PT Bumi Suksesindo dan Komunitas PEGA Kembangkan Budidaya Maggot

oleh -200 Dilihat
oleh
Budidaya Maggot

BANYUWANGI, PETISI.CO – PT Bumi Suksesindo, (BSI) dan Komunitas Pemuda Etan Gladak Anyar (PEGA) Indonesia, Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, Jawa Timur, membuat pengolahan sampah organik.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kepedulian perusahaan tambang emas yang beroperasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

“PT BSI memberikan fasilitas, seperti tempat, kandang untuk produksi maggot,” ujar Bahtiar Majid, Community Empowerment PT Bumi Suksesindo, kepada awak media, Senin, (26/2/2024).

Tidak hanya menyediakan tempat produksi maggot, anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold tersebut juga memberikan kendaraan untuk mengangkut sampah dari rumah-rumah dan warung-warung milik warga.

Selain itu, perusahaan juga memfasilitasi akomodasi saat menjadi narasumber di sejumlah kawasan, seperti di instansi daerah dan kampus – kampus.

“Atas kepedulian PT BSI kepada anak anak muda ring satu kami ucapkan banyak terima kasih,” kata Sundariyanto, ketua PEGA Indonesia.

Sundariyanto, berkisah jika pemikiran awal sampah menjadi maggot, itu sejak dia bersama teman – teman lainya masih pengangguran. Mengisi waktu nganggur dia bersama teman – temanya setiap hari memancing dan menjala ikan di sungai.

Melihat sampah – sampah di sungai, maka kami berpikir untuk mengelola dan menjaga lingkungan dari sampah dengan cara membersihkan sampah yang berada di sungai tanpa mengharap keuntungan.

“Tujuan sosial kami untuk mengolah sampah. Kalau bukan kita siapa lagi,” kata Sundariyanto.

Kata Sundariyanto, tujuan profit semakin jauh, karena berdasarkan sejumlah orang, keuntungan dari pengolahan sampah menjadi kompos sangat sedikit.

Namun kami tidak pernah menyerah sehingga suatu saat ada yang menyarankan pemakaian larva lalat tentara hitam (maggot) untuk mengurai sampah organik.

Dengan tiba – tiba kami tertarik dan mulai mempelajari secara otodidak segala sesuatu mengenai maggot ini, apa lagi Internet menyediakan semua informasi yang dibutuhkan.

“Memulai pengolahan sampah organik dengan maggot tak murah. Tahun 2017, harga bibit maggot mencapai Rp 30 ribu per gram. Kelompok kami tidak mampu. Maka kami memancing lalat dari alam dan mengumpulkannya untuk dibudidayakan,” papar Sundariyanto.

Masih Sundariyanto, sejak tahun 2018 PEGA baru membudidayakan maggot BSF. Bahkan kami pernah nekad menghadang truk bermuatan logistik PT BSI, yang tujuanya bisa mendapat perhatian dari perusahaan tambang emas.

“Alhasil PT BSI sepakat dan membantu PEGA dalam pengolahan maggot sejak tahun 2018,” terangnya.

Sementara Direktur PT BSI Riyadi Effendi menegaskan kembali, jik komitmen perusahaan untuk memastikan kehadiran perusahaan dan kegiatannya bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan seluruh pemangku kepentingan.

“Ini wujud Pasal 33 UU 45 semua kegiatan pertambangan untuk kemaslahatan dan kepentingan masyarakat,” katanya.

Melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), PT BSI berhasil mewujudkan banyak hal.

“Kami mengembangkan binaan PT BSI yaitu peternakan maggot untuk pakan ternak berkualitas tinggi, memanfaatkan limbah organik yang ada di PT BSI,” kata Riyadi.

Seperti diketahui, setiap pekan, PEGA Indonesia mengolah kurang lebih tiga ton sampah organik. Mereka rata-rata memproduksi satu kuintal maggot fresh per minggu. Ada lima produk yang bisa diperoleh dari pengolahan sampah organik ini, yakni maggot fresh untuk pakan ikan dan unggas, maggot kering untuk pakan hewan hias, pupuk padat untuk tanaman, pupuk cair untuk dekomposer dan mengurangi amoniak lingkungan, dan insektisida organik untuk mengusir hama tanaman. Semuanya berbahan baku sampah yang berasal dari PT BSI dan warga sekitar.

Saat ini pasar yang disasar baru lokal Siliragung dan sekitarnya. Mereka belum berminat untuk melebarkan sayap ke luar wilayah.

“Alhamdulillah, kami sampai kekurangan produksi persediaan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan sendiri. Degan maggot kita bisa menghidupi kelompok secara mandiri,” imbuh Sundariyanto.

Kepada awak media Ketua PEGA menceritakan jika dirinya pernah sempat mengalami kesulitan bahan baku pada kisaran tahun 2018-2020. Masalah bahan baku mulai teratasi setelah PEGA, lebih massif mengambil sampah rumah tangga. Mereka menukar tempat sampah warga yang berisi sampah organik setiap kali mengepulnya, sehingga rumah warga senantiasa bersih.

“Teman-teman belum berani ambil sampah ke perumahan, produksi pun minim. Kami mengadakan pertemuan, mencoba mencari solusi. Bagaimana kalau kita jemput bola datang ke perumahan, menawarkan  jasa pengangkutan sampah dan mendatangi warung-warung untuk menawarkan pemungutan sampah,” ujar Sundariyanto.

Saat ini ada seratus keluarga yang menyalurkan sampah kepada PEGA, dari semula hanya 15 keluarga. Selain itu PEGA juga mengambil limbah pertanian berupa buah semangka dan buah naga yang rusak saat dipanen. Namun mereka masih belum maksimal dalam mengolah sampah. Rumah pengolahan PEGA yang difasilitasi PT BSI bisa mengolah dua ton sampah per hari. Namun mereka baru mendapatkan tiga ton sampah per pekan.

“Kami ahirnya mengurangi produksi dan lebih banyak memproduksi telur daripada maggot fresh. Jadi kalau sudah dewasa, maggot tidak dikasih makan, lalu akan menjadi lalat dan menghasilkan telur. Telurnya untuk siklus lagi dan kami jual. Kemarin kami menyuplai per hari 1 ons untuk membantu budidaya maggot dalam skala bisnis. Kami jual Rp 2.500 per gram,” kata Ketua PEGA, Sundarianto

Perjalanan budidaya maggot tidak semulus yang dibayangkan, karena juga pernah mendapat tentangan dari warga.

Kendati bermanfaat untuk lingkungan, pusat pengolahan sampah organik ini sempat memicu protes warga sekitar pada  tahun 2020 karena baunya telah mengganggu warga sekitar.

“Kami terus berusaha meyakinkan warga bahwa akan berupaya keras untuk meminimalisasi bau yang muncul. Ia memperkenalkan kepada warga soal pengolahan sampah yang ramah lingkungan,” terangnya.

Menurut Sundariyanto, demo warga tidak sekali terjadi. Pertengahan 2021, warga juga berunjuk rasa. Namun semua bisa diselesaikan dengan dialog kekeluargaan. Kami berusaha meyakinkan warga bahwa pengolahan sampah di sini beda dengan di tempat pembuangan sampah.

PT BSI dan PEGA sigap merespon protes warga yang mayoritas belum teredukasi soal pengolahan maggot. Kami ada treatment khusus ketika ada bau. Bau tidak sampai berhari-hari seperti halnya  sampah menumpuk di pinggir-pinggir jalan,” ucapnya.

Setelah melewati perjuangan yang sangat luar bias ahirnya kerja keras PEGA, rupanya menarik perhatian luar negeri. Seperti contohnya  Pemerintah Norwegia dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki program Clean Ocean Through Clean Communities (CLOCC).

Karena mendapat informasi dari Media Sosial (Medsos) Idonenesia Solid Waste Assosociation (INSA) tentang kiprah PEGA, sehingga diundang menghadiri undangan di pusat kota Banyuwangi.

“Pada bulan Februari 2023, kami menandatangani kontrak perjanjian kerja sama InSWA dan CLOCC. PEGA diangkat menjadi konsultan lokal untuk mendampingi pengolahan sampah di 14 desa dan satu kelurahan di Banyuwangi hingga Februari 2024. Diantaranya adalah Desa Kebondalem, Tamansari, Genteng Kulon, Genteng Wetan, Glagah, dan Setail,” jelentrehnya.

Belakangan, PEGA juga mendapat tawaran untuk melatih pengolahan sampah di Australia pada Mei 2023. Semula bimbingan dilakukan via media sosial. Namun warga Australia meminta perwakilan PEGA datang dan membimbing langsung.

Pengolahan sampah oleh PEGA ini membuat PT BSI ingin mengembangkan pengolahan sampah ini lebih luas.

Bahkan pihaknya telah memfasilitasi pelatihan dengan Pemerintah Desa Pesanggaran, pelatihan dengan PKK, badan usaha milik desa, dan pemuda, pada November 2023.

“Teman-teman kami dampingi agar berkembang sebesar ini. Jadi benar-benar kontinu berproduksi, tak sampai putus, karena ini kaitan dengan sampah. Kadang kalau berhubungan dengan sampah, komitmen harus kuat dari kelompok. Kalau komitmen bagus dan produksi bagus, kita bikin pengembangan bekerja sama dengan desa. Desa menyediakan lahan, kami memfasilitasi tempat kandang maggot,” kata Bahtiar, Community Empowerment PT Bumi Suksesindo,

“PT BSI berniat mengembangkan pengolahan sampah organik ini di Pesanggaran. Berdasarkan evaluasi, sampah juga bagus, karena di pasar, sampah banyak, di warung makan, sampah banyak,” pungkas Bahtiar. (jok)

No More Posts Available.

No more pages to load.