sapi warga menurun drastis. Produksi susu berkurang hingga 0-5 liter perhari. Padahal sebelum PMK, satu orang bisa setor antara 15-30 liter/ekor susu setiap pagi ke koperasi. Ada pula warga yang sore hari setor susu 15-30 liter.

Bahkan, sebelum PMK, satu indukan sapi perah yang pernah beranak dan diperah susunya dijual bisa laku Rp 30 juta. Ketika PMK, harga jual seekor sapi turun menjadi Rp 2,5 juta. Turunnya harga sapi juga terjadi pada harga pedet.

Harga jual pedet sebelum PMK bisa mencapai Rp 5-7 juta. Tergantung bobot sapi. Namun, ketika PMK satu ekor pedet dihargai Rp 2 juta. “Itu sangat memukul peternak. Sekarang dihargai normal. Tapi waktu PMK, memang kurang baik,” ungkap warga Dusun Brau RT  04 RW X, Desa  Gunungsari, Kecamatan Bumiaji ini.

Kepanikan warga Brau akibat badai PMK, dirasakan pula peternak sapi di daerah lain. Sebut saja  Heri, warga Pujon, kabupaten Malang. Dia harus kehilangan 9    ekor sapi dan 7 ekor pedet, karena harus dipotong paksa setelah terkonfirmasi positif PMK dan mengalami gejala PMK.

“Jadi, totalnya ada 16 ekor yang dipotong paksa. Gimana tidak panik, baik petugas maupun peternaknya tidak berpengalaman menangani PMK. Tiba-tiba satu hari ada satu ekor sapi yang kena penyakit, dua hari kena semua, apalagi pedet-pedet,” ungkapnya.

Heri makin panik, manakala produksi susu sapinya turun drastis. Membuat pendapatannya turun. Sebelum PMK, sapi ternaknya bisa memproduksi susu 25 liter/hari. Produksi susu sapinya itu disetor ke Koperasi SAE Pujon. Dari penjualan susu ke koperasi, Heri bisa mendapatkan uang  Rp 9 juta bersih untuk 15 hari.

Ketika muncul PMK, produksi susu sapi-nya anjlok luar biasa, sampai 6 liter/hari. “Waktu PMK, penghasilan tidak sampai Rp 2 juta. Harga jual sapi juga anjlok. Dulu harga per ekor sapi Rp 20 juta. Waktu PMK turun jadi Rp 2-3 juta,” kata Heri yang  mulai beternak sapi tahun 2010.

Sekretaris Koperasi SAE Pujon, Nuryakin memaparkan sebelum PMK, produksi susu di Pujon mencapai 125 ton/hari dengan populasi sapi 25.000 ekor. Jumlah sapi tersebut, kini tinggal 20.665 ekor. Artinya, ada 4.335 sapi yang mati, dipotong paksa dan dijual ke orang lain.

Produksi susu otomatis berkurang. Ketika terjadi wabah PMK bulan Juli 2022, produksi susu turun menjadi 60 ton/hari dari produksi susu sebelumnya 125 ton.    Terdiri dari 40 ton dalam bentuk susu segar dan 20 ton susu tidak bisa dijual dan koperasi harus tetap membeli dengan harga normal.

Kerugian total akibat produksi susu turun mencapai Rp 11 miliar. Sebelum PMK, Nuryakin menyebut Koperasi SAE Pujon, memiliki asset sebesar Rp 125 miliar. Kini assetnya tinggal Rp 120 miliar. Penurunan asset itu, karena pihak koperasi ikut membantu warga yang sapinya masih produksi meninggal kena PMK dengan dana  kerohanian sebesar Rp 3,5 juta.

“Kasihan peternaknya. Saat sapi mati ada visum, diganti Rp 3,5 juta. Yang potong paksa dan masih bisa dimanfaatkan diberi bantuan Rp 1 juta/ekor. Anggaran itu berasal dari dana cadangan koperasi,” jelas Nuryakin.

Bantuan lain yang diberikan kepada warga, yaitu vaksin, obat-obatan dan pakan ternak. Pihak koperasi menerima bantuan pakan dari pemerintah 300 ton dan disalurkan ke peternak dengan jumlah yang tidak sama besarnya. “Kalau dibagi per ekor dapat 20 kg untuk pakan sapi selama 15 hari,” ungkapnya.

Vaksinasi

Tiga bulan warga Brau harus bergelut melawan PMK. Tak ada kata menyerah. Berbagai upaya dilakukan warga agar PMK keluar dari Brau. Jajaran dusun dan desa setempat tak kenal lelah untuk mensosialisasikan kepada warga akan pencegahan penularan PMK.

Dari satu ke kampung lain didatangi untuk mengecek sapi yang mengalami gejala PMK. Jika ada sapi yang sakit, diberikan obat tradisional. Sebelum ada penyuntikan vaksin PMK, warga Brau mengandalkan ramuan jamu untuk menyembuhkan  berbagai penyakit hewan ternak.

“Dulu jamu tradisional kan menjadi obat bagi masyarakat di desa untuk menyembuhkan sakit apapun. Nah, waktu wabah PMK masuk Brau, warga disini juga mencoba membuat ramuan jamu dari bahan rempah-rempah untuk menyembuhkan  sapi yang sakit,” jelas Munir.

Piagam penghargaan Jawa Timur sebagai Provinsi dengan kinerja vaksinasi PMK terbaik nasional dari Menteri Pertanian.

Upaya lain yang dilakukan, adalah melarang warga mendatangkan sapi dari luar daerah. Membatasi interaksi sapi dengan sapi luar Brau. Larangan ini, sekaligus memenuhi imbauan dari Pemkot Batu untuk mencegahan penyebaran PMK lebih luas lagi.

“Warga pemilik sapi juga harus hati-hati, karena bisa tertular melalui pakaian dan kendaraan yang dipakai untuk mengangkut sapi. Penyakit mulut dan kuku sapi bisa menempel  ke baju dan mobil,” ungkapnya.

Terakhir upaya yang  dilakukan, adalah vaksinasi. Munir bersyukur atas langkah cepat Dinas Kesehatan dan Peternakan Kota Batu yang secara masif melakukan vaksinasi di seluruh peternakan sapi di dusun dan desa-desa. Alhasil, banyak sapi di Brau sembuh dari PMK.

Vaksinasi memang menjadi solusi untuk menghentikan penyebaran PMK di 38 kabupaten/kota. Sebab, penyebaran PMK mirip dengan Covid-19. Obatnya hanya satu, yaitu vaksin. Vaksinasi dilakukan untuk memberikan antigen pada tubuh agar dapat merangsang pembentukan imunitas atau antibodi.

Dengan demikian, tubuh menjadi lebih kebal terhadap serangan virus yang masuk ke dalam tubuh. “Vaksin ini merupakan satu-satunya cara untuk mengendalikan, selain melakukan pengobatan. Di Covid-19 mengenal vaksin 1, 2 dan booster, di PMK juga demikian,” kata Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, Dr. Ir. Dyah Aryani, MM.

Menyadari akan pentingnya vaksin untuk menyembuhkan hewan ternak dan sekaligus menghentikan penyebaran PMK, Gubernur Jawa Timur Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si meminta bantuan vaksin dalam jumlah besar ke Pemerintah Pusat. Sebab, di awal munculnya PMK pada Mei 2022, penyebaran PMK di Jawa Timur sulit dikendalikan.

Dyah Aryani masih ingat Kementerian Pertanian (Kementan)  menetapkan 4 kabupaten di Jawa Timur pada 31 Mei  2022. Padahal, waktu itu PMK sudah menyebar di 38 kab/kota. Panik, karena banyak sapi yang meninggal akibat PMK. Pemprov Jawa Timur tidak punya obat.

Dalam kondisi kritis, Dyah Aryani meminta Gubernur Khofifah Indar Parawansa untuk membuat Surat Edaran yang dijadikan dasar untuk mengakses dana belanja tidak terduga (BTT). Ironisnya setelah SE Gubernur Jawa Timur keluar, muncul Permendagri No 1 yang menyatakan dana BTT harus nempel di program. “Akhirnya Permendagri No 1 dianulir,” ucapnya.

Tak hanya itu, Mendagri membantu akses dana BTT kepada daerah mana saja yang belum menggunakan dana BTT. Meski sedikit, namun dana BTT dinilai membantu menanggulangi PMK di daerahnya masing-masing. Inilah bagian dari proses yang dilalui bersama, membangun tim yang menjadi kunci pengendalian PMK.

Tim pengendalian PMK lengkap, terdiri dari berbagai unsur. Mulai dari pemerintah pusat, Mendagri, satgas PMK dari BNPB, Kementerian Pertanian hingga Kementerian Perekonomian. Dari internal, ada TNI/Polri, asosiasi, fakultas kedokteran hewan di Malang dan Surabaya dan media.

“Kita mendapat support luar biasa dari Ibu Gubernur. Melalui arahan Gubernur, kita bisa melalui masa-masa sulit untuk pengendalian PMK yang sudah berjalan satu tahun. Dalam satu tahun ini, progesnya cukup  bagus dari hasil vaksinasi yang kita kerjakan,” paparnya.

Berdasar data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, vaksinasi dilaksanakan mulai 25 Juni 2022 hingga 22 Agustus 2023 di 38 kab/kota. Dari alokasi 7.266.950 dosis vaksin yang dikucurkan pemerintah pusat,  baru realisasi 6.761.694 dosis. Jutaan dosis vaksin itu, digelontorkan ke seluruh 38 kabupaten/kota.

Sebaran vaksin di Jawa Timur, terdiri dari 38 Kab/Kota, kecamatan 653 dari jumlah kecamatan 664 (98%) di Jatim dan desa/kelurahan 7.462 (88%) dari 8.501 desa/kelurahan di Jatim. “Target  kita tahun 2023, sebanyak 7.266.950 dosis sudah habis semua,” tandasnya.

Masih di 2022, total vaksinasi PMK di Jawa Timur sebanyak  2.532.879 dosis. Rinciannya, vaksin 1 sebanyak 1.723.374 dosis dan vaksin 2 sebanyak 809.505 dosis. Sedangkan total vaksinasi PMK di Jawa Timur mulai 1 Januari-22 Agustus 2023 sebanyak 4.113.532 dosis, terdiri dari vaksin ke 1 (2.556.940 dosis), vaksin ke 2 (1.078.654 dosisi) dan vaksin Booster (477.938 dosisi. Rata-rata perhari sebanyak 17.579 dosis.

Dinas Peternakan Jawa Timur mencatat situasi PMK hingga 22 Agustus 2023 di 38 kab/kota di Jawa Timur terdapat 199.973 kasus. Rinciannya, sapi mati 4.414 ekor (2,21%), potong paksa 2.707 ekor (1,36%), sakit 139 ekor (0,08% dan  sembuh 192.712 ekor (96,35%).

Capaian vaksinasi PMK berdasarkan total hewan rentan (sapi dan kerbau). Yaitu, sapi potong tervaksin 2.106.592 ekor (46%) dari total populasi 4,9 juta ekor, sapi perah tervaksin 201.995 ekor (71%) dari populasi 301.000 ekor, kerbau tervaksin 3.717 ekor (19%) dari populasi 18.962 ekor.

Untuk kambing, capaian vaksinasi PMK, 1.515.555 ekor (39%) dari populasi 3,7 juta ekor, domba tervaksin 419.538 ekor (29%) dari populasi 1,4 juta, babi tervaksin 32.232 ekor (62%) dari populasi 48.780 ekor.

“Rata-rata capaian vaksin di Jawa Timur 12.061 dosis. Kalau habis tinggal minta lagi. Pemerintah Pusat punya stok 10,4 juta ternak rentan di Jawa Timur,” tandasnya.

Total vaksinasi di Indonesia hingga 22 Agustus 2023 sebanyak 17.565.437 dosin, dimana Jawa Timur berkontribusi 39%. Tingginya vaksinasi di Jawa Timur, akhirnya Menteri Pertanian Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H., M.Si., MH, memberikan penghargaan Provinsi Jawa Timur sebagai Provinsi dengan kinerja vaksinasi PMK terbaik nasional di Jakarta pada 14 Agustus 2022.(Bambang W)

No More Posts Available.

No more pages to load.