Sudah Bayar Rp 80 Juta, Eksekusi Tak Jalan, Pemohon Ngadu ke Presiden

oleh -168 Dilihat
oleh
Hendrik RE Assa kuasa hukum Linggaryanto dan pemilik rumah yang sudah berdamai.

SURABAYA, PETISI.COSudah membayar biaya Rp 80 juta, eksekusi tanah 0,5 hektare di Jalan Karah Tama Asri II, Kecamatan Jambangan Surabaya, tidak jalan. Linggaryanto Budi Utomo (pemohon), mengadukan pejabat Pengadilan Negeri Surabaya ke Presiden Joko Widodo.

Linggaryanto melalui kuasa hukumnya, Hendrik RE Assa mengatakan, pengaduan tersebut dilakukan lantaran tidak puas dengan kinerja penjabat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Hendrik menilai Penjabat PN Surabaya menghambat proses pencari keadilan untuk mendapatkan kepastian hukum, atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Kami sudah bayar biaya eksekusinya sebesar Rp 80 juta dan telah melakukan koordinasi dengan polisi tapi sampai sekarang tidak dilaksanakan juga,” kata Hendrik saat press rilis dengan wartawan, Rabu (14/10/2020).

Ironisnya, Hendrik justru mendapat kabar tak sedap dari Ketua PN Surabaya yang saat itu dijabat oleh Nursyam.

Saat bertemu, Nursyam mengatakan ekseksusi tidak dapat dilaksanakan karena pihak termohon (dalam perkara perdata sebagai penggugat) melakukan perlawanan Peninjauan Kembali (PK).

“Waktu itu Pak Nursyam berdalih menurut hemat dia tidak bisa dilakukan ekseksusi karena ada PK. Ini yang menurut saya aneh, karena landasan yang dipakai bukan Undang-Undang tapi hanya persepsi dari seorang hakim yang juga menjabat  ketua pengadilan,” ungkap Hendrik.

Dengan dasar itulah, Hendrik melaporkan Nursyam  dan Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Jamaluddin ke Presiden Joko Widodo, dan Mahkamah Agung serta institusi terkait termasuk Komisi III DPR RI.

“Kita adukan dua kali tapi baru Komisi Yudisial yang membalas pengaduan ini dan rekomendasi KY akan diserahkan ke Bawas MA. Tapi sampai sekarang juga belum ada tindak lanjutnya,” terangnya.

Sementara itu, Mukminatus Sholihah salah satu warga Karah Tama Asri II yang menjadi korban jual beli tanah pada objek eksekusi tersebut, berharap Pengadilan Negeri Surabaya untuk segera memberikan kepastian hukum padanya.

“Saya ini juga korban, saya membeli tanah itu ternyata bermasalah, tapi saya dan beberapa warga sudah  berdamai dengan pemohon sejak 2018, tapi ada warga yang tidak mau damai dan melakukan gugatan dan kalah sekarang mereka inilah menjadi termohon ekseksusi,” terangnya.

Senada juga disampaikan Devi, wanita berparas cantik ini berharap agar masalah tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) nomor 26 segera bisa eksekusi.

“Yang jelas kami ingin punya sertifikat, karena kita juga sudah lama tinggal disitu. Apalagi perkara inikan sudah inkracht. Tunggu apa lagi, kita ingin ada kepastian hukum supaya kami bisa urus sertifikatnya,” tukas Devi.

Diketahui, kasus ini bermula saat para warga membeli tanah dari seorang mafia tanah bernama Djaimun Waluyo. Merasa ditipu, para warga berbondong-bondong melaporkan kasus ini ke Polda Jatim.

Ini setelah para warga mengetahui tanah yang ditempatinya sebagai rumah huni itu milik PT Kalpataru.

Atas kasus tersebut, Djaimun Waluyo telah dihukum bersalah melakukan tipu gelap. Sedangkan Hadi meninggal di tengah proses hukumnya berjalan. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.