Rumah Mau Dilelang, Pemilik Melawan

oleh -109 Dilihat
oleh
Trisno Hardani.

SURABAYA, PETISI.COMariani Tanubrata melakukan perlawanan atas rencana pelelangan rumahnya, di Jalan Kertajaya Indah Timur. Alasannya, perkara gugatan perlawanan terhadap hak tanggungan utang piutang yang diajukan masih di tingkat kasasi Mahkamah Agung RI.

Trisno Hardani, kuasa hukum Mariani mengatakan, memang benar kliennya dinyatakan pailit dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

“Namun perkara nomor: 841/Pdt.Bth/2018/PN. Sby yang merupakan perlawanan terhadap perkara pokok (utang piutang) saat ini dalam proses pengajuan kasasi di Mahkamah Agung (MA),” kata Trisno Hardani, Senin (10/8/2020).

Menurut Hardani, karena putusan perlawanannya belum Incracht, maka lelang hak tanggungan masih dinyatakan cacat hukum.

“Jika dilelang, siapapun pemenangnya akan saya gugati,” tegas Hardani.

Menurut Hardani, ketika perkara perlawanan dalam proses perjalanan kasasi di MA, diajukan pailit di PKPU.

“Maka keluarlah putusan nomor 426/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Surabaya yang diputus tanggal 26 Maret 2020,” jelas dia.

Saat ini posisinya di PKPU dalam proses perhitungan piutang yang diajukan oleh kreditur sparatis. Pihaknya, di sini hanya sebagai debitur, dan mempunyai hak jaminan boedel pailit di Jalan Kertajaya Indah Timur 155-157 Surabaya.

Dalam perjalanan, ada lelang yang diumumkan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang diajukan oleh kreditur sparatis.

Padahal dalam posisi ini bukan hanya kreditur sparatis saja yang mempunyai hak untuk menjual sendiri tapu juga haknya kurator.

“Dengan keadaan seperti ini kami dalam waktu hari ini (kemarin, red) atau besok pagi akan melaporkan kreditur sparatis sebagai penjual barang  jaminan milik debitur,” tegas Trisno Hardani.

Selain itu, tambah Hardani, hingga saat ini kurator belum menghitung berapa utang  pokok plus bunganya. Sepanjang tidak ada keberatan dari debitur, maka haknya kreditur sparatis diserahkan.

Menurut dia, penjualan itu tanpa sepengetahuan debitur dan kurator melalui lelang. Saat ini sudah dilelang. Dalam appraisal senilai Rp 58,8 miliar, padahal perkiraan mencapai Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar.

“Kita tidak tahu, appraisal yang ditunjuk oleh kreditur sparatis. Tahu-tahu dinilai Rp 58,8 miliar. Padahal utangnya Rp 47 miliar, belum ada putusan sampai sekarang utang ini menjadi berapa , bunga berapa,” jelas Hardani bernada tanya.

Debitur sudah membayar utang kepada kreditur sparatis dalam dua pembayaran. Yaitu dua kali melalui transfer senilai Rp 590.354.000 dan Rp 607.083.000, dan pembayaran ruko atas nama debitur senilai Rp 6,8 miliar.

“Pembayaran di bank diterima oleh Tee Costaristo sebagai kreditur. Namun, semua ini tidak diakui oleh hakim,” pungkas Hardani.

Sementara itu Tonic Tangkau, kuasa kreditur sparatis Tee Costaristo saat PKPU mengatakan, bahwa apa yang dilakukan kliennya sesuai dengan prosedur.

“Ada putusan yang keluar, semacam putusan pailit yang dikeluarkan pengadilan dan ditandatangani hakim pengawas. Itu salah satu dokumen penting yang diajukan ke KPKNL,” ujar Tonic Tangkau kepada wartawan.

Lanjutnya, bahwa pelelangan bukan sendiri, dia (kreditur sparatis) mengajukan KPKNL dengan beberapa syarat untuk disetujui apa tidak.

“Perlindungan sebagai kreditur sparatis dan haknya didahulukan dibandingkan kreditur yang lain,” pungkas Tonic Tangkau. (pri/*)

No More Posts Available.

No more pages to load.