Didakwa Cemarkan Nama Baik, dr Sudjarno: Surat Peringatan ke Pegawai Berdasar Permenkes RI

oleh -137 Dilihat
oleh
Suasana sidang perkara pencemaran nama baik dan fitnah di Pengadilan Negeri Surabaya.

SURABAYA, PETISI.COMantan direktur RS Mata Undaan Surabaya, dr Sudjarno (60), membeberkan peristiwa yang dialami hingga dijadikan terdakwa. Mulai dari laporan bawahannya, dr Lidya Nuradiyanti, sampai ganti rugi Rp 400 juta kepada pasien.

Pengakuan dr Sudjarno itu disampaikan di depan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), M Akbar Amin, pada sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (27/8/2020).

Dokter Sudjarno membenarkan telah dilaporkan pegawainya, dr Lidya. Setelah memberi sanksi tertulis, yaitu surat peringatan pertama atas dasar pelanggaran prosedur kerja dan etika profesi.

“Karena direktur berwenang menjatuhkan hukuman etika profesi,” kata dr Sudjarno, menjawab pertanyaan JPU di ruang sidang Garuda 2.

Surat peringatan kepada dr Lidya, itu berdasar pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 755/MENKES/PER/lV/2011. Tentang penyelenggaraan komite medik di rumah sakit.

Terdakwa yang pernah menjabat ketua komite medik, menegaskan, berdasar Permenkes itulah dia sebagai direktur mengeluarkan surat peringatan.

Saat diberi surat peringatan tersebut, dr Lidya menerima dan menanda tangani setelah sebelumnya dibaca terlebih dahulu.

Setelah itu, belakangan dr Lidya mengajukan keberatan ke direktur atas surat peringatan tersebut. Meminta kepada direktur untu peringatan secara lisan.

“Suaminya yang membuat surat keberatan itu,” tutur terdakwa.

Terdakwa lebih lanjut mengatakan, dr Lidya mengancam apabila dalam tiga hari tidak dilakukan pencabutan, akan melaporkan ke IDI dan instansi terkait lainnya.

Terkait laporan ke kepolisian, kata terdakwa, dr Lidya sempat mengatakan apabila surat peringatan itu dicabut, maka dia akan mencabut laporan kepolisian.

Menurut terdakwa, waktu di kepolisan sempat ada mediasi antara dia dengan dr Lidya, disaksikan IDI pusat dan daerah. Dokter Lidya bilang kalau surat peringatan dicabut, maka dia mencabut laporannya di polisi.

“Dan IDI wilayah memerintahkan dr Lidya untuk mencabut laporan di kepolisian,” jelas dia.

Sudjarno menjelaskan, keluarnya surat peringatan terhadap dr Lidya, karena ada pasien marah atas kinerja dr Lidya. Melalui pengacaranya, pasien melayangkan somasi kepada pihak rumah sakit.

“Pihak rumah sakit mengadakan mediasi. Dan kami membayar ganti rugi sebesar Rp 400 juta untuk perdamaian agar tidak ada tuntutan lagi,” tegas Sudjarno.

Dalam kasus ini terdakwa, didakwa melanggar pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP.

Sementara itu Sumarso SH, penasihat hukum terdakwa kepada wartawan usai sidang mengatakan, surat dakwaan jaksa yang mendasarkan pada putusan IDI Cabang Surabaya masih diajukan keberatan kepada MKEK IDI Pusat.

“Hingga saat ini belum ada putusannya,” kata Sumarso.

Dikatakan, dalam bukti berita acara yang dihadiri oleh dr Lidya dan perawat Anggih, telah disebutkan jika perawat Anggih diperintahkan dr Lidya untuk melakukan operasi kepada pasiennya.

“Tindakan dr Lidya yang telah menyalahi SOP, dikomplain sama pasien. Demi melindungi dr Lidya dari tuntutan hukum, rumah sakit membantu mediasi. Menyelesaikan dengan damai dan memberi ganti rugi Rp 400 juta,” jelas Sumarso.

Masih kata Sumarso, pembuatan surat peringatan merupakan tindakan kolektif dari direksi. Karena surat peringatan terlebih dulu ditanda tangani wakil wakil direktur dan ditembuskan kepada tim medik. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.