Sektor Pariwisata dan UMKM Bersinergi, Bangkitkan Ekonomi Jawa Timur

oleh -377 Dilihat
oleh
Gubernur Khofifah melihat produk UMKM yang dipamerkan dalam Festival UMKM Kemenkeu Satu Jawa Timur di Sidoarjo, Rabu (28/9/2020).

SURABAYA, PETISI.CO – Pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Timur (Jatim) sudah mereda. Aktivitas masyarakat mulai berjalan normal. Tak hanya di jalanan, pasar, pertokoan dan perkantoran, tapi juga di tempat-tempat wisata yang selama ini ramai dikunjungi wisatawan.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh masyarakat Jatim untuk bangkit. Optimisme Jatim Bangkit terus digelorakan Khofifah di berbagai kesempatan. Saat peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, Khofifah menggelorakan kembali semangat Jatim Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat.

“Dirgahayu Republik Indonesia ke 77, semoga semangat ini mampu membuat masyarakat Jatim pulih lebih cepat bangkit lebih kuat di semua sektor pasca pandemi Covid 19,” kata Khofifah.

Meredanya situasi pandemi virus Corona di Jatim berimbas pada berbagai sektor. Tak terkecuali sektor pariwisata dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jatim. Kedua sektor ini memiliki hubungan simbiosis mutualisme yang begitu kuat. Bila pariwisata ambruk, maka terpuruk pula UMKM.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim menangkap situasi pandemi Covid-19 yang mereda sebagai sebuah peluang untuk bangkit lebih cepat. Karena itu, Disbudpar Jatim mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun kebangkitan sektor pariwisata di Jatim.

Kebangkitan sektor pariwisata di Jatim sudah terlihat dari kontribusi terhadap perekonomian. Salah satunya dari perolehan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pariwisata di tahun 2022.

Data dari Disbudpar Jatim menyebutkan, hingga triwulan 2, perolehan PDRB pariwisata sebesar Rp 75.230 miliar atau berkonstribusi 5,62% dari total PDRB Jatim sebesar Rp 1.327 triliun. Perolehan PDRB pariwisata masih bisa bertambah jumlahnya, karena masih ada triwulan 3 dan 4.

Kontribusi tersebut, diperkirakan lebih besar dibanding perolehan PDRB pariwisata di tahun 2021 sebesar Rp 137.960 miliar, atau berkonstribusi 5,62% dari total PDRB Jatim sebesar Rp 2.453 triliun. Angka ini, lebih tinggi dibanding perolehan PDRB tahun 2020 sebesar Rp 129.743 miliar atau berkonstribusi sebesar 5,64% dari total PDRB Jatim sebesar Rp 2.299 triliun.

Sementara di tahun 2019, sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, perolehan PDRB sebesar Rp 140.746 miliar, berkontribusi sebesar 60% dari total PDRB Jatim sebesar Rp 2.245 triliun.

“Semua keberhasilan ini hasil kerja sama yang sinergis dengan beberapa organisasi perangkat daerah provinsi, kabupaten/ kota, instansi terkait, para stakeholders dan masyarakat,” kata Kadisbudpar Provinsi Jatim, Sinarto S.Kar, MM.

Meningkatnya kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian, seiring dengan kinerja pariwisata mulai merangkak naik di tahun 2022. Ketika masa pandemi Covid-19, pergerakan wisatawan manca negara (wisman) turun 82,4% dan wisatawan nusantara turun 63%.

Pergerakan wisatawan Jatim tahun 2022, baik manca negara dan nusantara mengalami kenaikan. Hingga Mei 2022, tercatat realisasi kunjungan wisman naik menjadi 7.358 orang dari realisasi kunjungan wisman tahun 2020 sebanyak 113.355 (-85,3 %) dan tahun 2021 sebanyak 4.169 (-63,4 %). Namun, realisasi wisman tahun 2022, masih rendah dibanding 2019 sebanyak 770.826 (7,2 %).

Wisatawan asal Malaysia terbanyak kunjungan ke Jatim, yakni 22,89%. Disusul Singapura (8,015%), Tiongkok (5,676%), Thailand (2,682%), USA (1,905%), India (1,897%), Jepang (1,836%), Korea Selatan (1,469%), Taiwan (2,838%) dan Hongkong (1,324%).

Destinasi wisata yang menjadi sasaran kunjungan wisman, yaitu Kawah Ijen, Gunung Bromo, Greenbay, Pulau Merah, Tumpak Sewu Waterfall, Gunung Semeru, Watu Karung Beach, Taman Nasional Alas Purwo dan Surabaya Sight Seeing.

Realisasi kunjungan wisatawan nusantara naik turun. Tahun 2019 sebanyak 82.461.561 (16,3 %), 2020 turun 30.411.085 (-63,1%),  2021 naik menjadi 31.073.110 (2,2 %) dan 2022 bulan Mei naik 20.552.666. Puluhan ribu wisatawan nusantara itu, berasal dari Jawa Tengah (41,96%), Jawa Barat (13%), DI Yogjakarta (11,65%), DKI Jakarta (9,72%), Kalimantan Timur (3,67%), Bali (3,54%), Banten (2,64%), Sulawesi Selatan (2,25%), Riau (1,93%) dan Lampung (1,42%).

Destinasi wisata yang dikunjungi wisatawan nusantara, antara lain Gunung Bromo, Jatim Park 1, Jatim Park 2, Kawah Ijen, Balekambang, Sarangan, Klayar, WBL, Taman Safari, Selecta, Papuma, Jatim Park 3, Gunung Kelud, Pantai Prigi, Kebun Binatang Surabaya, BNS, Pulau Merah, Pantai Gemah dan Gunung Semeru.

Pemandangan menakjubkan malam hari di wisata Gunung Bromo.

Tak hanya pergerakan wisatawan, tingkat penghunian kamar juga mengalami peningkatan. Okupansi kamar hotel di Jatim 60-70 persen. Lebih tinggi dari okupansi kamar hotel secara nasional yang mencapai 40 persen. “Selama PPKM, okupansi kamar hotel rata-rata 5-10 persen,” tandas Sinarto.

Menuju tahun kebangkitan pariwisata, Sinarto menjelaskan Dibudpar Jatim telah menyiapkan kebijakan pemulihan pariwisata dengan memanfaatkan isu-isu strategis yang mengemuka. Seperti percepatan penyelesaian Jalur Lintas Selatan (JLS), penyelenggaraan even nasional dan internasional, penyelenggaraan kalender jazz Bromo dan kerja sama Jatim-Australia Barat.

Kebijakan pemulihan pariwisata yang dilakukan Disbudpar, yakni mempertemukan seller dan buyer dari pelaku insdustri pariwisata untuk menyelenggarakan Business Matching, memperkenalkan distinasi wisata Jatim kepada luar negeri dan penguatan desa wisata. Harapannya, wisman mau berkunjung ke Jatim yang memiliki 1.316 daya tarik wisata (DTW) menarik.

Data statistik pariwisata Jatim menyebutkan DTW tahun 2019 sebanyak 969 naik 35% di tahun 2022 menjadi 1.316. Terdiri dari 449 wisata alam, 513 wisata buatan, 354 wisata budaya. DTW yang tutup selama pandemi Covid-19 sebanyak 30.

Kenaikan pariwisata itu, diimbangi dengan kenaikan Desa Wisata di Jatim. Tahun 2020 sebanyak 479, naik menjadi 573 di tahun 2021. Terdiri dari 1 Desa Wisata Mandiri (Pujon Kidul), 24 Desa Wisata Maju, 55 Desa Wisata Berkembang dan 493 Desa Wisata Rintisan.

Tahun kebangkitan pariwisata Jatim, ditunjukkan dengan prestasi 4 desa wisata Jatim masuk nominasi Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Yaitu, Desa Wisata Semen Kabupaten Blitar, Desa Wisata Tirto Agung Kabupaten Bondowoso, Desa Wisata Keris Kabupaten Sumenep dan Desa Wisata Pandean Kabupaten Trenggalek.

Sebelumnya di 2021, 6 desa wisata di Jatim terpilih sebagai 50 desa wisata terbaik Indonesia Bangkit 2021. Yaitu, Desa Wisata Kampung Blekok Kabupaten Situbondo, Desa Wisata Taman Sari Kabupaten Banyuwangi, Desa Wisata Sanankerto Kabupaten Malang, Desa Wisata Ranupani Kabupateng Lumajang, Desa Wisata Kampung Majapahit Bejijong Kabupaten Mojokerto dan Desa Wisata Serang Kabupaten Blitar.

Kolaborasi

Sektor pariwisata dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jatim sulit dipisahkan keberadaannya. Kedua sektor memiliki Simbiosis Mutualisme yang saling menguntungkan. UMKM memperkuat sektor pariwisata. Sebaliknya, sektor pariwisata mendorong pertumbuhan UMKM.

Melandainya pandemi Covid-19, memberikan keuntungan cukup besar bagi sektor pariwisata dan UMKM. Destinasi wisata yang sempat ditutup karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) seluruh Indonesia, menjadi hidup. Membuka kembali pintu kran UMKM, khususnya yang selama ini menjual hasil produknya di tempat wisata.

Sebagai upaya menciptakan simbiosis yang saling menguntungkan, maka Disparta Jatim melakukan berbagai terobosan-terobosan. Tujuannya, untuk mendatangkan wisatawan manca negara (wisman) dan wisatawan nusantara ke tempat-tempat wisata.

Dimana, jika indutri pariwisata di daerah tersebut meningkat, maka diharapkan tingkat penjualan dari produk yang dihasilkan oleh UMKM akan mengalami peningkatan pula. Kunjungan para wisatawan dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan dan memasarkan produk asli daerah yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain.

Pemilik UMKM bisa menjual souvenir, makanan khas daerah, makanan atau jajanan yang dapat digunakan untuk oleh-oleh atau pun kaos dengan gambar yang mencirikan daerah dan tempat wisata tersebut.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jatim Dr Andromeda Qomariah MM menjelaskan, kerja sama dengan Disbudpar sangat diperlukan untuk memasarkan produk-produk UMKM di tempat wisata. Kerja sama yang dilakukan berupa pembinaan terhadap UMKM yang berjualan di lokasi wisata agar diminati para wisatawan.

Membina dari sisi kualitas produknya, manajemennya, pendanaan dan pemasaran. Kualitas produknya halal atau tidak, berstandarisasi atau belum, Dinkop dan UKM Jatim telah memberikan pelatihan kepada UMKM.

“Bagi UMKM Jatim jatuh karena pandemi, Dinkop dan UKM memberikan bantuan konsultasi agar ke depannya bisa membuka kembali usahanya. Selanjutnya, mereka bersama-sama mengikuti pelatihan membuat produk,” paparnya.

Di Jatim terdapat 9,78 juta UMKM. Jumlah tersebut, berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim tahun 2016 dan survei pertanian antar sensus tahun 2018 yang dilakukan oleh BPS.

Dari jumlah tersebut, 93,37% atau sebanyak 9,13 juta usaha berasal dari usaha mikro, yang memiliki omzet kurang dari Rp 300 juta. Usaha kecil dengan omzet Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar sebanyak 5,29%, atau setara dengan 579.567 unit usaha.

Sedangkan 0,70% dari usaha menengah dengan omzet lebih dari Rp 2,5 miliar. Jumlah unit usahanya sebanyak 68.835. “Itu sebelum pandemi. Setelah pandemi, kita melakukan sensus lagi. Yang mana pendanaannya ini berasal dari APBN. Data terbaru di Jatim ada 1,9 juta dari 29 kab/kota,” jelas Andromeda.

Saat ini, Dinkop dan UKM Jatim sedang dalam proses kerja sama dengan BNI untuk mensupport UMKM yang ada di lokasi wisata. Sebanyak 150 kios UMKM di 15 titik lokasi desa wisata yang diajukan ke BNI untuk mendapatkan support.

Dari 150 kios tersebut, 90 kios diantaranya digunakan untuk jual makanan dan minuman. 60 kios lagi digunakan untuk menjual produk kerajinan untuk suvenir. BNI akan berkoordinasi dengan pihak kontraktor dalam pengadaan kios (rombong).

“Jadi, kita sudah mengusulkan desain kiosnya. BNI tingggal mengirimkan rombong saja. Masing-masing lokasi desa wisata mendapatkan bantuan 10 rombong. Bantuan ini merupakan bagian dari penguatan UMKM agar tetap bertahan dan berproduksi di tengah badai Covid-19,” ujarnya.

Andromeda mengungkapkan, pada saat pandemi Covid-19, ada perubahaan kebiasaan berjualan. Sebelum pandemi, UMKM menjual produknya secara offline. Namun, setelah ada pandemi, pola transaksi berubah melalui online.

Terkait hal itu, Dinas Koperasi dan UKM Jatim melakukan pelatihan kepada pelaku UMKM agar bisa mengetahui cara bertransaksi secara online. Demikian pula penjualan secara online. Karena itu, Dinkop dan UKM berkolaborasi dengan marketplace, seperti Shopee, toko media dan Grab.

“Setelah pandemi tahun 2021, geliat ekonomi di Jatim luar biasa. Tahun 2016, UMKM yang melek (melihat) internet sekitar 16%, di tahun 2021 meningkat sekitar 44% dan meningkat lagi di pertengahan 2022 menjadi 46%. Kami yakin di tahun 2024 nanti naik di atas 50%,” jelasnya.

Dinkop dan UKM Jatim juga membantu peningkatan modal usaha UMKM. Selama ini, persoalan yang dihadapi para pelaku UMKM, adalah sulit mengakses ke perbankan dikarenakan laporan pertanggungjawaban mereka masih belum berstandar. “Untuk itu, kami memberikan pelatihan laporan pertanggungjawaban menggunakan aplikasi secara benar,” tandasnya.

Upaya Dinkop dan UKM Jatim membuahkan hasil. Hal itu ditunjukkan dengan kontribusi terhadap PDRB Jatim pada tahun 2019 sebesar Rp 1.343 triliun atau 57,26%. Tahun 2020 turun 57,25% sebesar Rp 1.316 triliun. Tahun 2021 kontribusi nilai tambah UMKM terhadap PDRB Jatim 57,81% atau meningkat 0,56% dari tahun 2020 sebesar Rp 1.418 triliun.

“Untuk tahun 2022, kami belum tahu berapa kontribusi sektor UMKM terhadap PDRB Jatim. Kami perkirakan akan naik, karena situasi pandemi sekarang mereda. Sehingga bisa membangkitkan UMKM di seluruh kabupaten/kota,” paparnya.

Kewirausahaan di Jatim juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2022, jumlah kewirausahaan di Jatim mencapai 3,52%. Mengungguli nasional 3,31%. Ini berdasarkan data BPS tahun 2021 yang kemudian diolah kembali oleh Kementerian PPN/Bappenas. “Kami optimis tahun 2024 mencapai 4%,” tegasnya.

Apalagi, dukungan pengembangan kewirausahaan mengalir dari pemerintah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi membuka Wirausaha Merdeka. Dari 17 perguruan tinggi, empat diantaranya dari Jatim. Yaitu, Sekolah Pelayaran Negeri Surabaya, Poltek Jember, Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Ciputra Surabaya.

“Kami telah melakukan kerja sama dengan empat perguruan tinggi tersebut,” tandasnya.

Eksis

Simbiosis mutualisme sektor pariwisata dan UMKM dirasakan para pelaku UMKM. Mereka merasa diuntungkan dengan kehadiran wisata di daerahnya. Tak lagi susah payah memasarkan produknya, terutama ke manca negara.

Pemilik Aira Food Malang, Juli Iswandi menunjukkan hasil produk keripiknya.

Salah satu pelaku UMKM yang diuntungkan dengan kehadiran obyek wisata, adalah Juli Iswandi. Owner Aira Food Malang ini, mengaku beruntung bisa menjual produknya di beberapa obyek wisata di Malang dan daerah lain.

“Keuntungan yang saya dapat dalam hal pemasaran produk. Saya bisa mengenalkan produk keripik ke para wisatawan lokal maupun asing,” kata Juli ketika dihubungi via telephon.

Beberapa destinasi wisata yang menjadi lokasi penjualan keripik Aira Food, yaitu Jatim Park 1, Desa Wisata Ponco Kusumo, Gunung Bromo dan Selecta. Belakangan Juli menutup sejumlah kiosnya, karena terimbas pandemi Covid-19. “Ada dua kios yang kami tutup,” ucapnya.

Aira Food secara resmi berdiri pada 26 Desember 2015. Selain berjualan di tempat wisata, Juli juga menjual keripiknya di gerai Perumahan Bandara Santika Blok G no 11, Desa Asrikaton,

Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang dan pusat oleh-oleh khas di Malang.

Juli mengaku tertarik membuka usaha keripik, karena punya kemampuan lebih dari pada bekerja di perusahaan swasta. Kebetulan di daerahnya tidak sulit mencari bahan baku dalam membuat keripik. Bahan baku keripik produk Aira Food, antara lain kentang, pisang, talas, singkong dan ubi jalar.

“Waktu puncak musim panen dan bahan baku melimpah, mengilhami saya untuk membuka usaha keripik. Saya membuat keripik dari lima bahan itu. Agar lebih mudah dikenal, saya membuat tagline keripik asli Malang,” jelasnya.

Pada awalnya, Juli membuka usaha keripik kecil-kecilan bersama sang istri. Ternyata, usahanya berjalan lancar. Seiring banyaknya permintaan dari masyarakat, Juli mencari karyawan untuk membantu menjalankan usahanya.

Kini, Juli memiliki 15 orang karyawan. Semua karyawannya berasal dari Malang. Ketika kasus pandemi Covid-19 meningkat di tahun 2020-2021, Juli tak melakukan pengurangan tenaga kerja. “Tak ada yang saya PHK. Di tengah pandemi, kita harus bisa mengatur jadual kerja karyawan agar produksi tetap jalan,” katanya.

Alhasil, usaha Juli mampu bertahan hingga sekarang. Padahal, tidak sedikit UMKM yang kolaps di saat pandemi Covid-19. Bukan cuma eksis, Aira Food malah mendapat keuntungan berlimpah.

Dalam sebulan, Juli mengaku omzetnya bisa mencapai Rp 100 juta. Sempat omzetnya turun 70% di tahun 2020 hingga akhir 2021, namun Aira Food masih mampu bertahan. “Nah, setelah pandemi melandai, omzet kami kembali normal,” ucapnya.

Selama pandemi, Juli mampu mempertahankan usahanya dengan mengubah pola penjualan. Jika sebelumnya secara offline, di masa pandemi penjualan dilakukan secara online. Baik melalui facebook, IG, website airafood.com dan marketplace. “80 persen penjualan sekarang kami alihkan via online,” tegasnya.

Juli pun bersyukur selama pandemi mendapat bantuan pelatihan dari Dinas Koperasi Kabupaten Malang dan Dinkop UKM provinsi. Pelatihan yang diikutinya meliputi manajemen, produksi dan pemasaran, sehingga membantu pengembangan usahanya.

Wilayah pemasaran keripik Aira Food tak hanya di Malang Raya. Tapi, juga Surabaya, Pasuruan, Banyuwangi, DI Yogyakarta, Tangerang, DKI Jakarta, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Denpasar. Pemasaran di luar negeri hanya di Johor, Malaysia.(bm)

No More Posts Available.

No more pages to load.