Pilkada Surabaya 2020, Pengamat: PDIP Kelewat Hati-Hati

oleh -111 Dilihat
oleh
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam

SURABAYA, PETISI.CO – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surabaya 2020 sudah semakin dekat. Akan tetapi, PDI Perjuangan sebagai partai penguasa kota Pahlawan, hingga sekarang masih adem ayem. Partai pimpinan Megawati Soekarno Putri ini belum menunjukkan sinyal siapa kadernya yang diusung sebagai Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya.

Di lain pihak, sudah muncul nama Machfud Arifin (MA) yang diusung banyak partai politik (parpol) sebagai cawali Surabaya. Setidaknya ada 8 parpol yang sudah mengeluarkan surat dukungan cawali MA, yakni PKB, PPP, Nasdem, Golkar, Demokrat, PAN, Gerindra dan terakhir PKS.

Apakah munculnya nama MA menambah ke-hati-hatian PDIP untuk menurunkan jagonya untuk meneruskan dinasti wali kota Surabaya dipimpin oleh kader PDIP? Padahal, PDIP punya banyak kader yang siap bertarung di pilkada Surabaya, seperti Whisnu Sakti Buana, Armuji dan Dyah Katarina.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam punya pandangan menarik. Dia menilai, PDIP kelewat hati-hati dalam menghadapi pilkada Surabaya. Namun, bukan berarti PDIP takut kadernya yang akan diterjunkan nanti mengalami kegagalan.

“Terlalu hati-hati sikap PDIP itu karena beban harus menang yang harus ditanggung untuk menjaga tradisi dan kehormatan yang diraih selama ini dalam pilkada langsung Surabaya,” katanya kepada petisi.co, Jumat (14/8/2020).

Menurutnya, PDIP jelas mempertimbangkan MA sebagai kompetitor dan mencoba berhitung cermat terkait siapa kandidat yang bisa bersaing kompetitif dengan MA. PDIP sedang berhitung cermat memilih stok yang tersedia untuk bisa punya peluang menang dan mungkin itu yang membuat pertimbangan rekomendasi jadi lama.

“Saya pikir semua sudah berpacu dengan waktu 4 September untuk pendaftaran. PDIP mau tidak mau harus bisa memutus rekom itu jika mau maju sendiri,” ujar Dosen UTM ini.

Melihat nama yang sudah beredar sebagai kompetitor, Surokim berpikir PDIP lebih baik segera mengumumkan rekom tersebut untuk menjawab penasaran warga Surabaya. Memang ada plus minus nama-nama calon yang sudah beredar.

Sejumlah nama cawali yang beredar itu, Whisnu Sakti Buana, Armuji, Dyah Katarina dan Eri Cahyadi yang masih menjabat Kepala Bapeko Surabaya. “Mau cepat atau lambat selalu ada plus minusnya. Tapi seiring dengan kian dekatnya masa pendaftaran calon ke KPU Surabaya, sebaiknya segera diumumkan saja,” tuturnya.

Kalau melihat pola selama ini di pilwali Surabaya, Surokim menilai pemilu langsung memiliki peluang kader cukup besar bisa di L1 bisa di L2. Hanya saja, tak semudah itu PDIP menentukan sikap. Peran Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarno Putri masih sangat dominan.

“Terkait kader, saya pikir bu Megawati akan mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk bu Risma (Tri Rismaharini, wali kota Surabaya). Jadi siapa yang paling kuat bisa meyakinkan bu Mega, saya pikir itu yang akan punya peluang besar, karena untuk Surabaya, saya pikir kata putus ada di tangan bu Mega,” ungkapnya.

Lalu, bagaimana dengan peluang Whisnu Sakti Buana? Peneliti Surabaya Survey Center (SSC) ini sependapat jika kandidat dari kader genuine organik juga penting untuk menguatkan mental kader banteng Surabaya, karena selama ini mesin partai dan kader relatif konsolidatif untuk Surabaya.

“Dari sisi rekruitmen dari kader, menurut saya mas WS termasuk dalam kategori pilihan di kelompok pertama yang bisa dipertimbangkan. Tapi, sekali lagi semua ada ditangan bu Mega 98%,” katanya.

Pun demikian jika Whisnu diduetkan dengan Eri Cahyadi di pilkada Surabaya, tak menutup kemungkinan bakal didukung PDIP. Untuk kepentingan elektoral, Surokim menyebut keduanya cukup bisa saling melengkapi. Yakni, satu berasal dari kader genuine organik dan satunya dari unsur birokrat. Faksi Risma bisa jadi akan menguatkan apa yang selama ini diketahui publik terkait pembelahan di internal PDIP.

“Jadi, itu akan bisa menguatkan soliditas internal. Dukungan internal akan kuat. Hanya saja memang tidak ada yang bisa menjamin soal harmonisasi itu ke depan. Namun, mengingat PDIP itu kuat komandonya pada DPP, saya pikir DPP bisa mengeleminasi terjadinya disharmoni itu,” paparnya.(bm)

No More Posts Available.

No more pages to load.