Dugaan Pelecehan Seksual di SMA SPI, Ketua Komnas PA Desak Polda Jatim Cekal JE

oleh -68 Dilihat
oleh
Ketua Komnas PA, Aris Merdeka Sirait (baju hitam). (dewid)

SURABAYA, PETISI.CO – Dugaan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh alumni SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, hingga kini belum mendapatkan kejelasan. Terlebih lagi, usai pengacara dari terduga pelaku yakni JE yang menyebutkan bahwa pelaporan atas dugaan itu hanya dilaporkan hanya satu orang saja.

Atas pernyataan tersebut, Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Aris Merdeka Sirait merasa geram. Hal ini, lantaran total korban yang mengalami kekerasan seksual berjumlah 14 orang.

“Saya tidak bisa menerima, bahwa mereka mengatakan jika pelapor itu adalah satu, padahal jumlahnya ada 14 dan 3 diantaranya adalah laki-laki. Mereka juga sudah diperiksa dan direkomendasikan Polda Jatim untuk visum. Kami juga memiliki bukti, yakni pengakuan korban saat bersekolah tahun 2007, saksi kunci, dan rekaman CCTV Hotel,” ungkap Aris Merdeka Sirait saat konferensi pers di LBH Surabaya, Jumat (25/6/2021).

Aris mengungkapkan, pihaknya kemudian meminta Polda Jawa Timur, yakni para tim penyidikam untuk segera melakukan aksi tangap dengan mencekal JE. Pasalnya, menurut Arist, pengacara JE sengaja mengubah narasi dari laporan korban soal dugaan kekerasan seksual menjadi eksploitasi ekonomi.

“Jangan menggeser atau memutar balikkan fakta, kami pendamping bagi para korban, apa yang dibicarakan mereka (pengacara JE) adalah kebohongan publik,” ujarnya.

Tidak hanya itu, Arist juga meminta Kapolda Jatim untuk melakukan cekal pada JE agar proses hukum bisa berjalan dengan baik. Ia juga mengklaim kondisi para korban saat ini mengalami ketakutan, karena mendapat tekanan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Mereka melakukan pengancaman dan kita akan segera melakukan tindakan untuk melaporkan itu,” pungkas Arist.

Senada dengan Arist, Fifi S. Safitri selaku perwakilan Koalisi CPM menyatakan bahwa seharusnya kuasa hukum JE mengetahui bahwa masalah pelanggaran hak anak merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan yang adil dan beradap yang tak terlekang waktu.

“Ini kan juga menunjukkan kalau kuasa hukum JE tidak memahami perspektif perlindungan hak anak-anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” pungkas Fifi. (dwd)

No More Posts Available.

No more pages to load.