KEDIRI, PETISI.CO – Kasus perkara pidana sewa menyewa tanah milik PT Gudang Garam Tbk Kediri masuk dalam agenda pernyataan saksi kedua kalinya. Berada di ruang sidang Kirana Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Kamis (15/6/2017) empat penyewa yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku tak dirugikan.
Empat orang saksi yang juga merupakan penyewa yakni Hermin, karyawati PT GG asal Desa Kwadungan; Imam Suhadi, seorang petani Desa Kwadungan, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri; Suparno, petani dari Desa Sitimerto, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri dan Suratman, petani asal Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri.
Di hadapan majelis hakim, Hermin mengatakan, menyewa lahan milik PT GG seluas 542 meter yang berada di depan rumahnya. Lahan tersebut sebelumnya disewa oleh terdakwa, lalu kemudian ditawarkan kepadanya untuk disewa.
“Dulunya yang mengerjakan lahan itu pak Dadang. Kemudian memberikan tawaran kepada ibu saya supaya disewa. Lalu akhirnya saya sewa kepada Pak Dadang. Masa sewa itu sudah berlangsung lama dengan jangka kontrak setiap satu tahun. Terakhir, masa sewa mulai bulan September 2016 dan berakhir pada September 2017 mendatang,” tuturnya didepan sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Meliana, SH.
Dari luas lahan 542 meter tersebut, Hermin membayar uang sewa sebesar Rp 16,8 juta. Perjanjian sewa antara kedua belah pihak dituangkan dalam bentuk kuitansi pembayaran. “Saya bayar dulu, setelah itu kuitansi diberikan oleh Pak Harto, dia utusan dari Pak Dadang,” ungkap Hermin.
Tetapi, sebelum masa sewa berakhir, terdakwa meminta lahan tersebut untuk dikembalikan, pada Juli 2017 besok. Alasannya, tanah tersebut bakal diminta pihak perusahaan PT GG dan harus segera diserahkan sebelum September 2017. “Pak Dadang meminta supaya lahan dikembalikan dua bulan sebelum masa sewa berakhir, karena pihak GG meminta tanahnya. Tetapi, pak Dadang mengembalikan uang masa sewa dua bulan yang diminta itu. Nilainya sebesar Rp 2,8 juta. Disini saya tidak merasa keberatan,” bebernya.
Hermin menyadari permintaan terdakwa, karena lahan itu memang bukan milik Dadang, melainkan milik PT GG. Selama perjanjian sewa berlangsung, terdakwa juga menyampaikan apabila lahan itu memang milik perusahaan. “Saya tahu lahan itu milik GG, karena sebelumnya adalah tanah H. Nur Hasyim yang dijual kepada PT GG,” jelasnya.
Sementara, H. Imam Suhadi saksi lain mengatakan hal yang sama. Dia juga tidak merasa keberatan jika tanah tersebut diminta kembali pihak PT GG. sebelumnya ia menyewa lahan itu kepada terdakwa selama kurang lebih 5 tahun terakhir. Luas lahan yang disewa kurang lebih 2.000 ru. Perjanjian sewa dilakukan setiap tahun. Masa sewa pada, September 2017 mendatang. “Saya sewa dari pak Dadang sebesar Rp 26 juta pertahunnya. Saya tahu lahan ini memang milik PT GG, karena dulu adalah milik keluarga kami. Tetapi orang tua kami menjualnya kepada PT GG. Lalu lahan ini dikelola pak Dadang sebelum akhirnya saya sewa,” jelas Imam.
Seperti halnya Hermin, sebelum masa sewa berakhir, terdakwa meminta lahan itu kembali karena pihak perusahaan membutuhkan. Atas perubahan masa sewa itu, terdakwa kemudian mengganti uang sewa dua bulan sebesar Rp 8 juta. “Alhamdulillah, Pak Dadang mengembalikan uang sewa dua bulan karena meminta lahan sebelum masa sewa berakhir. Saya bersyukur, karena tahun ini gagal panen. Semua padi amblas karena serangan hama,” aku Imam.
Diantara empat orang saksi yang dihadirkan, Suparno, adalah petani penyewa paling luas. Ada 6.700 ru lahan milik PT GG yang semula disewa terdakwa kemudian disewanya. Total biaya sewa yang ia bayarkan Rp 176 juta untuk pertahun masa sewa dan berakhir pada Oktober 2017. “Sekarang masih ada tanaman tebu. Pak Dadang bilang kepada saya satu bulanan lalu. Saya disuruh memanen bulan 7 dan sisanya dikembalikan atau disusuki. Pak Dadang sanggup untuk mengembalikan sisa dua bulan tersebut. Sekarang masih proses nego, karena tebu kami juga belum panen. Kalau saya hitung sisa dua bulan yang akan dikembalikan sekitar Rp 60 juta. Dan kalau itu dibayar saya juga tidak merasa dirugikan,” beber Suparno.
Masing-masing saksi yang menyewa lahan PT GG dari semula disewa terdakwa tidak merasa dirugikan. Termasuk Suratman, saksi terakhir yang dimintai keterangan. Suratman telah menyewa lahan seluas 500 ru milik PT GG kepada Dadang selama 5 tahun terakhir. Nilai sewanya Rp 10 juta per tahun. Dia juga mengaku sudah mendapat uang kembalian dari masa sewa dua bulan yang diminta kembali.
Setelah empat orang saksi selesai dimintai keterangan, majelis hakim meminta supaya JPU kembali menghadirkan saksi-saksinya di persidangan selanjutnya. Sayangnya, dari pemeriksaan saksi itu, Wakil Direktur Pt Gudang Garam, Slamet Budiono masih mangkir dalam pemberian kesaksian. Dua kali dirinya tidak datang di PN Kabupaten Kediri. Kendati demikian JPU tetap akan melayangkan surat panggilan ketiga agar Slamet Budiono dapat memberikan kesaksian dipersidangan. Sementara itu, Hakim Ketua juga meminta terdakwa untuk mempersiapkan saksi yang meringankan dalam persidangan ke depan.
Seusai sidang JPU M. Yusuf mengaku, kehadiran para saksi dalam persidangan kali ini untuk memperjelas status dari obyek tanah yang disebut dalam kasus ini. Para saksi menjelaskan bahwa tanah tersebut milik PT GG yang disewa oleh terdakwa, kemudian disewakan kepada mereka. “Kita datangkan saksi ini karena mereka yang diperiksa pihak kepolisian. Sedangkan tidak datangnya Wadir PT GG, Bapak Slamet Budiono untuk jadi saksi tidak memberikan alasan. Dan kita masih punya satu kesempatan lagi minggu depan agar dia hadir,” tegas JPU M. Yusuf.
Terpisah kuasa hukum terdakwa, Agustinus Jehandu mengatakan, dari sidang pemeriksaan saksi ini tergambar jelas bahwa tanah yang disewakan kepada saksi adalah milik PT GG yang sebelumnya disewa oleh kliennya. Tetapi, berdasarkan keterangan para saksi, tidak ada satupun yang merasa dirugikan. Sebab, terdakwa mengembalikan sisa sewa karena diminta sebelum jatuh tempo.
“Dari sidang tadi jelas bahwa perkara ini adalah sewa-menyewa tanah. Klien kami menyewa tanah milik PT GG kemudian disewakan kepada orang lain. Artinya kasus ini masuk ranah Perdata bukan Pidana. Klien kami melanggar perjanjian sewa menyewa yang sudah dibuat dengan pihak PT GG,” tegasnya.
Sekedar diketahui, Dadang Heri Susanto dilaporkan PT GG ke Polres Kediri karena melanggar perjanjian sewa yang dibuat kedua belah pihak. Dadang menyewakan tanah seluas 14 hektar yang terdiri dari 53 bidang kepada orang lain. Dia dijerat pasal 285 KUHP ayat 4 tentang sewa menyewa di Polres Kediri dan tidak ditahan.
Tetapi anehnya, saat berkas perkara berada di Kejari Ngasem, dia kemudian ditahan oleh kejaksaan. Dasarna, terdakwa juga dijerat pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Pasal itu muncul saat berkas berada di Kejari Ngasem ketika pelimpahan tahap dua. Dari masalah itu, Dadang akhirnya harus menjalani sidang di dua pengadilan. Dia harus sidang di PN kota Kediri atas sidang perdata dan PN Kabupaten Kediri atas kasus pidana yang kini dalam proses pemeriksaan.(dun)