Diduga Dendam, Napi Kastiawan Laporkan Pasutri Menipu Rp 80 Miliar

oleh -233 Dilihat
oleh
Oenik Djunani Aisem dan Kastiawan Wijaya saat menunggu sidang.

SURABAYA, PETISI.COSidang lanjutan perkara tipu menipu yang melibatkan dua keluarga, semakin seru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis yang diwakili Jaksa Wiwid, menghadirkan saksi, Kastiawan Wijaya, seorang narapidana.

Kehadiran saksi di depan majelis hakim diketuai I Ketut Suarta, Kamis (22/10/2020), ternyata menguntungkan advokat Yaves Wahyudi. Penasihat hukum terdakwa Liem Anggraini alias Inge dan Liauw Edwin Januar. Hingga perkarapun menjadi gamblang.

Suasana sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Terkuaklah, bahwa kasus ini diawali Kastiawan Wijaya mengajak terdakwa Inge dan Edwin untuk kerja sama. Membeli tanah di Desa Karang Joang Balikpapan seharga Rp 1 miliar.

Secara patungan Oenik Djunani Asiem (istri Kastiawan Wijaya) dan Inge (istri Edwin) membeli tanah itu. Setelah itu Edwin pada Pebruari 2005 mentransfer Rp 500 juta ke rekening Kastiawan.

Namun pada Juli 2006, Kastiawan baru memberitahu tanah sudah dibeli dan diatas namakan istrinya, Oenik dengan tiga buah sertifikat. Pada 14 Juli 2006, Oenik membuat surat pernyataan kepemilikan bersama di hadapan Notaris Hangky Balikpapan.

Dengan berjalannya waktu, 3 sertifikat itu oleh Kastiawan Wijaya dijaminkan ke bank Mandiri sebesar Rp 800 juta dan sertifikat rumah Edwin di Surabaya senilai Rp 3 miliar.  Total kredit yang diambil dan di atas namakan PT Kalitan sebesar Rp 3,750 miliar.

Setelah berjalan sembilan bulan sisa kreditnya senilai Rp 1,5 miliar tidak dapat dilunasi oleh PT Kalitan. Atas permintaan Kastiawan, Edwin disuruh melunasi sisa kredit via Bank Panin Surabaya.

Karena terbebani utang bunga bank selama setahun, akhirnya atas keputusan bersama tanah akan dijual untuk membayar utang PT Kalitan.

Dibuatlah kesepakatan pada 17 Maret 2008. Isinya tanah dijual Rp 35 ribu/m2, akan dipakai bayar utang PT Kalitan.

Penjualan tanah dilakukan oleh Oenik dan Kastiawan. Pembelinya Pien Thiono, di hadapan Notaris Made Suta sebagai pembuat Akte Jual Belinya (AJB). Nilainya Rp 1,6 miliar.

Setelah terbayar, Oenik meminta bagiannya sebesar Rp 539 juta. Karena tidak menerima uang hasil penjualan, Oenik menggugat perdata di PN surabaya pada Februari 2009.

Pada Juli 2009, Edwin dan Inge dilaporkan ke Polda Jatim. Tapi pada September 2009, perkaranya dihentikan oleh Polda karena tidak ada unsur pidananya.

Sementara hasil keputusan perkara perdata, PN dan PT mewajibkan Inge harus membayar tuntutan Oenik. Berdasarkan ketetapan Nomor 9/Konsinyasi/20014/PN Surabaya, Inge sudah menyerahkan konsinyasi Rp 539 juta, via BRI bank di PN Surabaya.

Tanah yang dibeli Pien Thiono dijual ke Hendra, dengan Notaris Made Suta pada tahun 2010. Pada tahun 2015 Hendra menjual ke Edwin, di depan Notaris Iwan Saleh.

“Tetapi Edwin tidak bisa membaliknamakan sertifikat. Karena secara diam diam Oniek telah mengelabui Edwin dan Inge. Membuat pembaharuan sertifikat ke BPN dengan alasan sertifikatnya hilang,” kata Yaves Wahyudi kepada awak media.

Dari sini, Edwin melaporkan Oenik dan Kastiawan ke Polda Jatim pada tahun 2016 dengan pasal 263 dan 266 KUHPidana. Pada 2017, Polda Jatim melimpahkan kasusnya ke Balikpapan.

Oniek Djunadi Asiem ditahan dan disidangkan di PN Balikpapan. Dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara. Oenik banding hingga kasasi ke MA, dan diputus 1,5 tahun penjara.

Suami Oenik, Kastiawan Wijaya divonis empat tahun oleh PN Balikpapan, dan MA memvonis dua tahun. Kastiawan yang sempat buron, pada 30 Juli 2020 ditangkap di Surabaya, dan dijebloskan ke Rutan Medaeng. Menjalani hukuman sampai sekarang.

“Diduga karena dendam dan tidak terima atas kesalahannya, Oenik dan Kastiawan melaporkan Edwin dan Inge ke Bareskrim Polri. Dengan tuduhan yang dibuat buat, penipuan Rp 80 miliar,” jelas Yaves Wahyudi.

Akibat laporan inilah Edwin dan Inge menjadi pesakitan, sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya saat ini. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.