Kedekatan Historis dan Sosio-Kultural

oleh -3221 Dilihat
oleh
Di Kramat Syeikh Yusuf di kampung Macassar Cape Town, terawat baik dan banyak peziarah datang ke sini, termasuk Presiden RI ke- 2 Soeharto.

BAGIAN III

Hubungan Cape Town dengan Indonesia sangat dekat. Meskipun hubungan diplomatik Indonesia-Afsel baru berusia 30 tahun (Hubungan diplomatik Indonesia-Afsel berdiri pada 12 Agustus 1994), namun secara historis sosio-kultural hubungan Indonesia-Cape Town Afsel telah terjalin ratusan tahun silam.

Kedekatan historis dan budaya kedua negara antara lain terlihat pada kata-kata yang masih digunakan komunitas Cape Malay, seperti “terima kasih”, “lebaran”, “puasa”, “buka puasa”, “mas kawin”, juga kata “bang” yang di beberapa daerah di Sumatera berarti “adzan”.

Cara belajar mengaji yang dulu banyak digunakan di Indonesia, juga dekat dengan komunitas Cape Malay.

Budaya ratieb Komunitas Cape Malay atau debus memiliki kesamaan dengan budaya debus di Banten.

Setiap tahunnya masyarakat Cape Malay memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai tradisi “Moulood”, sama halnya dengan di Indonesia yaitu “Maulud Nabi” atau di Pulau Jawa dikenal sebagai “Mauludan”. Tetua masyarakat Cape Malay meyakini tradisi Moulood berasal dari Indonesia.

Peranan Ulama Nusantara

Peran ulama nusantara Indonesia sangat signifikan dalam penyebaran Islam di Afsel.

Diantara mereka adalah Syekh Yusuf Al Makassari Al Bantani yang tiba Cape Town pada 27 Juni 1693. Kramat beliau yang berada di daerah Macassar Cape Town terawat baik dan banyak peziarah datang ke sini, termasuk Presiden RI ke- 2 Bapak Soeharto.

Syeikh Yusuf diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda karena perlawanannya terhadap penjajah Belanda. Syekh Yusuf Al Makassari tiba bersama 49 orang pengikut dan keluarganya dengan kapal bernama Voetboeg.

Syekh Yusuf tercatat sebagai penyiar Islam pertama di Afrika Selatan, dan dianugerahi penghargaan dari Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Afrika Selatan atas perlawanan melawan kolonialisme. Sosok Syekh Yusuf turut menginspirasi Nelson Mandela dalam perjuangan melawan apartheid.

Pada tahun 2005, Presiden Afrika Selatan Oliver Reginald Thambo menganugerahi beliau dengan the Order of the Companions of OR Tambo in Gold.

Penyiar Islam lainnya adalah Syekh Abdullah bin Qadhi Abdussalam atau yang lebih dikenal dengan panggilan Tuan Guru. Beliau  lahir di Tidore pada 1712, dan menjadi penasihat Sultan Jamaluddin  di Maluku. Karena aktif melakukan perlawanan terhadap VOC, Tuan Guru diasingkan ke Cape Town.

Tuan Guru tiba di Cape Town pada 1780 dan dipenjara di Robben Island (30 menit dari Cape Town), pulau tempat Nelson Mandela dipenjara semasa apartheid.

Selama dipenjara, Tuan Guru menulis ulang Al-Qur’an berdasarkan ingatannya. Mushaf yang tersimpan di Masjid Auwal tersebut setelah diteliti, akurasinya mendekati sempurna.

Semasa dipenjara, Tuan Guru juga menulis kitab “Ma’rifat wal Iman wal Islam” (Pengetahuan Iman dan Agama) setebal 613 halaman yang menjadi referensi umat Islam di Cape Town.

Setelah bebas, Tuan Guru menetap di Cape Town dan melanjutkan dakwah Islam, termasuk membangun madrasah – a religious school of Islam dan masjid.

Madrasah tersebut berhasil dibangun dan dioperasikan dari rumah Coridon of Ceylon di Dorp Street Cape Town dan menjadi madrasah pertama di Afsel yang sangat populer di kalangan para budak dan free black community.

Keberadaan institusi pendidikan muslim menjadi concern otoritas Cape yang waktu itu di bawah the Earl of Caledon. Mereka mengkhawatirkan perkembangan Islam dan pengaruhnya kepada masyarakat setempat.

Ketika Cape Town dan sekitarnya diambil alih Inggris pada 1795,  Gubernur Jenderal Inggris lebih positif terhadap masyarakat muslim dan mengijinkan mereka membangun masjid.

Tuan Guru memanfaatkan kesempatan itu dengan baik dan mengubah gudang yang tadinya digunakan sebagai sekolah madrasah menjadi masjid yang dikenal sebagai Masjid Auwal atau masjid pertama di Afsel.(bersambung)



No More Posts Available.

No more pages to load.