Sidang Kasus Tanah Menanggal, Ahli: Perdata Inkracht Dulu, Baru Pidana Jalan

oleh -69 Dilihat
oleh
Persidangan nenek Hj Siti Asiyah di Pengadilan Negeri Surabaya.

SURABAYA, PETISI.CO Sidang perkara memberikan keterangan palsu pada akta otentik dengan terdakwa Hj Siti Asiyah (70), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (23/7/2020).

Agenda sidang kali ini, mendengarkan satu saksi fakta dan dua saksi ahli. Tapi sayang, ketiga saksi tersebut todak bisa hadir, sehingga kesaksiannya dibacakan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti, membacakan keterangan saksi Sumardji. Pembeli tanah di Kelurahan Menanggal yang sudah mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

Sedangkan keterangan ahli dibacakan dalam berkas perkara pemeriksaan, adalah Supriyanus Mahudiyono dari Badan Pertanahan Negara (BPN) dan Prof Dr Marcus Priyo Gunarto, sebagai ahli hukum pidana.

“Mohon izin yang mulia, kami sudah berusaha memanggil saksi dan ahli tetapi belum bisa hadir. Kalau kita bacakan bagaimana?” kata JPU Suwarti di ruang sidang Cakra.

Kemudian JPU memaparkan saksi korban dan saksi ahli mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa, dengan membuat surat kehilangan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim.

Namun saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim, terdakwa Hj Siti Asiyah membantah keterangan yang dibacakan oleh jaksa.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa akan digelar sepekan mendatang.

Ditemui setelah sidang, penasihat hukum Hj Siti Asiyah, Zahlan Azwar mengatakan sependapat dengan saksi Prof Dr Marcus Priyo Gunarto.

Ahli hukum pidana itu  menyatakan, bahwa perkara pidana ini seharusnya ditunda terlebih dahulu prosesnya. Hingga gugatan perdata Hj Siti Asiyah yang diperiksa di Pengadilan memiliki putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Perkara ini perdatanya masih banding, jadi sesuai dengan Perma No 1 Tahun 1965 sudah seharusnya pidana ini dinyatakan NO,” papar Zahlan.

Tak hanya itu, Zahlan juga merasa keberatan jika kliennya, Hj Siti Asiyah dinilai oleh saksi tadi telah memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik.

Menurut Zahlan, secara hukum akta otentik yang diduga dipalsukan oleh kliennya tidak ada. Sebab pada saat melapor ke polisi, Hj Siti Asiyah membawa syarat-syarat lengkap Leter C sebagai alas haknya.

Dikatakan, terdakwa kan tidak tahu barang yang hilang itu apa. Kkarena tidak tahu itulah makanya dia melapor ke polisi, minta surat keterangan hilang.

“Itu hanya surat laporan polisi, bukan akta otentik. Jadi kalau dibilang pasal 266 salah satu unsurnya adalah akta otentik, ya tidak masuk unsur itu,” kata Zahlan.

Diketahui, pada 8 Mei 2017, terdakwa Hj Siti Asiyah mendatangi Polda Jawa Timur. Dia melaporkan tentang kehilangan 1 lembar petok D No 241 atas nama Umar, Nomor Persil 13.

Petok D tersebut dikeluarkan oleh Kelurahan Menanggal tanggal 10 Mei 2016, dengan Register 593/28/436.10.124/20 Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan, Surabaya.

Setelah itu terdakwa Hj Siti Asiyah menerima Surat Tanda Laporan Kehilangan/Rusam Barang/Surat Berharga No : STPLK/394/V/2017/SPKT JATIM bertanggal 08 Mei 2017.

Ternyata objek tanah yang dinyatakan oleh terdakwa Hj Siti Asiyah sebagai miliknya tersebut, dimiliki Yuliani dan Sumardji dengan SHGB No 574 dan SHGB No 558. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.